Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kelanjutan Drama Hukum Pegi Setiawan

12 Juli 2024   07:45 Diperbarui: 13 Juli 2024   07:13 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar photo dan ilustrasi Dream.co.id

5 (lima) orang yang merupakan bagian dari 8 (delapan) orang terpidana bersalah kasus pembunuhan Vina dan  Eky di Cirebon, Jawa Barat, 2016 lalu, berencana mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).

Adapun kelima terpidana tersebut yang dihukum penjara seumur hidup yang akan mengajukan PK  atas nama Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, dan Supriyanto.

Sedangkan 2 (dua) orang lagi yang tidak akan mengajukan PK adalah Sudirman dan Rivaldi Aditya (Kompas, Rabu 10/7/2024).

Sementara seorang lagi Saka Tatal yang pada tahun 2016 masih dibawah umur dan telah bebas tahun 2020 melalui Kuasa Hukumnya Krisna Mukti hanya beberapa jam setelah Pengadilan Negeri Bandung menyatakan status tersangka Pegi tidak sah langsung mengajukan PK. (Kompas, Selasa 9/7/2024).

Sebetulnya sebelum perkara ini viral ada 11 orang yang menjadi tersangka, 8 orang telah dihukum dan 3 orang buron (termasuk Pegi Setiawan). Kemudian pihak Kepolisian meralat bahwa hanya ada 1 orang buron, sedangkan 2 orang lagi dinilai fiktif.

Salah seorang Kuasa hukum 5 (lima) orang para terpidana Nicholay Aprilindo melihat peluang untuk bisa mengajukan PK untuk membebaskan para kliennya dari hukuman penjara. Peluang tersebut berdasarkan putusan praperadilan Pegi Setiawan yang akan dijadikan sebagai novum.

Istilah "novum" mempunyai arti sebagai bukti baru yang relevan dan signifikan yang tidak tersedia atau tidak diketahui pada saat persidangan awal. Bukti novum ini harus bersifat memadai dan memenuhi syarat untuk dapat menjadi dasar pengajuan PK. Novum memiliki peran penting dalam proses PK karena dapat menjadi alasan yang kuat untuk mengajukan peninjauan ulang terhadap putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap.

Sedangkan PK adalah upaya hukum yang memungkinkan suatu perkara yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk diperiksa kembali oleh Mahkamah Agung. PK merupakan upaya terakhir untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi dalam proses peradilan yang dapat memengaruhi keputusan terhadap suatu perkara.

Proses PK akan melibatkan persyaratan dan prosedur yang ketat, dan pihak yang mengajukan PK harus dapat membuktikan bahwa terdapat alasan yang kuat untuk melakukan peninjauan kembali terhadap putusan tersebut. Keputusan mengenai permohonan PK akan diputuskan oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung yang tidak memutuskan perkara tersebut dalam tingkat kasasi sebelumnya.

Sebetulnya menurut KUHAP bahwa upaya hukum PK dapat diajukan atas dasar beberapa alasan yaitu ditemukannya keadaan baru (novum), pertentangan putusan pengadilan dan kekhilafan atau kekeliruan hakim.
Namun dalam kenyataannya, PK sebagian besar diajukan atas dasar novum, sehingga demikian populernya istilah novum, ada anggapan bahwa novum dianggap sebagai satu-satunya syarat PK.

Kualifikasi novum yang menjadi dasar PK belum diatur secara jelas di dalam
KUHAP. Hal tersebut menimbulkan interpretasi tentang kualifikasi novum yang beragam di kalangan ahli hukum pidana
Pasal 263 ayat (2) huruf (a) KUHAP dinilai belum cukup memuaskan untuk menjelaskan kualifikasi yang jelas dan pasti mengenai batasan novum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun