Akibatnya keabsahan suatu perkawinan akan sangat beragam, tergantung kepada ketentuan agama yang dianut.
Kemudian untuk melanjutkan aturan ketentuan dalam UU Perkawinan tersebut terbitlah aturan pelaksanaannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (PP 9/1975).
Pada Bab II pasal 2 ayat 1 PP/1975 Â menjelaskan bahwa pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk (yang dimaksud adalah KUA)
Pada Bab II pasal 2 ayat 2 PP /1975 Â dijelaskan bahwa pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan.
Jadi kalau ingin nantinya pencatatan perkawinan dibawah satu atap KUA, maka ketentuan PP 9/1975 harus dirubah, karena dalam PP tersebut menyatakan perbedaan pencatatan perkawinan antara Muslim dan non Muslim. Bagi yang beragama Islam dalam PP 9/1975 disebutkan dicatat di KUA, sedangkan non Muslim di Kantor Pencatatan Sipil.
Kemudian beberapa Peraturan Menteri Agama yang merupakan aturan Pelaksana dari PP No 9/1975 perlu direvisi atau dicabut, karena akan menjadi tidak relevan lagi.
Misalnya Peraturan Menteri Agama yang menempatkan secara struktur organisasi KUA Kecamatan sebagai bagian unit pelayanan umat Islam sehingga dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
Jadi ide untuk menetapkan KUA menjadi Sentra pelayanan seluruh Agama tidak bisa dilakukan tanpa persiapan yang matang baik dari segi SDM dan dari segi regulasi.
Agar niat baik terlaksananya ide untuk menjadikan KUA melayani administrasi perkawinan seluruh masyarakat Indonesia (tidak peduli apapun agamanya) terwujud, sebaiknya Pemerintah melakukannya dengan sungguh-sungguh.
Tanpa keseriusan dan dilakukan asal-asalan, akan bisa menjadi boomerang, dimana dengan sistim yang ada sekarang tidak ada masalah, justru dengan adanya perubahan akan menyimpan potensi masalah benturan kerukunan umat beragama.
Sebagaimana dijelaskan di atas adanya KUA melayani seluruh umat tanpa memandang apa agamanya akan mendapat keuntungan mempersatukan masyarakat dan menjadikannya tidak terkotak-kotak (inklusif).