Mohon tunggu...
Hanifah Muslimah
Hanifah Muslimah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Sedikit cerpen, dan sebagainya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hilya Aurelia By.hanifahm

24 Desember 2024   09:31 Diperbarui: 24 Desember 2024   09:31 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

CERPEN. 

By.Hanifah Muslimah

Hilya Aurelia 


            Langit Sore dengan awan berwana gelap tak mematahkan semangat seorang gadis bergamis panjang itu. Hilya Aurelia Permata, panggil saja Hilya. Hilya seorang gadis yatim piatu yang berjuang dengan satu kakinya. Di umur 20 tahun Hilya memutuskan untuk berusaha mencari pekerjaan, tak ingin terus-terusan menyusahkan ibu panti yang selalu menjaga dan merawatnya. Hilya ingin berusaha mandiri dan bisa berguna bagi orang di sekitarnya.

Hilya berjalan tertatih kesana kemari menawarkan bunga di tangannya. Di taman tengah kota menjadi tempat tujuan Hilya berjualan kali ini. "Bunganya mbak, bisa untuk pacar atau ibunya?".  Hilya dengan ramah menawarkan rangkaian bunga-bunga itu. "Gak dulu, sana-sana ganggu aja!". Jawab wanita itu dengan gerakan tangan mengusir tanpa melihatnya. Wanita itu hanya melirik sekilas, lalu kembali fokus dengan handphone di tangannya.

      Senyum Gadis berjilbab itu tak pernah luntur dari wajahnya, ia memang seorang yang ramah. Hilya selalu ingat pesan ibu pantinya. "dunia ini memang penuh cobaan, tak hanya alam yang beragam namun sifat manusia di dunia ini juga beragam banyaknya. Jadi nanti kamu harus kuat ketika bertemu siapapun itu dan bagaimanapun wataknya. Tetaplah selalu rendah hati, dan bersabar. Percayalah Allah selalu bersama hamba-hamba-Nya yang sabar dan mau berusaha." Ya sekilas pesan-pesan dari ibu Ranti sebagai ibu di panti teringat olehnya.

Gemuruh di langit mulai terdengar dan awan terlihat bertambah gelap, tetesan demi tetesan air mulai turun dari langit. Hilya dengan terburu-buru segera berteduh di sebuah halte. Tetesan air dari langit itu kini bertambah banyak, hujan benar-benar datang dengan kilat-kilat menghiasinya. "Alhamdulillah", "Allahumma shayyibana naafi'an"  Ucap syukur dan doa Hilya atas karunia-Nya.

           Hilya kini tinggal seorang diri di sebuah rumah kos sederhana. Setelah lulus SMA Hilya diberi tawaran untuk bekerja di panti saja, namun itu tak Hilya ambil. Hilya ingin merubah nasibnya, ia ingin bekerja dan melanjukan pendidikannya. Ya Hilya ingin melanjutkan pendidikannya hingga sarjana. Panti asuhan tempat Hilya Tinggal cukup jauh dari perkotaan, dan  akhirnya Hilya meminta izin untuk mencari tempat tinggal dan bekerja di kota.

Selembaran poster dari suatu universitas tergelatak di dekat Hilya. Hilya membaca dengan cermat semua isi poster yang sedikit basah tersebut. "Mereka mengadakan beasiswa lagi, aku akan coba kembali". Hilya tersenyum semangat.  Sebelumya Hilya pernah mengikuti beasiswa  tersebut namun sepertinya bukan rezekinya, ia belum lolos dalam beasiswa tersebut. Hari ini seakan Allah memberinya kesempatan lagi, Hilya akan kembali berusaha.

 

             Seminggu sudah setalah Hilya mengikuti ujian beasiswa itu, kini ia tinggal menunggu hasilnya. Hilya kembali berjualan bunga, sebelum berangkat berjualan Hilya merangkai bunga-bunga terlebih dahulu. Dari dulu Hilya memang suka menanam bunga, ia pernah mempunyai impian memiliki toko bunga yang besar. Di depan rumah dengan halaman yang kecil itu Hilya memanfaatkannya untuk menanam bunga. Modal yang ia dapat dari orang panti Hilya gunanya untuk membeli bibit-bibit bunga.  Hilya tak pernah sedikitpun melupakan orang yang sudah berjasa kepadanya, setiap 1 sampai 3 bulan sekali Hilya menyempatkan berkunjung ke rumah panti.

Hari ini penjualan bunga Hilya cukup banyak, mungkin juga karena hari ini adalah hari kasih sayang. Biasanya memang begitu, di setiap ada hari-hari spesial pasti pendapatannya cukup meningkat.

"Alhamdulillah tinggal satu".

