Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mimpi Ismail

13 Juli 2024   22:44 Diperbarui: 13 Juli 2024   22:55 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara di timur cakrawala merah menyala memoles lembut awan tipis. Matahari sedikit-demi sedikit menyembul dari rahim langit. Sesekali angin mendesir perlahan namun bintang fajar masih berkerlip di kejauhan. Waktunya mengucapkan selamat tinggal kepada bumi yang sebentar lagi terang benderang. Tiga ekor kutilang berlompatan kesana kemari bersiulan di atas ranting-ranting pohon kapuk.

Tanah basah sisa hujan semalam menguap kegelisahan. Aroma bacin saluran air yang mampet mengawang-awang bersamaan asap tipis sisa bakar sampah semalam. Bagai kabut bergulung mengitari kawasan lapak. Lampu-lampu redup berwarna oranye masih menyala. Murung dan lembab.

Warung kopi di ujung gerbang belum juga buka. Seorang lelaki berbadan gemuk terlihat meringkuk menahan dingin di atas bangku panjang warung ditemani seekor anak kucing. Sepi. Lengang. Para penghuni lapak masih berselimutkan mimpi. Hanya barang-barang rongsok bertumpuk di mana-mana menggigil telanjang. Satu mobil truk engkel terparkir diam.

Ismail kecil berjingkat pelan ke arah pintu keluar yang hanya di tutupi kain kumal berwarna biru. Ia berusaha sebisa mungkin tak membuat suara yang bisa membangunkan ayahnya. Bila ia berjalan seperti biasa lantai kayu rumah semi permanen itu pasti akan berdenyit. Seperti denyit bangunan kayu yang mau runtuh. Ismail dan ayahnya menetap di lantai dua. Di kamar berukuran 3 x 2 meter. Di sebuah komplek lapak barang bekas. Baru dua tahun terakhir ini mereka tinggal di lapak barang bekas sebelumnya mereka tinggal di dalam gerobak.

Di lokasi yang mereka tempati terdebut terdapat dua bangunan besar bertingkat. Satu di depan pintu gerbang dekat dengan jalan raya dan satu lagi agak ke dalam berbatasan dengan kali kecil dan di seberangnya berjejal rumah-rumah penduduk. Kedua bangunan tersebut seperti bangunan asal jadi tanpa rancangan arsitektur namun yang pasti cukup kokoh. Sebagian besar bangunan itu terbuat dari bahan kayu-kayu. Ismail dan ayahnya menetap di bangunan pertama dekat pintu gerbang.

******
Hari ini Ismail ingin mengunjungi kandang hewan kurban yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Menurutnya di sanalah tempat penjualan hewan kurban yang paling ramai dikunjungi orang. Ia denagr dari ayahnya bahwa pagi ini akan datang sapi yang paling besar dari luar Jakarta.

"Ayah, apakah tahun ini kita akan dapat daging kurban?. Tahun lalu aku ingat ayah berdiri di depan sebuah masjid menunggu daging kurban dibagikan. Aku ingat ayah berebut hingga jatuh ke selokan".

"Tahun lalu ibu masih bersama dengan kita. Aku ingat ayah, kita makan sate kambing bersama dengan ibu. Satu bungkus daging hewan kurban itu habis semalam. Ayah bilang jangan ada yang tersisa. Kita tak punya alat penyimpanan daging selain dalam perut.

"Ayah, Ismail kangen sama ibu. Ayah tahu tidak kalau ada yang bilang ibu tidak ada surga sebab meninggalnya bunuh diri".

Lelaki jangkung itu terkejut seketika saat anak lelaki satu-satunya berkata demikian. Di hembusakan asap rokoknya ke udara dan ia pun berkata.

"Siapa yang bilang nak, ibu tidak bunuh diri, ibu diserempet kereta api yang tengah lewat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun