Kisah beliau lengkapnya dapat dibaca di salah satu antologi yaitu "Menolak Rapuh" bersama 20 karya penulis lainnya yang tidak kalah menginspirasi kita semua.
Buku soft cover bersampul warna abu-abu dengan ilustrasi pohon kering ini seolah menampilkan kerapuhan perempuan. Padahal tidak demikian dengan karya para perempuan hebat ini. Ada pendiri yayasan, anggota DPRD, pengusaha, ibu rumah tangga, guru, dosen, tour leader, dan lain-lain. Semua adalah perempuan yang menolak rapuh.
Rapuh bukan berarti menyerah. Rapuh adalah kesempatan untuk belajar, bertumbuh, dan menjadi lebih kuat.
Launching buku antologi kedua adalah "Melintasi Badai", juga karya dari 20 kontributor yang tidak kalah hebat. Ada personal assistant, pebisnis, dokter, financial planner, entrepreneur, notaris, guru, dosen, copywriter, content creator, dan lain-lain.
Buku bercover abu-abu lembut dengan ilustrasi sekoci yang nyaris digulung ombak ini seolah mencerminkan karya-karya di baliknya. Mereka-mereka ini tak menyerah digulung ombak badai dan berhasil melintasinya.
Seperti salah satu karya yang dibacakan Teh Indari Mastuti, yaitu karya Mariza, seorang ibu rumah tangga berusia 61 tahun yang telah mendaki 33 gunung di atas 3000 m dpl  selama masa pandemi di tahun 2020-2023. Empat di antaranya merupakan puncak di Himalaya via Nepal di ketinggian di atas 4130-5600 m dpl.
Beliau pernah terhempas jatuh dari ketinggian, selain itu pernah terserang stroke, dan mengalami kelumpuhan, tapi berhasil melintasi badai yang menerjang.
Sebab setiap badai yang dilewati akan membuat manusia tumbuh dan mengeluarkan potensi terbaiknya.
Ketika mengalami masa-masa sulit, terkadang merasa seolah tidak ada jalan keluar. Percayalah setiap badai kehidupan yang datang mengajarkan sesuatu yang berharga.