Video Viral Yang Menghina 'Gek Bali'
Oleh Handra Deddy Hasan
Perbuatan menghina siapapun baik orang perorangan ataupun kelompok merupakan perbuatan yang tidak bermartabat.
Akibat tindakan tersebut dapat menyakiti perasaan orang (kelompok) lain, merusak hubungan sosial dan menciptakan ketegangan ditengah masyarakat.
Sebagai manusia Indonesia yang Pancasilais, sebaiknya memperlakukan orang lain dengan hormat, tanpa merasa lebih hebat dan merendahkan martabat orang/kelompok lain.
Apalagi penduduk Indonesia sangat heterogen, berbeda satu sama lain karena dibangun dari berbagai suku, berbeda bahasa dan beragam adat istiadat.
Kalaupun ingin membuat konten yang menarik dari keragaman suku Indonesia, tampilkanlah keunikan, keindahan dan kesempurnaan dari masing-masing suku yang ada di Indonesia.
Pada prinsipnya, semua orang pantas untuk dihormati sebagai sesama manusia.
Narasi ini merupakan nasehat untuk penggiat media sosial. Dalam melakukan aktifitas membuat konten jangan hanya berfokus dengan tujuan asal viral saja.Â
Penggiat media sosial harus mempunyai pengetahuan khusus tentang hukum agar bisa memperhatikan rambu-rambu etika, norma hukum yang berlaku, agar tidak tersandung masalah.
Konten-konten yang bermuatan penghinaan, melanggar kesusilaan, kabar bohong (hoaks) dan ujaran kebencian, serta konten-konten lain yang berpotensi melanggar hukum sebaiknya dihindari.
Akhir-akhir ini viral di media sosial konten video yang berjudul 'Gek Bali'.
Gek adalah istilah yang digunakan untuk memanggil perempuan Bali.
Panggilan gek berasal bahasa Bali dari kata "jegeg" yang artinya "cantik".
Orang Bali menggunakan kata gek untuk menyapa gadis muda untuk membuat suasana lebih akrab.
Dalam video viral yang beredar di media sosial bukan memperlihatkan sosok cantik dan anggun Gek Bali, malah berkesan menghina dan merendahkan martabatnya.
Akibatnya konten milik akun @siniidigital yang mentransmisikan video Gek Bali mendapat kecaman dari warganet lantaran diduga melecehkan, menghina dan merendahkan martabat perempuan Bali.
Konten tersebut berisikan soal tawar menawar harga perempuan Bali (bisa dikatakan praktik prostitusi) oleh dua orang pria.
Dalam adegan video memperlihatkan perempuan yang memakai kebaya merah yang dinarasikan sebagai seorang perempuan Bali (Gek Bali) duduk bersebelahan dengan seorang pria berpakaian hitam.
Barang baru lagi nih, Gek Bali. Sule, selera bule. Dia jago banget bikin sate lilit, aromanya sambal matah," kata pria berbaju hitam dalam video yang seolah menawarkan perempuan tersebut ke pria lain.
Pria tersebut juga menjelaskan terkait kekurangan perempuan berkebaya merah di sebelahnya.
Setelah basa-basi tersebut berakhir, kemudian kedua pria saling tawar menawar harga perempuan yang dinarasikan sebagai Gek Bali.
"Opennya berapa?" tanya pria lain.
Full versi kayak gini Rp 5 juta," sahut pria berpakaian hitam.
Pada akhir durasi video, kedua pria terlihat menyetujui harga si perempuan sebesar Rp 9 juta.
(detikbali Senin, 20 Mei 2024 11:40 WIB).
Konten demikian yang ditransmisikan melalui media sosial, jelas-jelas merupakan pelanggaran hukum terhadap  Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang kemudian dirubah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2024 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
Video Viral Gek Bali Melanggar Pasal Penghinaan, Â Kesusilaan, Prostitusi dan Perdagangan Orang.
Pasal Penghinaan dan pencemaran nama baik yang terdapat dalam UU ITE merupakan pasal kontroversial selama ini.
Beberapa kelompok masyarakat merasa Pasal ini merupakan Pasal karet yang dapat membungkam suara kritis terhadap Pemerintah yang berkuasa.
Namun khusus untuk kasus Gek Bali terasa sangat berharga dan bermanfaat adanya Pasal tersebut untuk bisa digunakan menghukum pihak yang telah lancang menghinanya.
Penghinaan adalah tindakan yang bertujuan untuk merendahkan martabat atau harga diri seseorang atau kelompok dengan cara memberikan pernyataan atau informasi yang bersifat merendahkan, melecehkan, atau menghina individu atau kelompok tersebut.
Narasi video yang membuat adegan tawar menawar Gek Bali masuk kedalam katagori merendahkan derjat, melecehkan, menghina Gek Bali.
Perbuatan tersebut menggambarkan bahwa Gek Bali bukan manusia, tapi barang yang bisa diperjual belikan (praktik perbudakan di dunia telah dihapus.)
Â
Perilaku menghina Gek Bali dapat memiliki dampak yang serius terhadap orang Bali secara keseluruhan, baik secara psikologis maupun sosial.
Oleh karena itu, aturan hukum yang melarang penghinaan dan pencemaran nama baik, seperti yang diatur dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE di Indonesia sangat berguna untuk melindungi hak-hak individu dan kelompok dan sekaligus sebagai aturan untuk mencegah penyebaran informasi yang merugikan.
Dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE disebutkan bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik.
Jadi, jika seseorang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan atau mengirimkan informasi elektronik yang dianggap mengandung penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap orang lain, maka tindakan tersebut dapat dianggap melanggar Pasal 27 ayat 3 UU ITE di Indonesia.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 45 ayat 3 UU ITE dengan pidana penjara maksimal 4 tahun dan atau denda maksimal Rp750 juta.
Kalau kita cermati video viral Gek Bali bukan hanya merupakan sekedar merupakan konten penghinaan semata.
Video tersebut juga mengandung konten melanggar kesusilaan. Dalam narasi video menggambarkan transaksi pelacuran. Pelacuran merupakan perbuatan yang dilarang di Indonesia, sehingga narasi tersebut telah melanggar ketentuan Pasal 27 ayat 1 UU ITE yang melarang konten yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Selain itu adegan dan narasi yang ditampilkan dalam video tersebut juga bisa digunakan oleh pihak Kepolisian untuk menjadi pintu masuk penyelidikan adanya tindak pidana pelacuran dan/atau tindak pidana Perdagangan Orang.
Pria yang menggunakan baju hitam dan pihak yang membuat video bisa dikenakan Pasal 298 dan Pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang prostitusi.
Dalam Pasal 298 KUHP melarang siapa saja yang menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasan dan mengambil keuntungan atas kegiatan cabul yang dilakukan oleh orang lain dan acamanan pidananya maksimum 1 tahun 4 bulan.
Ancaman yang lebih berat dapat dituduhkan kepada orang yang berbaju hitam  dalam video dan pembuat konten apabila digunakan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO).
Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU TPPO setiap orang yang mengeksploitasi orang lain dapat dihukum pidana penjara maksimal 15 tahun dan pidana denda maksimal Rp 600 juta.
Dengan demikian pembuat konten viral Gek Bali bisa dikenakan beberapa Pasal pidana dalam UU ITE yaitu penghinaan dan pelanggaran kesusilaan.
Selain itu juga berpotensi telah melakukan tindak pidana lain secara bersamaan sebagaimana yang dimaksud dengan pidana pelacuran dan pidana Perdagangan Orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H