Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

WNI Menipu Perusahaan Singapura Menggunakan Teknologi Informasi

9 Mei 2024   15:21 Diperbarui: 10 Mei 2024   07:13 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Social engineering atau juga diterjemahkan dengan rekayasa sosial merupakan teknik manipulasi psikologis yang digunakan oleh pelaku kejahatan.

Pelaku dengan lihai memanipulasi korban agar mau memberikan informasi rahasia, mengakses sistem atau data sensitif, atau melakukan tindakan tertentu yang merugikan korban secara finansial.

Penjahat social engineering menggunakan keterampilan komunikasi, memanipulasi emosi, dan melakukan penipuan untuk memanfaatkan ketidaktahuan, kepercayaan, atau kebaikan korban.

Misalnya penjahat berpura-pura sebagai petugas Polisi menelpon korban dan menginformasikan kabar bohong bahwa anak korban menabrak anak kecil sampai meninggal.

Polisi gadungan tersebut kemudian meminta transfer sejumlah uang agar anak korban selamat dari jerat hukum.

Ada praktik lain yang juga sering berseliweran di media sosial. Tiba-tiba pengguna media sosial mendapat pesan melalui pesan Whatsapp dari suatu nomor yang menggunakan foto profile teman yang dikenalnya. 

Kalau penerima pesan tidak hati-hati dan mengira bahwa pengirim pesan tersebut benar-benar orang dikenalnya, maka penerima pesan berpotensi menjadi korban penipuan. 

Kelanjutannya biasanya pengirim pesan akan meminjam uang, mengajak bisnis atau merayu membeli barang-barang lelang murah yang ujung-ujungnya juga memancing korban untuk mengirim sejumlah uang.

Atau dengan teknik yang lebih canggih, misalnya dengan teknik Phishing.

Pelaku mengirimkan email atau pesan palsu melalui Whatsapp yang menyerupai komunikasi resmi dari perusahaan atau organisasi terkait, dengan tujuan untuk meminta informasi pribadi seperti kata sandi atau data keuangan.

Biasanya penjahat berpura-pura mengaku sebagai petugas bank, atau petugas Polisi seolah-olah mengirim surat tilang atau mengirim undangan perkawinan atau seolah-olah ada paket kiriman untuk korban.

Modus seperti ini selalu berubah sesuai dengan keadaan, terakhir banyak menggunakan modus mengaku petugas BPJS Kesehatan yang katanya akan menutup pelayanan kesehatan korban.

Apabila korban membuka tautan yang dikirim oleh penjahat, maka teknik phishingnya berhasil mencuri data-data korban.

Terakhir beredar kabar di media sosial bahwa beberapa nasabah Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Tabungan Negara (BTN) terkejut, karena tiba-tiba saldo di rekeningnya raib beratus juta rupiah.

Terlepas apakah ini hanya merupakan modus persaingan yang tidak sehat di kalangan bisnis industri perbankan atau benar-benar terjadi, karena modus kelanjutannya adalah ajakan pindah bank. Akibatnya BRI mensomasi beberapa pihak yang mengajak nasabah banknya lari ke bank lain.


Kalau memang benar terjadi, dapat diduga bahwa kejadian tersebut karena kelalaian nasabah menggunakan media sosial sehingga terkecoh oleh teknik phishing penjahat cyber.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun