Sejauh ini Polisi mengedepankan restorative justice untuk kasus ini dibandingkan dengan menggali dan mencari tersangka dalam kasus pidananya.
Polisi bisa saja memulai penyelidikan berdasarkan Pasal 277 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dimana seseorang yang dengan sengaja menggelapkan asal usul seseorang diancam dengan pidana penjara maksimal selama 6 tahun.
Atau Polisi juga bisa mengancam orang tua yang tidak mau melakukan tes DNA berdasarkan Pasal 278 KUHP, dengan alasan siapa yang mengakui seseorang sebagai anaknya, padahal bukan, diancam dengan pidana penjara maksimal selama 3 tahun.
Dalam hal ini Polisi mencoba mencari kebenaran material tanpa harus melalui proses Pengadilan dengan menghukum, memenjarakan siapa yang salah.
Bahkan Polisi dalam mencari keadilan agar perkara bisa memuaskan para pihak dengan menggunakan bantuan teknologi masa kini.
Upaya tersebut jelas dengan aktifnya Polisi menawarkan Pemeriksaan DNA Â kepada orang tua pelapor dan orang tua yang dicurigai bayinya tertukar serta dibantu oleh pihak Rumah Sakit dengan Pemeriksaan DNA gratis.
DNA adalah singkatan dari deoxyribonucleic acid dimana pemeriksaannya bisa digunakan untuk menentukan asal usul keturunan seseorang.
Atau dengan bahasa sederhana, Â metode Pemeriksaan DNA bisa menentukan dengan gampang dan akurat siapa orang tua bayi yang baru dilahirkan.
Metode Pemeriksaan Asal Usul Manusia Yang Telah Maju.
Polisi sebagai pihak penyidik yang sedang menjalani dan mencari restorative justice sangat terbantu dengan adanya metode pemeriksaan DNA untuk menentukan asal usul seseorang.
Pemeriksaan DNA memiliki tingkat keakuratan yang tinggi dalam membuktikan asal usul seseorang.
DNA merupakan materi genetik yang unik bagi setiap individu, walau bagi saudara kembar identik sekalipun.