Seperti yang sering dikatakan orang, peserta program kedokteran yang curang seperti ular mencari penggebuk. Sehingga menjadi pucuk dicinta ulam tiba bagi senior yang mempunyai niat jahat.
Tekanan akademik yang tinggi dalam pendidikan dokter spesialis juga membuat keadaan menjadi semakin buruk  karena meningkatkan tingkat stres dan ketegangan di antara para mahasiswa.
Ketika mahasiswa menghadapi beban kerja yang berat, tenggat waktu yang ketat, dan tuntutan akademik yang tinggi, mereka mungkin merasa terbebani secara emosional dan fisik.
Dalam situasi-situasi ini, beberapa orang jahat yang mempunyai kekuasaan bisa saja menyelewengkan kekuasaannya untuk melakukan perundungan dengan menawarkan siasat seolah-olah memberikan pertolongan.
Keadaan akan menjadi sangat parah, ketika perundungan sudah merupakan peristiwa sejarah berkelanjutan (konvensi).
Artinya pelaku perundung saat ini adalah korban perundungan masa lalu. Batas antara pelaku dan korban menjadi kabur dan hanya dibatasi oleh lini waktu.
Peristiwa perundungan terjadi berkelanjutan dan menjadi budaya di komunitas peserta pendidikan dokter tanpa bisa dihentikan.
Malah beberapa korban tidak merasa lagi perundungan merupakan hal yang tidak etis atau telah melanggar hukum ataupun kalau merasa tidak benar akan menyimpan dendam untuk membalasnya  suatu saat nanti.
Dalam kondisi demikian RS sebagai pihak yang berkompeten untuk mengawasi dan mengontrol stake holder pendidikan dokter akan menjadi tidak berdaya.
Sehingga pengawasan yang dilakukan oleh RS atas tindakan perundungan yang tidak diinginkan menjadi mandul.
Perundungan (Bullying) Merupakan Tindak Pidana.
Memperhatikan hasil temuan Kemenkes tentang aktifitas perundungan yang dilakukan oleh pelaku, penulis melihat bahwa perbuatan perundungan tidak hanya sekedar merupakan perbuatan tidak etis.