Mohon tunggu...
Hanifah Fitri
Hanifah Fitri Mohon Tunggu... Administrasi - Self Improvement

Tips Pengembangan Diri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Cerpen] Pergi Untuk Kembali

22 Mei 2020   14:17 Diperbarui: 23 Mei 2020   05:40 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hana.." suara lembut bu Indri dan sentuhan tangan yang menggenggam tanganku membuat hatiku tak karuan. Tanpa permisi air mataku mengalir melewati pipi. Aku menundukkan wajahku agar bu Indri tak melihat air mataku. Namun percuma, tangan bu Indri mengangkat dagu ku dan mengusap air mataku. Khas sentuhan seorang ibu. Bu Indri beranjak dari kursinya dan menghampiriku lalu memelukku erat. Mulutku bisa berbohong tapi hati dan mataku tak sanggup menutupinya. Sambil mengusap kepalaku dia berbisik.

"Jika masalahmu sebesar kapal, yakinlah rahmat Tuhan seluas lautan.."

"Ibu.."

"Kamu tak perlu menceritakan sekarang keluarkanlah air matamu sampai kamu tenang. Ibu disini"

Sudah lama aku tak merasakan belaian seorang ibu. Ayah dan ibuku sudah berpisah sejak beberapa tahun lalu. Ayah pergi entah kemana sama seperti ibu yang memilih meninggalkan aku tinggal bersama nenek. Tapi aku lebih memilih menempati rumah peninggalan ayah-ibu bersama kakak laki-lakiku.

Aku bukanlah abg labil, aku harus menyelesaikan masalah ini. Aku harus menemui kak Andre sekarang. Kata Mita, kak Andre menungguku di lapangan basket. Semoga dia masih disana sekarang. Setelah meyakinkan bu Indri bahwa aku baik-baik saja dan akan segera pulang karena sudah dijemput kak Taufan kakak lelakiku, aku langsung berlari menuju lapangan basket. Sesampainya disana melihat kak Andre kakiku terasa gemetar, langkahku lunglai dan brug..

badanku jatuh dipelukan lelaki yang lebih tinggi dariku, aku tak melihat dari mana arah datangnya karena yang aku perhatikan hanya kak Andre. Tanpa harus melihat wajahnya aku sudah tau siapa yang menyangga tubuhku agar tidak jatuh ke tanah, dengan mencium aroma tubuhnya saja aku tahu, ia kakakku. Aku kembali terisak dipelukannya. 

Semakin keras menangis semakin erat ia memelukku. Aku merasa dada kakak lelakiku seperti terbakar amarah. Jantungnya berdetak kencang, nafasnya teratur namun lebih cepat dari biasanya. Pelukannya sudah perlahan melonggar. Kedua telapak tangannya sudah mengepal. Aku segera menghapus air mataku. Berkata bahwa aku baik-baik saja. Setelah membujuk kakak lelakiku untuk tidak berbuat onar akhirnya dia mau mengendalikan emosi dan masuk ke dalam mobil.

"Kenapa lo nggak biarin gue tonjok tuh bocah?" kata kak Taufan membuka pembicaraan

"Kita udah putus"

"Lo emang udah putus, tapi dia buat lo nangis dengan secepat itu mendapat cewek lagi. Gue nggak terima adik gue digituin"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun