Nampaknya kekepoan masyarakat akan bisa terjawab karena Kapolri membuka kemungkinan perkara bunuh diri Brigadir RAT dibuka kembali.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa sebelumnya pihak Kepolisian telah menutup kasus bunuh diri Brigadir RAT dengan kesimpulan penyebab kematian karena bunuh diri semata.
Dengan pernyataan Kapolri bahwa ada peluang untuk membuka kembali kasus kematian Brigadir RAT, maka masalah otopsi akan semakin relevan dilakukan.
Pilihan untuk melakukan otopsi terhadap jenazah Brigadir RAT semakin krusial dan penting untuk dilakukan.
Dalam kondisi dan semakin berkembangnya kasus kematian Brigadir RAT, apakah sekarang pihak keluarga telah mendapat pencerahan dan mengizinkan untuk melakukan otopsi.
Mudah-mudahan pihak keluarga menyadari bahwa otopsi memainkan peran penting dalam investigasi kematian yang mencurigakan untuk memastikan keadilan.
Seharusnya pihak keluarga mengambil inisiatif untuk melakukan otopsi tanpa menunggu pihak Kepolisian melakukannya agar kecurigaan atas kematian Brigadir RAT yang dirasakan pihak keluarga bisa terjawab.
Otopsi Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Di Indonesia.
Di Indonesia, otopsi diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Berikut adalah beberapa ketentuan hukum yang mengatur otopsi menurut hukum pidana Indonesia.
Berdasarkan Pasal 133 ayat 1 KUHAP dalam hal penyidik untuk kepentingan Peradilan suatu kematian yang diduga merupakan tindak pidana, maka penyidik mempunyai kewenangan mengajukan permintaan ahli, dokter atau ahli lainnya.
Kemudian berdasarkan Pasal 133 ayat 2 Keterangan ahli (dokter) tersebut dapat berupa pemeriksaan luka, atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat (otopsi).