Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mimpi Ismail

13 Juli 2024   22:44 Diperbarui: 13 Juli 2024   22:55 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jafar buruan ke mushola ditunggu Wak Haji noh".

Lemah ia mengangkat tubuhnya yang ceking. Dirasa kepalanya begitu berat seakan-akan baru saja ditimpa benda besar. Pusing. Pandangannya sedikit berbayang. Duduk sebentar ia di atas kasur lipatnya sebelum akhirnya meraih botol minuman dan meneguk airnya. 

Hampir lima bulan ini Jafar bertanggung jawab membersihkan mushola setiap hari Jumat. Dari kebersihan kamar mandi hingga ke ruang sholat. Jafar menggantikan seorang jamaah yang telah uzur yang telah dua tahun dipekerjakan Wak haji untuk membersihkan mushola setiap hari Jumat. 

Mushola yang dapat menampung jamaah sekitar dua puluh sampai dua puluh lima orang ini memang dikhususkan untuk para jamaah yang tinggal di dalam lapak. Mushola kecil ini hanya ramai dikunjungi bila hari Jumat. Barangkali karena setiap hari Jumat ada pemberian nasi kotak sumbangan dari para dermawan melalui Wak haji yang dikenal sebagai tokoh atau ustadz di kampung lapak tersebut. 

Diteguknya sekali lagi air di dalam botol plastik berwarna merah itu. Setelah dirasa badannya enakan ia pun segera berdiri. Sebentar ia rapikan tempatnya tidur. Di gulungnya sebuah kasur lipat tipis yang tak tentu warnanya berikut sebuah sarung yang telah pudar warnanya. Setelah selesai berkemas lelaki kurus itu bergegas turun disambarnya handuk kecil yang menggantung di dinding kayu. Jafar pergi ke wc umum. 

"Nah elu dah bangun tong, buruan tuh Wak haji dah nungguin elu."

"Iya, nek." sahut Jafar kepada seorang perempuan tua yang dikenal oleh orang-orang yang tinggal di sini sebagai penghuni lapak paling lama. Ia hidup seorang diri. Suaminya telah lama meninggal dan dua anak perempuannya entah kemana. Nenek Jamilah hidup dari belas kasih orang di sekitarnya.

*******

Ismail kecil memberanikan diri mengelus-elus kepala kambing yang paling besar yang berada di luar kandang. Tangannya yang mungil merasakan lembut bulu lebat kambing jantan tersebut. Belum ada pengunjung sepagi ini. Para pedagang hewan pun masih terlihat duduk mengantuk di selebaran terpal yang di atas tanah. Ismail tetap ingin menunggu kapan sapi yang paling besar itu datang.

"Kambing jangan nangis ya kalau nanti dipotong, kan dagingnya buat di bagi-bagikan ke orang-orang. Buat Ismail juga makan sama ayah, nanti kambing dapat pahala."

Yang diajak bicara diam saja tak bersuara. Tak juga mengembik hanya menggesek-gesekan kepalanya ke tangan mungil bocah kecil tersebut seperti mengerti apa yang telah dikatakan kepadanya. Cahaya matahari menerobos masuk ke dalam kandang setelah sebelumnya terhalang oleh terpal panjang. Hewan-hewan bangun menyantap dedaunan. Para pedagang pun mulai membereskan terpal tidurnya. Namun sapi yang paling besar belum juga datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun