Mohon tunggu...
Hanifah FirdausiNuzula
Hanifah FirdausiNuzula Mohon Tunggu... Mahasiswa - Human

Semua orang akan mati kecuali karyanya, maka tulislah sesuatu yang akan membahagiakan dirimu di akhirat kelak. -Ali bin Abi Thalib-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Putih Menjadi Hitam Seorang Santri

10 Juni 2021   12:00 Diperbarui: 10 Juni 2021   12:02 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 “Baik akhi, terimakasih.” Putra dan teman-temannya bergegas untuk ketempat mufrodat masing-masing.

Setelah mufrodat mereka melanjutkan aktivitas selanjtnya yaitu belajar bersama sampai dengan jam 22.00 WIB dan setelah belajar bersama mereka harus disegerakan untuk beristirahat.

Di pagi harinya, jam 03.00 WIB para santri harus bangun untuk melakukan sholat tahajud dan sesudah sholat tahajud biasanya para santri memanfaatkan waktu luang untuk mandi, membaca al-qur’an bahkan ada yang masih disempatkan untuk tidur di masjid sembari menunggu adzan shubuh. Setelah sholat shubuh mereka mempunyai waktu untuk membersihkan diri dan makan pagi kemudian jam 06.30 “tengg....tengg” bel waktu mereka untuk sholat dhuha dan setelah itu mereka harus berangkat sekolah.

Saat dikelas, Putra tampak mengantuk sekali, namun selalu ditahannya, sebab dia duduk paling depan. Tanpa sadar dai meletakkan kepalanya diatas meja dan ustadz sedang menjelaskan. Setelah ustadz menjelaskan beliau memanggil "Putra silahkan maju kedepan dan hitung soal nomer 2". Saat diapanggil putra langsung bangun dengan wajah kagett, kemudian dia mengerjakan soal tersebut dann hasilnyaa dia mengerjakan dengan baik dan benar. Putra merupaakan anak yang suka telat dan agak bandel tetapi dia memiliki kecerdasan yang sangat luar biasa.

Tak ayal, begitu waktu pulang tiba, Putra langsung berlari ke asrama dan langsung menata sebuah karduss yang sudah dilipat dan langsung meletakkan tubuhnya yang kurus itu ke lantai yang sudah diberi kardus untuk tidur. Dan tidak lama kemudian teman-teman lainnya juga ikut rebahan karena dengan hawa panas dan angin sepoi-sepoi membuat mereka mengantuk.

Waktu Dhuhur telah tiba. Namun didalam hati, Putra berpikir, “Ah, iqamatnya masih lama, paling tidak 15 menit lagi, waktu yang lumayan cukup untuk memuaskan kantukku.” Tiba-tiba akhi Raffi menghampiri Putra yang sedang rebahan. Ditatapnya putra dan teman-teman lainnya yang lagi tiduran.

“Putra, Reza, Adam, Bayu, zaki, Edo, Bastian, Kevin ayoo cepat bangun kalian, sudah iqamat !”, sayup-sayup terdengar akhi Raffi membangunkan. Putra dan teman-temannya yang dari tadi terjaga dari tidur tidak merasa panik, sebab hanya perlu meraih sajadah, dan berlari menuju masjid untuk berwudhu, lalu masuk ke masjid. Kamar mereka  letaknya disebelah masjid tetapi berada dilantai atas, sehingga hanya dalam beberapa menit dia sudah mengangkat takbir tanpa masbuk.

Namun, karena tidur terlalu pulas, dia tidak tahu apa-apa lagi, suara akhi Raffi tidak dapat dia dengar. Merasa Putra dan teman-temannya akan bangun, akhi Raffi kemudian pergi, padahal Putra sedang tidur dengan pulasnya.

“Assalamu’alaikum warahmatullah….”, pertanda shalat sudah selesai, Putra sadar bahwa suara dari mik tersebut adalah suara pertama yang didengarnya saat dia bangun dari tidur siang. Dan sesuatu yang pertama dilihatnya adalah wajah akhi Raul (Bagian keamanan yang sedang control). Putra langsung bangkit dari tempat tidur, dan membangunkan teman-teman lainnya dan dilihat jam dinding yang tergantung diatas pintu. “Oh, tidak! Aku tidak shalat dzuhur berjamaah” bisiknya dalam hati.

Akhi Raul akhirnya mengetahui hal tersebut, kemudian menghampiri Putra dan teman-temannya dan bertanya, “Kenapa saat shalat dzuhur tadi kamu tidak terlihat dimasjid? apakah kamu tidak ikut shalat berjama’ah?“

“Maaf akhi, tadi saya ketiduran.” Putra dan teman-temannya menjawab tetapi dengan nada santai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun