OJK Memberikan Batasan Penagihan Pinjol
Oleh Handra Deddy Hasan
Ada kalanya dalam kehidupan keputusan untuk berutang menjadi kebutuhan untuk memenuhi masalah finansial seseorang.
Secara teoritis tindakan berutang dapat dikatagorikan sebagai berutang yang produktif dan berutang demi memenuhi kebutuhan yang konsumtif sifatnya.
Misalnya untuk biaya pendidikan yang tinggi, sehingga akan menjadi beban finansial, salah satu cara untuk memenuhinya orang akan berutang.
Demi mendukung pendidikan mereka (baik untuk dirinya maupun untuk anak-anak), mereka memutuskan untuk berutang.
Kondisi saat ini sangat jauh berbeda dibandingkan zaman dahulu dimana orang memperoleh properti (misal membeli rumah) membayar secara cash (uang kontan hasil menabung).
Masyarakat sekarang (apalagi kaum muda) memerlukan pinjaman (berutang) untuk bisa membeli rumah.
Kemudian bagi pedagang atau usahawan agar bisa mengakselerasi kemajuan usaha, mereka memilih untuk berutang.
Memulai atau mengembangkan usaha butuh modal atau tambahan modal. Biasanya untuk memenuhi hal tersebut dengan cara berutang.
Tujuan berutang demi pendidikan, membeli properti, atau untuk investasi, dipandang sebagai tindakan berutang yang benar dan bijak.
Namun ada juga orang berutang dengan tujuan memenuhi konsumtif sifatnya.
Misalnya pembelian mobil atau kendaraan lainnya untuk kebutuhan transportasi.
Atau berutang untuk pengeluaran sehari-hari atau kebutuhan konsumtif ketika misalnya penggunaan kartu kredit yang tidak terkontrol.
Atau bisa jadi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena biaya hidup tidak sesuai dengan pendapatan alias pendapatan tidak mencukupi.
Yang paling parah adalah berutang karena adanya kebutuhan mendesak.
Situasi darurat atau kebutuhan mendesak seperti pengobatan medis, perbaikan rumah, atau kebutuhan mendesak lainnya dapat membuat orang terjerumus untuk berutang.
Memang banyak alasan untuk berutang, namun perlu dicermati dan dimahami alasan di balik keputusan berutang agar berutang tidak mempunyai masalah dibelakang hari.
Penagih Utang (Debt Collector)
Salah satu resiko kalau tidak bisa mengelola utang adalah akan berhadapan dengan penagih utang atau dikenal sebagai debt collector.
Walaupun, seharusnya dan sudah selayaknya suatu utang harus dibayar, namun ada saja hal-hal yang bisa membuat orang terjerat utang. Sehingga tidak bisa melunasi utangnya.
Dalam kondisi ini biasanya yang berutang akan berhadapan dengan debt collector.
Debt collector adalah individu atau perusahaan yang dipekerjakan untuk mengumpulkan pembayaran yang belum dibayarkan atau utang dari individu atau perusahaan lain.
Mereka dapat bekerja untuk kreditur asli atau membeli utang dari kreditur asli dengan harga diskon (factoring) dan kemudian melaksanakan haknya untuk menagih.
Tugas utama debt collector adalah mendatangi peminjam yang memiliki tunggakan pembayaran.
Mereka melakukan upaya dengan mendatangi peminjam agar membayar utang tersebut, baik melalui panggilan telepon, surat, atau kunjungan pribadi.
Debt collector diharapkan untuk mematuhi peraturan dan etika yang ketat dalam upaya melakukan penagihan.
Dalam kenyataan di lapangan banyak penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan debt collector. Sehingga profesi debt collector di mata masyarakat lebih banyak negatifnya dibanding positif.
Padahal profesi debt collector sebagaimana dengan profesi lainnya juga diatur dan harus patuh kepada Undang-Undang atau regulasi yang berlaku di Indonesia.
Aturan Baru bagi Debt Collector
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat merasakan keresahan dan kesulitan masyarakat dalam berhadapan dengan Debt Collector.
