Dalam mengeluarkan hasilnya, Lembaga Survei biasanya menggunakan berbagai metode penelitian ilmiah, termasuk wawancara langsung, telepon, atau kuesioner daring, untuk mengumpulkan data dari responden yang mewakili beragam lapisan masyarakat.
Hasil survei yang diterbitkan oleh lembaga survei dapat memberikan informasi yang berharga bagi kandidat, partai politik, media, dan masyarakat umum dalam memahami dinamika politik dan preferensi pemilih.
Beberapa partai politik biasanya akan sering secara reguler merujuk hasil Lembaga Survei, apabila elektabiltasnya tinggi, karena bisa juga dijadikan bagian kampanye yang efektif.
Namun demikian, dalam proses pemilihan umum, hasil survei dari lembaga survei juga sering menjadi subjek perdebatan dan kritik.
Apalagi ternyata partai politik atau kandidat yang elektabiltasnya rendah akan sewot dan berusaha untuk mengkritik hasil survei karena tidak menguntungkan baginya dan merupakan publikasi yang sangat merugikan.
Kritikan yang dilakukan biasanya berkaitan dengan cara-cara metode survei, biasnya, dan tuduhan memanipulasi hasil survei dengan untuk kepentingan politik tertentu (survei pesanan).Â
Karenanya, penting bagi masyarakat untuk memahami dan menilai hasil survei dari berbagai lembaga dengan kritis dan melihatnya sebagai salah satu sumber informasi yang perlu dikonfirmasi dengan sumber-sumber lainnya.Â
Artinya masyarakat tidak perlu terlalu cepat menelan dan percaya begitu saja hasil dari suatu Lembaga Survei dalam Pemilu.
Aturan Hukum Yang Harus Ditaati Oleh Lembaga Survei
Sabagaimana telah disinggung di atas Lembaga Survei harus taat kepada aturan Pasal 449 ayat 2 UU Pemilu yang menyebutkan pengumuman hasil survei dilarang dilakukan dalam masa tenang, karena merupakan perbuatan pidana Pemilu yang dapat dikenakan sanksi pidana dan denda.
Artinya partisipasi masyarakat dalam bentuk sosialisasi Pemilu, pendidikan politik bagi Pemilih, survei atau jajak pendapattentang Pemilu, serta penghitungan cepat hasil Pemilu wajibmengikuti ketentuan yang diatur oleh Undang-Undang.