"Emm.... Hilya kenapa menggunakan tongkat? Em dimana kaki---" ucap laki-laki itu terpotong.
"Apa kamu malu?" Tanya Hilya menatap laki-laki yang seminggu lalu mengajaknya menikah.
"Tidak. maksud aku bukan begitu. Maaf Hilya mas hanya bertanya, itu saja. Lillahi ta'ala Aku menerima kamu apa adanya" ucap sungguh-sungguh laki-laki bernama Ryan itu.
   Ryan adalah putra Bu Citra yang umurnya dua tahun lebih tua dari Hilya. Keduanya bertemu kembali di sebuah perusahaan tempat Hilya magang beberapa bulan lalu. Ryan yang bekerja sama dengan perusahaan tempat Hilya berada membuat keduanya lebih dekat satu sama lain.
Sebelumnya Hilya tak percaya jika laki-laki bernama Ryan itu bisa jatuh hati padanya. Melihat kondisi kakinya yang kurang. Namun Ryan tetap berusaha meyakinkan dirinya benar-benar sudah jatuh cinta kepada Hilya.
Hilya tak ingin buru-buru menikah ia harus menyelesaikan kuliah dan mencari pekerjaan yang tetap, dan Ryan mengizinkan itu. Beberapa Minggu setalah kelulusan Hilya, ia mendapat pekerjaan sebagai seorang manajer di sebuah perusahaan. Setalah sukses di kota Hilya selalu rajin setiap bulan berkunjung ke tempat panti dimana dulu ia tinggal. Hilya tak pernah absen selalu menyisihkan rezekinya untuk berbagi bersama adik-adik panti dan orang-orang di sekitarnya.
Bersambung......
>>><<<
Sebelumnya cerpen ini saya tulis sekitar tahun 2023 lalu, sebagai tugas sekolah. Dari pada nantinya hilang, jadi saya memutuskan untuk mempublikasikan di sini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H