Padahal Amicus Curiae bisa saja memperluas wawasan dan perspektif dari seorang Hakim dalam membuat suatu keputusan. Hal demikian sah-sah saja karena berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Hakim wajib menggali, mengikuti, memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Selain dari pada itu sebagaimana kita pahami, setiap individu hakim memiliki pendidikan, pengalaman dan latar belakang yang berbeda, yang dapat memengaruhi cara mereka melihat dan menganalisis kasus. Perbedaan ini bisa menyebabkan perbedaan pendapat dalam memahami dan menilai kasus yang sama.
Misalnya kita ambil contoh salah satu Majelis Hakim yang memeriksa perselisihan perkara Pemilihan Presiden 2024, Saldi Isra, sebelum menjadi hakim konstitusi, beliau adalah seorang guru besar (profesor) hukum tata negara di Universitas Andalas Padang Sumatera Barat. Sepanjang karier akademisnya, beliau menerima beberapa penghargaan sehubungan dengan upayanya melawan korupsi di Indonesia.
Sebagai pembanding dengan latar belakang yang berbeda misalnya Hakim lain dalam Majelis yang sama Ridwan Mansyur yang mempunyai latar belakang sebagai Hakim karir. Beliau memulai karirnya sebagai calon hakim pada Pengadilan Negeri Bekasi pada tahun 1986. Selanjutnya beliau menimba ilmu baik di dalam maupun diluar negeri, sehingga membuat kariernya berlanjut secara berjenjang menjadi Hakim, Ketua Pengadilan Negeri, Hakim Pengadilan Tinggi sampai Ketua Pengadilan Tinggi.
Kemudian pada tanggal 3 Oktober 2023 beliau terpilih menjadi Hakim Konstitusi dari unsur yudikatif (Mahkamah Agung) dan dilantik per 9 Desember 2023.Â
Perbedaan pendidikan dan pengalaman demikian bisa membuat perbedaan seorang Hakim dalam memahami dan mengalisis kasus yang sama.
Setiap hakim juga mungkin memiliki pendekatan hukum yang berbeda dalam menyelesaikan suatu kasus.
Ada Hakim yang mempunyai faham teoritis formal, namun ada juga Hakim yang pendekatannya lebih kepada substansi keadilan.
Pendekatan hukum yang berbeda bisa menghasilkan penilaian yang berbeda pula dalam kasus yang sama.Â
Dalam sistem peradilan, perbedaan pendapat di antara hakim dalam satu majelis adalah hal yang lumrah dan tidak aneh bahkan merupakan bagian dari proses hukum yang demokratis.
Perbedaan pendapat ini bisa memperkaya diskusi hukum, mempertimbangkan berbagai sudut pandang, dan menghasilkan keputusan yang lebih matang dan berkualitas.