Semua orang  menyadari bahwa tahun ini merupakan tahun politik. Tahun dimana terjadi Pemilihan Presiden dan Wakil Rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baik di daerah maupun di Pusat.
Sebetulnya rutinitas pemilihan calon anggota legislatif setiap lima tahun di Indonesia memiliki beberapa makna penting.
Proses Pemilihan wakil rakyat di DPR merupakan perwujudan dari sistem demokrasi di mana rakyat memiliki hak untuk memilih wakil mereka sendiri yang akan mewakili kepentingan dan aspirasi mereka di DPR.
Adanya rutinitas setiap 5 tahun sekali memungkinkan rakyat untuk mengevaluasi kinerja para anggota legislatif yang sudah terpilih sebelumnya.Â
Pemilihan ulang setiap lima tahun memberi kesempatan bagi publik untuk memutuskan apakah mereka ingin mempertahankan atau mengganti wakil mereka berdasarkan prestasi mereka.
Kegiatan  pemilihan calon anggota legislatif juga menciptakan kesadaran politik di kalangan masyarakat. Memilih wakil rakyat akan memotivasi partisipasi aktif warga negara dalam proses politik dengan memberikan suara mereka dalam pemilihan umum.
Adanya rutinitas momen pemilihan umum memberikan kesempatan untuk mengubah arah kebijakan nasional dengan memilih calon yang menawarkan platform atau program yang lebih sesuai dengan kebutuhan rakyat saat ini.
Jadi dapat dikatakan secara keseluruhan bahwa rutinitas pemilihan calon anggota legislatif setiap lima tahun adalah momen penting dalam perjalanan demokrasi di Indonesia, memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses politik dan memilih pemimpin yang mereka percayai untuk mewakili mereka di DPR.
Tujuan Orang Nyaleg.
Walaupun mungkin tujuan orang untuk nyaleg (menjadi calon anggota legislatif ) berbeda-beda, tetapi secara normatif seharusnya mereka memiliki motivasi untuk melayani masyarakat dan mengubah kondisi bangsa ke arah yang lebih baik.
Hal tersebut karena sebagaimana diuraikan di atas, masyarakat pemilih menganggap ini adalah peristiwa penting dan mempunyai harapan besar terhadapnya.
Seharusnya seorang anggota DPR yang terpilih nantinya  menjadi suara bagi masyarakat di berbagai level ( nasional dan daerah) untuk mengadvokasi kepentingan dan masalah yang dihadapi oleh warga negara.
Setelah duduk dan mempunyai kewenangan maka anggota DPR memiliki peluang untuk mempengaruhi dan merancang kebijakan yang dapat memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, pendidikan, dan lainnya di Indonesia.
Sudah selayaknya seorang Anggota DPR berusaha untuk membawa perubahan positif dalam pemerintahan dan sistem politik dengan memberikan kontribusi aktif dalam proses legislatif.
Konsekwensi logis, apabila anggota DPR yang telah berbuat dan disaksikan oleh masyarakat di gelanggang terbuka maka karier politiknya akan moncer (bersinar, cemerlang).
Anggota DPR yang demikian pantas memilih jalur karir politik untuk memperluas pengaruh, kekuatan politik, dan pencapaian pribadi membuat sejarah di Indonesia.
Modal Untuk Nyaleg
Oleh karena untuk nyaleg bukanlah pekerjaan biasa, maka ketika seseorang  memutuskan akan menjalaninya harus mempunyai modal atau harus memenuhi persyaratan.
Untuk menjadi calon anggota legislatif DPR di Indonesia, seseorang harus memenuhi beberapa persyaratan yang termasuk modal untuk mengikuti proses pemilihan.
Selain persyaratan formal seperti, warga negara Indonesia, anggota Partai Politik, memenuhi persyaratan tingkat pendidikan dan persyaratan usia, ada lagi yang harus dipenuhi oleh para caleg.
Yaitu seorang caleg harus  bersih dari perbuatan kriminal, sehingga tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.
Setelah terpilih nantinya, para calon bersedia untuk melepaskan jabatan yang dipunyai sebelumnya untuk menghindari konflik kepentingan.
Apabila seorang anggota DPR memiliki konflik kepentingan dalam menjalankan tugasnya dapat menghambat kinerja sebagai anggota legislatif.
Hal yang sangat penting dari semua persyaratan disebut di atas bagi seorang caleg adalah modal UANG.
Modal finansial dan pembiayaan yang memadai merupakan syarat mutlak bagi seorang untuk nyaleg, karena proses pemilihan caleg membutuhkan uang yang banyak.
Caleg Ditipu Pinjaman Bodong
Modal uang banyak untuk nyaleg, bukanlah omong kosong. Harian Kompas Rabu 15 November 2023 menegaskan asumsi publik bahwa untuk menjadi wakil rakyat membutuhkan dana besar.
Hal ini diperjelas ketika ada pemberitaan puluhan orang caleg tertipu karena tergiur jasa pinjaman instan puluhan miliar oleh NZ (52).
Salah seorang caleg DPRD DKI berinitial M yang berniat meminjam sejumlah Rp 30 miliar dan telah menyerahkan uang senilai Rp 23 juta kepada NZ untuk uang koper dan mesin hitung uang.
Kemudian caleg DPR berinitial B yang rencananya akan meminjam sejumlah Rp 50 miliar, telah menyerahkan dana awal Rp 200 juta kepada NZ.
Keduanya telah tertipu oleh NZ, karena dana pinjaman yang dijanjikan tidak pernah ada.
Menurut Kepala Kepolisian Sektor Tambora yang menahan dan memeriksa NZ, Â sindikat ini tidak hanya beroperasi di Jakarta, juga merambah ke daerah lain yaitu di Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku (Kompas, Rabu 15 November 2023).
Apa arti dan makna pemberitaan harian Kompas di atas?
Hal pertama yang dapat dimaknai dari pemberitaan di atas bahwa untuk nyaleg dibutuhkan dana besar.
Caleg dengan dana terbatas atau tidak ada sama sekali alias tongpes (kantong kempes)Â tidak selayaknya maju untuk menjadi caleg.
Tipe caleg yang tidak mempunyai uang sangat beresiko untuk maju, karena akan membabi buta pinjam sana sini dengan konsekwensi salah satunya seperti cerita di atas tertipu.
Artinya caleg dengan dana terbatas, jangankan memperjuangkan aspirasi rakyat untuk memperjuangkan dirinya sendiri tidak pernah mampu.
Dalam skenario kedua seandainya pinjaman yang ditawarkan kepada caleg yang tidak punya dana, memang benar adanya. Sebagaimana kita ketahui setiap pinjaman selalu mempertimbangkan kelayakan akan pengembaliannya (return).
Peminjam atau kreditur bukanlah sinterklas yang membagi-bagikan uang gratis. Setiap pinjaman yang dikucurkan, apalagi tanpa jaminan, tentunya dengan pertimbangan kelayakan yang serius.
Kemungkinan kelayakan yang serius dari pinjaman bagi caleg adalah apabila terpilih menjadi wakil rakyat. Artinya pertimbangan utama kreditur dalam memberikan pinjaman kepada caleg semata-mata berdasarkan keyakinan bahwa debitur (peminjam) akan terpilih nantinya. Karena dengan terpilihnya peminjam, dari sanalah sumber pembayaran dari pinjaman (return).
Dari pengakuan jujur Ahmad Lukman Jupiter anggota DPR DKI dari Fraksi Nasional Demokrat (Nasdem) penghasilan yang diterimanya sebulan sebesar Rp 83 juta.Â
Dari jumlah tersebut setelah dikurangi dengan Dana Partai, kegiatan sosial dan menggaji 5 orang staf mempunyai sisa sejumlah Rp 23 juta untuk pribadinya (Kompas, Rabu 15 November 2022).
Artinya dari pengakuan anggota DPR tersebut, hanya uang Rp 23 juta yang bisa digunakan untuk cicilan pelunasan hutang, dengan catatan bahwa uang tersebut pun harus dikeluarkan untuk biaya hidup sehari-hari.
Anggaplah anggota DPR tersebut hidup sederhana dengan keluarganya sehingga hanya membutuhkan uang Rp 15 juta sebulan untuk kehidupan sehari-hari. Sehingga bersisa uang sejumlah Rp 8 juta untuk pelunasan pinjaman.
Sedangkan apabila seorang anggota DPR duduk karena mendapat pinjaman, maka setelah melakukan perhitungan, cicilan bulanan dari pinjaman pokok sebesar Rp 30 miliar dengan bunga pinjaman 6% per tahun (bunga bank paling rendah) dalam jangka waktu 5 tahun adalah sekitar Rp 579.227.348,88. dan kalau dibulatkan kira-kira Rp 580 juta perbulan.
Angka tersebut jauh betul dari perkiraan penghasilan yang akan diperoleh seorang yang telah mendapatkan kursi di DPR.
Secara hitung-hitungan normal seorang anggota DPR di DKI dengan demikian tidak akan pernah sanggup melunasi hutang sebesar Rp 30 miliar yang berasal dari penghasilannya sebagai wakil rakyat.
Maka sangat masuk akal bahwa anggota DPR yang tersangkut hutang untuk duduk sebagai anggota DPR terpaksa akan melakukan hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang.
Kemungkinannya adalah dengan menerima gratifikasi dan atau menyelewengkan kekuasaan yang dipunyainya secara tidak sah untuk mengumpulkan mengembalikan uang pinjaman.
Perbuatan-perbuatan yang menyelewengkan kekuasaan, menerima suap, menerima gratifikasi merupakan perbuatan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Korupsi).
Ada kemungkinan, inilah penyebab fenomena yang terjadi dimana kasus tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) banyak melibatkan anggota DPR.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H