Segalanya terus berjalan, keberuntungan siapa sangka, kematian siapa duga. Tuhan sang maha dalang.
Sesekali wanita itu melepaskan pandangnya ke ujung gang barangkali tukang service payung lewat tanpa ia mendengar teriaknya.
Tukang service payung itu sudah tua, jalannya tak lagi gagah. Tubuhnya kurus, wajahnya tirus tetapi ia murah senyum suka bersiul, suka berdendang.
"Serpis payung, serpis payung".
"Bu, serpis payungnya bu".
***
Katanya dulu tukang service itu seorang tentara entah benar atau tidak yang jelas setiap kali ia di panggil untuk mereparasi sebuah payung ia kerap bercerita tentang jaman perang.
Menurut pengakuannya ia tergabung dalam regu pengintai, saat bertugas di dekat perbatasan tiba-tiba mereka terjebak adu tembak karena sebuah pengkhianatan. Di kisahkan segala hujan peluru dan lontaran meriam berkelebatan regu pengintai habis di bantai.
Hanya ia yang tersisa lalu berlindung ke dalam hutan, berlari terus berlari hingga tiga hari tiga malam. Di tengah pelariannya saat haus dan kelaparan ia bertemu dengan seorang perempuan di obati lukanya di kaki dan di badan.
***
"Pak sini mampir, ada payung yang ingin ku perlihatkan siapa tahu bapak bisa membetulkan".