Dalam kasus seperti itu, meskipun tindakan itu dianggap tidak etis dan dapat dihukum secara etik tetapi tidak selalu dianggap sebagai pelanggaran hukum.
Misalnya dalam kasus Ketua Mahkamah Kontitusi (MK) Â Anwar Usman walaupun diberhentikan dari jabatan sebagai Ketua MK karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat, namun tidak bisa dijangkau dengan hukum pidana karena tidak ada aturan yang mengaturnya.
Atau misalnya dalam kasus Firli itu sendiri, seandainya dalam persidangan korupsi yang dituduhkan padanya tidak terbukti, maka Firli bisa bebas dari sanksi hukum, sedangkan dari segi etik bisa saja ternyata Firli terbukti misalnya melakukan pertemuan dengan pihak tersangka Korupsi atau tidak benar melaporkan harta kekayaan, atau manipulasi utang yang terkait dengan penyewaan rumah di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H