Agar kegiatan Debt Collector tidak kebablasan dan mengganggu serta meresahkan masyarakat, maka OJK mengeluarkan aturan baru.
OJK melarang debt collector perusahaan pinjol untuk melakukan penagihan kepada penerima dana sepanjang waktu, tanpa batas.
OJK mengatur penagihan hanya dilakukan pada pukul 08.00 sampai 20.00 pada wilayah waktu alamat penerima dana.
Hal tersebut tertuang dalam surat edaran OJK atau SEOJK No.19/SEOJK.06/ 2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).
Jadi penagihan harus dilakukan pada jam-jam tertentu, ada batas waktunya, tidak bisa dilakukan dalam 24 jam sehari.
Dalam salinan surat edaran OJK tersebut, penagihan juga hanya dapat dilakukan melalui jalur pribadi di tempat alamat penagihan, atau domisili penerima dana.
Regulasi dan Etika Debt Collector Dalam Melakukan Penagihan
Walaupun setiap utang yang telah jatuh tempo bisa ditagih, namun debt collector dalam melakukan penagihan yang menggunakan sarana komunikasi juga tidak diperkenankan dilakukan secara terus-menerus yang bersifat mengganggu.
Untuk menghindari kesalahan pahaman (agar tidak dikira/dituduh perampok) seorang debt collector harus menggunakan kartu identitas resmi yang dikeluarkan pihak yang berkepentingan, yang dilengkapi dengan foto diri yang bersangkutan.
Malah agar sesuai dengan hukum formal, seharusnya debt collector juga dilengkapi dengan Surat Kuasa sesuai dengan aktifitas penagihannya.
Penagihan penerima dana pinjol misalnya juga harus dilakukan dengan menghindari penggunaan kata atau tindakan yang mengintimidasi dan merendahkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), harkat, martabat, dan harga diri.
Sudah seharusnya debt collector mematuhi beberapa aturan dan etika yang berlaku dalam melakukan penagihan yang sarat dengan resiko kekerasanÂ
Misalnya seperti yang disinggung diatas tidak menagih di waktu yang tidak pantas. Sesuai aturan dan etika debt collector tidak boleh menelepon atau mengirim pesan kepada peminjam pada waktu yang tidak pantas, seperti larut malam atau sangat pagi.
Hal yang sering terjadi di lapangan adalah debt collector sering menggunakan ancaman atau pelecehan.
Banyak pihak yang berutang didatangi ke kantornya tempat yang berutang bekerja oleh debt collector dengan sengaja berteriak keras dan kata-kata kasar dengan tujuan mempermalukan.
Seharusnya debt collector dalam menjalankan tugasnya tidak melakukan ancaman, pelecehan, atau tindakan yang merugikan peminjam secara fisik atau emosional.
Hal yang juga sering terjadi debt collector memberikan informasi pribadi peminjam kepada pihak lain yang tidak berkepentingan.
Tindakan ini bukan hanya sekedar melanggar etika, tapi jelas-jelas merupakan pelanggaran hukum karena telah melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Selain itu debt collector ketika bekerja menemui yang berutang seharusnya memberikan informasi yang jelas dan akurat mengenai jumlah utang, hak peminjam, dan informasi terkait lainnya.
Jangan membohongi atau nenyamarkan Identitas agar bisa bertemu dengan pihak yang berutang.
Tindakan membohongi atau menyamarkan identitas saat berkomunikasi dengan peminjam dapat menimbulkan ketidak percayaan dan akan membuat kisruh suasana.
Apabila dalam praktik di lapangan para debt collector patuh kepada aturan dan etika dalam penagihan utang akan sangat membantu membuat citra profesi debt collector positif.
Selain itu kepatuhan debt collector akan aturan hukum dan etika akan membuat masyarakat menjadi aman dan nyaman untuk membayar utangnya.
Sehingga ekses-ekses yang tidak perlu, seperti perkelahian massal atau penganiayaan baik kepada yang berutang maupun terhadap debt collector sendiri tidak akan terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H