Terjadi lagi kasus main hakim sendiri oleh masyarakat, yaitu ketika  Burhanis (52 tahun), pemilik rental mobil asal Kebayoran, Jakarta dikeroyok rame-rame sampai meninggal dunia.
Almarhum dituduh dan diteriaki oleh provokator sebagai maling mobil ketika ingin mengambil mobilnya yang tidak dikembalikan oleh penyewa.
Kejadian pengeroyokan yang berakhir dengan hilangnya nyawa  Burhanis berawal ketika ia dan tiga rekannya datang ke Desa Sumbersoko, Kecamatan Sukolilo, Pati, pada Kamis, 6 Juni 2024.
Tujuan Burhanis mendatangi desa tersebut untuk mengambil mobil rentalnya merk Honda Mobilio karena tidak kunjung dikembalikan oleh penyewa.
Burhanis dan ketiga rekannya kemudian menemukan mobil rentalnya berada di Desa Sumbersoko, berdasarkan lokasi pelacakan yang terbaca pada alat Global Positioning System (GPS).
Kemudian terjadi peristiwa pengeroyokan yang direkam masyarakat dan beredar dan viral di media sosial serta ditonton oleh masyarakat banyak.
Akhirnya berdasarkan analisis video penganiayaan yang beredar di media sosial pihak Kepolisian menetapkan tiga Tersangka dengan initial E, BC, dan AG.
Dari ketiga tersangka ada yang melakukan penganiayaan dengan menginjak badan bahkan melindas dada dan lengan korban dengan sepeda motor (Kompas, 11/6/2004)
Polisi masih melakukan pendalaman dan besar kemungkinan tersangka akan bertambah, sementara ketiga pengeroyok yang sudah tertangkap akan dikenakan Pasal 170 Ayat (2) butir 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal 173 ayat (2) butir 3 KUHP mengatur pengeroyokan melakukan kekerasan yang mengakibatkan meninggalnya korban dengan ancaman hukuman pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun penjara.
Saat ini beredar kabar yang merupakan kelanjutan cerita di media yang masih perlu diklarifikasi yaitu bahwa Desa Sumbersoko, Kecamatan Sukolilo, Pati terkenal dengan penyewa kendaraan yang curang. Diduga di desa tersebut banyak penduduknya yang merupakan komplotan penadah dan pencuri kendaraan bermotor baik yang motor maupun mobil. Konon kabarnya banyak pemilik rental kendaraan yang tertipu oleh warga desa tersebut.
Mengapa Masyarakat Terdorong Melakukan Pengeroyokan?
Fenomena sosial main hakim sendiri dengan melakukan pengeroyokan dengan kekerasan merupakan kejadian yang berulang terjadi di masyarakat Indonesia.
Pengeroyokan dengan kekerasan yang kadang-kadang mengakibatkan korban meninggal bisa terjadi karena beberapa faktor yang kompleks.
Kadang-kadang sukar mengurai penyebabnya satu persatu untuk menemukan penyebab sebenarnya, karena masalah ini sangat kompleks.
Sehingga mencari solusi terhadap main hakim sendiri dengan melakukan pengeroyokan dengan kekerasan menjadi sulit dan berakibat kejadian menjadi berulang.
Namun untuk melihat masalah lebih terfokus dan jernih perlu dicari alasan-alasan umum yang mungkin menjadi penyebab perilaku tersebut.
Dalam suatu peristiwa yang spontan, kadang-kadang, pengeroyokan terjadi karena kemarahan yang tidak terkendali di antara para pelaku.
Emosi negatif seperti marah, frustasi, atau dendam terhadap situasi sosial bisa memicu tindakan kekerasan yang berlebihan dan ekstrim, seperti kejadian di desa Sumbersoko dimana korban dilindas dengan sepeda motor.
Kemudian ketika dalam situasi di mana sekelompok orang berkumpul bersama, misalnya dalam suatu desa seperti yang terjadi di desa Sumbersoko, Kecamatan Sukolilo, Pati, tiba-tiba  muncul kedatangan orang asing yang dianggap dan dicurigai menggangu ketentraman.
Hal demikian  bisa mendorong individu dalam kelompok (desa) untuk ikut serta dalam tindakan kekerasan untuk menunjukkan loyalitas kepada sesama warga desa.
Apalagi apabila memang benar bahwa informasi media bahwa Desa Sumbersoko merupakan desa yang dicurigai tempat bersembunyi komplotan penadah dan pencuri kendaraan bermotor dengan cara menyembunyikan kendaraan rental.
Artinya bahwa komunitas desa mereka merupakan tempat perlindungan untuk mempertahankan dan menyembunyikan kejahatan mereka secara komunal.
Bisa saja di desa tersebut secara laten telah tercipta konspirasi kejahatan untuk menipu para Pengusaha rental mobil. Sehingga lingkungan desa telah siap melakukan kekerasan, atau di mana kekerasan dianggap sebagai cara yang wajar untuk menyelesaikan masalah.
Atau bisa juga dugaan kejahatan komunal yang dituduhkan kepada desa Sumbersoko berawal dari adanya ketimpangan sosial, ketidakadilan, ketidaksetaraan, dibandingkan dengan desa tetangga atau kondisi ekonomi yang sulit dalam masyarakat tersebut.
Hal-hal demikian dapat diduga juga bisa memicu ketegangan dan konflik yang berujung pada tindakan kekerasan.
Masalah ekonomi dan lingkungan yang tidak kondusif apabila dikombinasikan dengan pendidikan dan literasi yang rendah bisa dikatakan telah menciptakan bom waktu yang siap meledak.
Kurangnya pendidikan formal, rendahnya pemahaman tentang hukum, atau nilai-nilai kemanusiaan juga dapat menjadi faktor yang memperburuk situasi dan memicu tindakan kekerasan.
Dalam kasus desa Sumbersoko yang mengakibatkan meninggalnya korban Burhanis, pihak Kepolisian belum mengungkap apakah para tersangka pelaku ketika melakukan pengeroyokan dipengaruhi alkohol atau obat-obatan.
Penggunaan zat seperti alkohol atau obat-obatan terlarang dapat mengubah perilaku seseorang, mengurangi pengendalian diri, dan menyebabkan tindakan impulsif yang berujung pada kekerasan.
Hal yang jelas pengeroyokan dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian telah terjadi dan ada kemungkinan kejadian akan terulang kembali, baik terjadi di lokasi desa yang sama atau ditempat lain.
Harus dicarikan solusi untuk terus meningkatkan kesadaran masyarakat cara menyelesaiankan konflik secara damai, mengajarkan dan memahami nilai-nilai toleransi, dan memperkuat sistem hukum untuk mencegah tindakan kekerasan yang mengancam nyawa.
Kesalahan Korban.
Tanpa ingin bermaksud untuk mengungkit hal yang negatif terhadap korban yang meninggal, namun praktik yang mendatangi desa Sumbersoko tanpa aturan hukum jelas merupakan tindakan yang beresiko.
Mengambil hak dengan cara menguasai atau merebut kendaraan sewa yang tidak dikembalikan tanpa melalui prosedur hukum yang benar dan tanpa didampingi oleh petugas yang berwenang merupakan tindakan yang berisiko dan dapat dianggap sebagai tindakan penyalahgunaan.
Hal ini dapat melanggar hukum dan berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum yang serius bagi pelaku.
Ternyata dalam kejadian di desa Sumbersoko, Pati, bukannya hanya sekedar resiko hukum yang terjadi, malah resiko kehilangan nyawa tidak terhindari.
Sebaiknya, dalam situasi di mana kendaraan sewa tidak dikembalikan oleh penyewa, langkah yang seharusnya diambil adalah melibatkan pihak berwenang seperti kepolisian dan atau aparat perangkat desa untuk menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Tindakan semacam itu akan memberikan perlindungan baik secara hukum maupun senyatanya bagi pihak yang mengambil langkah tersebut dan menghindari berbagai risiko yang mungkin timbul akibat tindakan yang dilakukan di luar prosedur hukum yang benar.
Secara ekspilisit memang tidak ada hukum positif di Indonesia yang mengatur tata cara pengembalian barang sewaan yang tidak dikembalikan penyewa.
Sebagai pembanding dan analogi, mari kita lihat tata cara praktis dalam penarikan kendaraan karena cicilan tidak dibayar dalam pembelian melalui leasing.
Kendaraan bermotor biasanya dijadikan jaminan ketika seseorang melakukan kredit pembelian kendaraan dengan jaminan Fiducia.
Jaminan tersebut sekaligus  merupakan syarat agar debitur (pembeli) bisa memenuhi kewajibannya untuk membayarkan angsuran pada kreditur (perusahaan pinjaman/leasing company) sesuai dengan perjanjian.
Dalam situasi tertentu beberapa debitur ada yang tidak bisa memenuhi kewajibannya untuk melunasi utang kepada kreditur (leasing company)
Akibatnya, kreditur melakukan penarikan kendaraan yang dijadikan jaminan karena tidak terpenuhinya kewajiban debitur sesuai dengan kesepakatan.
Pernah suatu masa dan sekarang masih terjadi sesekali dimana penarikan kendaraan dilakukan dengan cara merampasnya baik yang sedang terparkir, malah ketika sedang dikendarai oleh debitur atau pihak yang menguasai.
Praktik-praktik pihak Leasing yang merasa benar secara Undang-Undang karena merupakan pemilik kendaraan yang sah dengan cara merampas melalui debt collector membuat keresahan yang meluas terjadi di masyarakat.
Konflik horizontal karena praktik perampasan kendaraan leasing tidak bisa dihindari. Banyak korban yang terjadi baik luka-luka maupun meregang nyawa baik dari pihak  debt collector yang mewakili leasing maupun dari pihak masyarakat sebagai debitur.
Akhirnya pada Tahun 2019 untuk menyamakan persepsi  terkait penafsiran penarikan jaminan fidusia yang beretika dan sesuai dengan keadilan yang tumbuh di masyarakat Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan perkara No. 18/PUU-XVII/2019 untuk memperkuat aturan hukum penarikan kendaraan bermotor.
Dalam putusan MK tersebut diinterpretasikan bahwa wanprestasi (cidera janji)Â tidak boleh ditetapkan atau diputuskan secara sepihak oleh pihak kreditur saja (pihak leasing company).
Dalam putusan MK juga dijelaskan bahwa jaminan fidusia tidak boleh dilakukan eksekusi langsung (dirampas), meski sudah memiliki sertifikat jaminan Fiducia.
Pemberi dan penerima fidusia harus menyepakati terlebih dahulu mengenai wanprestasi (cidera janji) perjanjian tersebut. Jika sudah ada kesepakatan dari para pihak, maka penerima dapat mengeksekusi secara langsung, akan tetapi jika tidak terdapat kesepakatan maka pelaksanaan eksekusi harus melalui Putusan Pengadilan.
Artinya penarikan kendaraan leasing tidak boleh dirampas secara sepihak, tetapi harus melalui persetujuan debitur.
Apabila debitur tidak setuju, maka leasing (debt collector ) harus membekali diri dengan Putusan Pengadilan sebagai syarat untuk penarikan kendaraan leasing yang tertunggak cicilannya.
Dengan berkaca dengan aturan leasing tentang penarikan kendaraan yang cicilannya tertunggak, pihak rental mobil sebagai pemilik kendaraan yang tidak dikembalikan penyewa, bisa berpedoman kepada aturannya.
Mungkin tidak harus dibekali dengan Putusan Pengadilan, minimal ketika dilakukan pengambilan kendaraan sewa yang tidak dikembalikan dikawal oleh aparat Kepolisian dan atau aparat Pemerintah Daerah setempat agar aman baik secara hukum maupun keselamatan diri.
Oleh Handra Deddy Hasan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H