Kita tidak mempunyai informasi yang cukup apakah masyarakat sekitarnya (tokoh agama) secara sosial dan agama sudah memperingatkan atau menghukum akibat praktik poliandrinya.
Sebagaimana kita ketahui dalam agama Islam poliandri haram hukumnya, maka apabila Suriani beragama Islam, sanksi hukum agamalah yang akan diterimanya yaitu berupa dosa karena melakukan perbuatan yang dilarang agama.
Kemudian dilanjutkan dengan skenario kedua dengan asumsi perkawinan kedua Suriani dengan AS tercatat kemudian perkawinan ketiganya dengan SN tidak tercatat.Â
Dalam alternatif kedua ini kurang lebih sama dengan alternatif pertama, dimana pencegahan tidak dapat dilakukan dan poligami yang dilakukan Suriani masuk ke wilayah norma sosial dan agama.
Perbedaannya terletak pada Suriani bisa dijangkau dengan ketentuan pidana Zina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 284 KUHP karena hubungan Suriani dengan suami ketiga SN dianggap dilakukan dengan suami yang tidak sah.
Namun masalahnya Zina yang dimaksud dalam Pasal 284 KUHP merupakan delik aduan, hanya AS (suami kedua) sebagai suami yang sah bisa mengadukan ke Polisi bahwa Suriani telah berzina dengan SN (suami ketiga) dan dengan demikian barulah Polisi bisa melanjutkan perkara pidananya.
Dalam kenyataannya, sebelum terjadi pembunuhan, nampaknya AS tidak keberatan atas hubungan Suriani dengan SN.
Skenario ketiga sekaligus merupakan skenario terakhir dimana seluruh perkawinan yang dilakukan oleh Suriani dengan suami keduanya AS dan suami ketiganya SN tercatat.
Dalam skenario ketiga ini ada beberapa Pasal pidana yang telah terlanggar oleh mereka yang terlibat poliandri.
Yang pertama adalah perbuatan pidana yang diatur dalam pasal 279 ayat (1) KUHP karena telah melakukan poliandri.
Selain itu pihak-pihak yang memalsukan indentitasnya agar poliandri bisa dilaksanakan juga bisa dikenakan Pasal 277 KUHP.
Sebagaimana telah kita bahas diatas bahwa Undang-Undang Perkawinan Indonesia tidak memperbolehkan adanya poligami.