Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Akhir Tahun

31 Desember 2021   05:06 Diperbarui: 31 Desember 2021   05:11 1241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di akhir tahun hujan pasti lebih sering datang dan wanita itu ingin memperbaiki payungnya yang rusak, tiang dan kawatnya banyak yang berkarat. 

Payung hitam peninggalan ibunya itu telah lama terpojok dalam gelap menanti hujan hangat mendekap. 

Rencananya bila payungnya selesai di reparasi wanita itu hendak membawanya jalan-jalan ke tengah kota menikmati pergantian tahun. 

Ia bayangkan orang-orang akan ramai di sana menyaksikan pesta kembang api saat detik jarum jam mengetuk angka dua belas malam, hari pertama di tahun yang baru. Bulan Januari tanggal satu.

Langit pesta warna, berbunga-bunga, menyala-nyala, sumringah bersama terompet yang nyaring membahana. 

Dan seperti tahun sebelumnya hujan pun turun tak lama setelah semua mabuk, hura-hura, pesta pora. 

***

Duduklah wanita itu pada bangku kayu di muka rumahnya menunggu tukang service payung yang sering datang bila musim hujan tiba.

Sambil tekun ia merajut kenangan di garis tangan, benang-benang waktu yang panjang menjuntai, tahun-tahun yang penuh hiruk pikuk kehidupan.

Segalanya terus berjalan, keberuntungan siapa sangka, kematian siapa duga. Tuhan sang maha dalang.

Sesekali wanita itu melepaskan pandangnya ke ujung gang barangkali tukang service payung lewat tanpa ia mendengar teriaknya.

Tukang service payung itu sudah tua, jalannya tak lagi gagah. Tubuhnya kurus, wajahnya tirus tetapi ia murah senyum suka bersiul, suka berdendang.

"Serpis payung, serpis payung".

"Bu, serpis payungnya bu".

***

Katanya dulu tukang service itu seorang tentara entah benar atau tidak yang jelas setiap kali ia di panggil untuk mereparasi sebuah payung ia kerap bercerita tentang jaman perang.

Menurut pengakuannya ia tergabung dalam regu pengintai, saat bertugas di dekat perbatasan tiba-tiba mereka terjebak adu tembak karena sebuah pengkhianatan. Di kisahkan segala hujan peluru dan lontaran meriam berkelebatan regu pengintai habis di bantai.

Hanya ia yang tersisa lalu berlindung ke dalam hutan, berlari terus berlari hingga tiga hari tiga malam. Di tengah pelariannya saat haus dan kelaparan ia bertemu dengan seorang perempuan di obati lukanya di kaki dan di badan.

***

"Pak sini mampir, ada payung yang ingin ku perlihatkan siapa tahu bapak bisa membetulkan".

Lelaki tua itu menoleh ke arah suara lalu di hentikan langkahnya. Matanya mengamati sejenak wajah wanita yang memanggilnya. Seperti ada yang ia kenal namun entah yang mana. Suara atau wajah.

Perabotan di pundaknya di turunkan pelan-pelan, nafasnya yang berat di hembuskan ke udara jatuhlah hujan di atas kepala. 

"Masuk ke dalam pak, musim hujan tahun ini di sertai angin kencang, orang bilang perubahan iklim global".

***

Si tukang service payung dengan cekatan memperbaiki payung pelanggan sambil kembali bercerita tentang kisahnya di jaman perang.

Setelah pertemuannya dengan perempuan itu segalanya berubah, ia tidak hanya berhadapan dengan sebuah peperangan namun lebih dari itu, pengorbanan, kesetiaan, rasa cinta yang mendalam.

Lantaran baktinya kepada negeri ini panggilan berjuang tak mungkin di abaikan maka di tinggalkan perempuan itu setelah empat bulan usia pernikahan.

Setelah kembali dari perjuangan di dapatinya kampung habis terbakar dan perempuan yang di cintainya itu gugur dengan luka lebam di sekujur tubuhnya sebab menolong adiknya yang hendak di perkosa tentara Jepang.

***

Hanya butuh waktu setengah jam, payung itu sudah selesai dikerjakan, rapi, teliti, kawat yang karat sudah di ganti.

Ongkosnya 30 ribu termasuk pergantian kawat baru, sekarang payung mudah di lipat mudah pula mekar mengembang.

Terkena hujan angin pun tidak mudah melengkung di jamin kuat hingga tahun mendatang.

Wanita itu tersenyum lebar, senang mendapatkan payung peninggalan ibunya dapat kembali di pakai.

Niatnya di akhir tahun pun tercapai maka sebagai ucapan terimakasih segelas teh manis serta roti selai kacang di suguhkan.

"Kalau boleh tahu pak, nama bapak siapa".

"Nama saya Kasiman". 

Tatapan mata lelaki itu berkaca-kaca sambil kembali ia mengunyah makanan yang di suguhkan di atas meja.

Sepertinya lapar, sangat lapar.

***

Hujan pun akhirnya reda, airnya hanyut ke dalam dada.

Teh manis dan roti selai kacang tidak tersisa waktunya pak Kasiman pamit sebelum hari menjelang maghrib.

Sekali lagi wanita itu mengucapkan terimakasih, payungnya sudah di perbaiki.

Pak Kasiman mengangguk, pelan-pelan lelaki tua itu mengangkat kembali perabotannya untuk di tumpangkan ke pundaknya.

Nafasnya agak berat namun jalan pulang cukup jauh terlewat.

Dengan langkah gontai menelusuri gang lelaki tua itu pun menghilang di tikungan.

***

Angin sore membawa burung-burung terbang menuju matahari yang sebentar lagi tenggelam.

Pak Kasiman mungkin telah jauh berjalan membawa segala tumpukan perabotan dan kenangan hidupnya.

Sedangkan wanita itu tengah mempersiapkan diri merayakan pesta kembang api di akhir tahun bersama payungnya yang ia sayangi.

Kita pun begitu akan sibuk dengan resolusi-resolusi, perhitungan-perhitungan, angka-angka keberuntungan, nasib baik ,nasib buruk, goretan tangan, shio-shio dan ramalan.

Laksana resep obat yang segera harus di tebus dan di telan. 

Tak ada yang baru di tahun baru, tak ada apa-apa di sana selain belenggu sama seperti tahun sebelumnya. 

Handy Pranowo

31122021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun