Dengan adanya jaminan bahwa setiap individu memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum tanpa adanya diskriminasi atau keberpihakan, maka sekaligus mendukung hak asasi manusia dan keadilan dalam sistem hukum.
Agar tercipta prinsip equality before the law, maka Hakim yang mengadili perkara harus bersikap netral dan tidak memihak kepada pihak mana pun.
Sehingga para pihak yang berkepentingan harus memiliki kesempatan untuk menyampaikan argumen dan bukti-bukti mereka secara bebas, tanpa culas dan tanpa tekanan atau penuh dengan rekayasa.
Agar hakim bisa bertindak adil, maka Hakim harus bekerja secara independen tanpa adanya tekanan dari pihak mana pun, termasuk dari penguasa atau pihak lain yang berkepentingan.
Independensi Hakim sangat penting agar keputusan yang diambil dapat didasarkan pada hukum dan bukti-bukti yang valid.
Proses peradilan harus berjalan sesuai dengan aturan dan prosedur hukum yang berlaku, bukan malah pada awal penyidikan sudah direkayasa.
Termasuk semua pihak harus patuh terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan peraturan perundang-undangan yang relevan, serta prinsip-prinsip hukum yang berlaku.
Proses peradilan seharusnya berjalan dengan transparan (terbuka untuk umum) di mana masyarakat dapat memperoleh informasi secara jelas tentang tahapan proses peradilan dan keputusan yang diambil.
Hal ini juga mencakup akses yang memadai terhadap informasi dan dokumen-dokumen yang terkait dengan kasus.
Agar tercipta kepastian hukum di masyarakat.
keputusan yang diambil oleh pengadilan harus jelas (tidak mencla mencle), dapat dipahami, dan dapat dilaksanakan ketika diterapkan di lapangan.
Dengan tidak dipenuhinya kriteria narasi di atas, dapat dianggap bahwa Peradilan telah menjurus kepada Peradilan Sesat.