Karena sudah sore Hilya memutuskan untuk kembali pulang, sebelum pulang ia sempatkan mampir untuk membeli lauk. Hilya berdiri di bantu tongkat penyangga, menunggu angkutan umum lewat, namun menunggu hampir 10 menit tak kunjung ada angkutan umum lewat. Akhirnya Hilya memutuskan berjalan kaki saja.

Dengan tertatih-tatih Hilya berjalan pelan. Saat hendak sampai rumah Hilya melihat ada seorang wanita paruh baya dengan mobil mewah berhenti di sana. Hilya menghampiri dan bertanya, ternyata mobil ibu itu bannya kempes. Hilya dengan senang hati menawarkan rehat dan minum di rumahnya. "Saya sholat magrib dulu ya Bu ". Pamit Hilya kepala ibu tersebut. "Tunggu saya juga ingin sholat,mari kita sholat berjamaah". Hilya tersenyum dan mengangguk atas tawaran ibu tersebut.

---

"Kamu tinggal sediri?" Tanya wanita bernama Citra itu kepada Hilya.  Hilya mengangguk dan menjawab pertanyaan itu. Bu Citra cukup prihatin mendengar perjuangan Hilya. Tak lama setalah kedua wanita berbeda usia itu bercerita datanglah seorang laki-laki yang ternyata adalah putra dari ibu Citra.

"Bun ayo pulang, mobilnya biar tukang bengkel yang ambil" ucap laki-laki itu kepada ibunya. Bu Citra melihat anaknya sudah datang segera berpamitan dan mengucapkan terimakasih kepada Hilya.

          Tak lama Bu Citra pergi, datang seorang tetangga  mengantarkan surat yang katanya itu untuk Hilya. Hilya melihat surat berlogo universitas tujuannya merasa berdebar tak karuan, itu adalah surat pemberitahuan mengenai beasiswanya. Dengan mengucapkan basmalah dan dengan pelan Hilya membuka surat tersebut. Matanya tak berkedip membaca setiap kalimat yang ada di kertas tersebut.

Matanya memanas dan bibirnya tak hentinya mengucap syukur kepada Tuhan. Akhirnya dengan izin Allah Hilya lolos dan mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan Kuliah. Hilya bersujud syukur dan tak henti-hentinya mengucap hamdallah. Hilya akan lebih bersemangat lagi untuk belajar dan mencari uang untuk bertahan hidup dan menggapai cita-citanya.

____

Bertahun-tahun sudah Hilya berjuang hidup, Belajar dan bekerja sudah menjadi rutinitasnya. Kini tinggal semester akhir yang harus Hilya hadapi. Usaha bunga yang ia jalani juga sudah memiliki beberapa toko, kebun-kebun bunga yang ia miliki menjadi 10kali lipat lebih banyak dari sebelumnya. Tak Hilya duga setalah bertemu wanita paruh baya bernama Citra itu Hilya merasa memiliki seorang yang mendukungnya di kota ini.

--

"Emm.... Hilya kenapa menggunakan tongkat? Em dimana kaki---" ucap laki-laki itu terpotong.

"Apa kamu malu?" Tanya Hilya menatap laki-laki yang seminggu lalu mengajaknya menikah.

"Tidak. maksud aku bukan begitu. Maaf Hilya mas hanya bertanya, itu saja. Lillahi ta'ala Aku menerima kamu apa adanya" ucap sungguh-sungguh laki-laki bernama Ryan itu.

      Ryan adalah putra Bu Citra yang umurnya dua tahun lebih tua dari Hilya. Keduanya bertemu kembali di sebuah perusahaan tempat Hilya magang beberapa bulan lalu. Ryan yang bekerja sama dengan perusahaan tempat Hilya berada membuat keduanya lebih dekat satu sama lain.

Sebelumnya Hilya tak percaya jika laki-laki bernama Ryan itu bisa jatuh hati padanya. Melihat kondisi kakinya yang kurang. Namun Ryan tetap berusaha meyakinkan dirinya benar-benar sudah jatuh cinta kepada Hilya.

Hilya tak ingin buru-buru menikah ia harus menyelesaikan kuliah dan mencari pekerjaan yang tetap, dan Ryan mengizinkan itu. Beberapa Minggu setalah kelulusan Hilya, ia mendapat pekerjaan sebagai seorang manajer di sebuah perusahaan. Setalah sukses di kota Hilya selalu rajin setiap bulan berkunjung ke tempat panti dimana dulu ia tinggal. Hilya tak pernah absen selalu menyisihkan rezekinya untuk berbagi bersama adik-adik panti dan orang-orang di sekitarnya.

Bersambung......

>>><<<

Sebelumnya cerpen ini saya tulis sekitar tahun 2023 lalu, sebagai tugas sekolah. Dari pada nantinya hilang, jadi saya memutuskan untuk mempublikasikan di sini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun