Sementara itu tubuhku yang terluka, riang bermain dengan skenario gila yang kau buat.
Tanpa alibi yang kuat. Karanganmu terlalu mudah di tebak.
Seperti cerita anak kecil yang baru belajar menulis dan membaca abjad.
Sesungguhnya, aku tak mengerti kenapa pula aku harus kau tembak.
Apakah ini semacam siasat. Persekongkolan jahat.
Maka aku menarik kesimpulan. Kamu terlalu terburu-buru. Terlalu gegabah memutuskan sesuatu.
Bukankah kau tahu bahwa kejahatan tak pernah ada yang sempurna.
Dan bangkai yang telah tergeletak aromanya terlalu busuk hingga menyebar curiga ke setiap hidung dan telinga.
Semisal bila aku menjadi dirimu. Aku lebih senang meledakkan ingatanku.
Dari pada harus mencium caci maki dan kenangan buruk sepanjang umur.
Begitulah kiranya cara terbaik menghapuskan jejak.