Sebaiknya Guruh Soekarnoputra Menempuh Upaya Hukum Untuk Melakukan Perlawanan Eksekusi Pengadilan.
Oleh Handra Deddy Hasan
Tidak semua orang bisa memahami betapa melelahkannya berperkara di Pengadilan.
Hanya orang-orang yang pernah menghadapi dan memperjuangkan haknya sesuai hukum yang paham betapa melelahkan berjuang secara perdata di Pengadilan.
Bagi yang belum pernah mengalami, mungkin hanya akan berpikir bahwa memperjuangkan haknya secara perdata atas kepemilikan rumah misalnya hanya sebatas mempersiapkan dokumen-dokumen hukum.
Banyak yang sebelum merasakan praktik nyata berpikir persiapan berperkara hanya sekedar menyiapkan bukti, tunjuk Pengacara, maka perkara akan beres sendirinya. Seolah-olah keadilan sudah menunggu di ujung lorong. Dalam kenyataannya tidak sesederhana seperti hal tersebut.
Lika-liku Berjuang Mempertahankan Hak Perdata
Semua orang tidak akan suka menerima musibah, semua berharap mendapat berkah dalam kehidupannya.
Namun kadang-kadang untung tidak dapat diraih, malah musibah yang datang menindih.
Salah satu musibah yang tidak dapat ditolak adalah masalah berperkara memperjuangkan hak Perdata di Pengadilan.
Suatu ketika secara tiba-tiba bisa saja hak yang kita miliki secara sah dipermasalahkan.
Ada saja orang-orang tertentu yang secara melawan hukum tapi menggunakan hukum untuk mempermasalahkan hak-hak yang kita punyai secara sah.
Apabila terjadi Hal demikian, apa yang harus kita lakukan?
Hal yang pertama yang harus dilakukan adalah mencari dan menunjuk seorang Pengacara untuk bisa mendampingi permasalahan.
Nasehat ini bukan hanya bagi yang awam hukum tapi berlaku juga untuk yang paham hukum. Hal tersebut dikarenakan hukum dan keadilan adalah masalah persepsi, sehingga dibutuhkan pikiran yang obyektif dan jernih untuk bisa menganalisa dengan tepat.
Makanya sering kita lihat dalam pemberitaan seorang yang mempunyai profesi advocate tetap saja menggunakan Pengacara apabila tersandung masalah hukum.
Pihak yang terlibat secara pribadi yaitu pihak yang mendapat musibah tidak bisa lagi berfikir jernih. Oleh karena itu orang yang punya masalah hukum, walaupun mengerti hukum tetap membutuhkan seorang Pengacara.
Tips yang perlu diperhatikan dalam pemilihan dan penunjukan Pengacara adalah selain punya kapabilitas yang paling penting diatas segalanya adalah yang punya integritas.
Pengacara yang jujur, setia lebih berharga dari Pengacara yang pintar.
Pengacara yang kurang kapabilitasnya masih bisa diharapkan dengan berdiskusi tentang masalah yang kita hadapi, tapi Pengacara yang tidak punya integritas bisa berbuat apa saja untuk menjatuhkan kita.
Pengacara yang tidak punya integritas bisa main mata dengan pihak lawan atau tidak menceritakan kondisi perkara yang sebenarnya.
Mempersiapkan bukti-bukti untuk bertarung di Pengadilan
Setelah beres dengan penunjukan Pengacara, tahap berikutnya adalah mempersiapkan bukti-bukti untuk diadu dengan pihak lawan di Pengadilan.
Dalam mempersiapkan bukti untuk ditampilkan di Pengadilan tidak ada yang bisa dilakukan oleh pihak yang berperkara. Tugas ini lebih dominan dilakukan oleh Pengacara yang kita tunjuk.
Hal yang perlu dijaga oleh pihak yang berperkara adalah menjaga semua bukti-bukti asli tidak hilang atau sulit dihadirkan pada waktu akan ditampilkan.
Khusus untuk keperluan analisa dan merupakan pegangan Pengacara cukup diberikan berupa copy sesuai asli.
Tindakan tabu dan sangat dilarang yang bisa dilakukan oleh pihak yang berperkara adalah merusak barang bukti, merekayasa (memalsukan) bukti dengan gaya sok pintar agar kelihatan menjadi bukti yang kuat.
Karena merekayasa bukti atau memalsukan bukti bisa mengakibatkan blunder. Merekayasa bukti malah membuat masalah baru karena melakukan pemalsuan merupakan tindak pidana yang mempunyai sanksi hukuman penjara dan tentunya berakibat juga melemahkan kualitas bukti yang ada.
Tahapan Berperkara Di Pengadilan.
Berperkara memperjuangkan hak Perdata di Pengadilan harus siap-siap untuk nafas panjang.
Selain persiapan finansial, juga harus siap secara mental, karena dalam kenyataannya berperkara di Pengadilan akan mempunyai tahap-tahap yang melelahkan sejak dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.
Walaupun sekuat apapun bukti hukum yang kita punyai dan sebagus apapun argumentasi Pengacara bahkan ketika Hakim Pengadilan Negeripun telah memutuskan dengan telak bahwa yang berhak secara hukum adalah pihak kita, pihak lawan tidak akan pernah menyerah.
Pihak lawan dengan segala kekurangan dan atau tidak punya bukti sama sekali akan tetap berusaha untuk banding ke Pengadilan Tinggi.
Begitu juga ketika kalah lagi di Pengadilan Tinggi akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Bahkan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) akan ditempuh pihak lawan, walau sebenarnya mereka tidak mempunyai bukti sama sekali.
Banyak pengamat berkomentar bahwa upaya hukum luar biasa saat ini sudah menjadi biasa, karena pihak-pihak yang berperkara ngotot tanpa dasar dan mengajukan PK hanya sekedar memuaskan nafsu serakah saja.
Setelah melewati semua yang melelahkan dan Mahkamah Agung memutuskan tentang kebenaran hak yang kita miliki bukan berarti masalah selesai dan kita bisa menikmati semua hak-hak yang kita miliki.
Kadang-kadang obyek yang menjadi sengketa masih dikuasai oleh pihak lawan, sehingga masih dibutuhkan upaya hukum ekstra yang dinamakan dengan upaya paksa melakukan pengosongan, ketika pihak yang tidak berhak masih menguasai obyek sengketa.
Upaya Paksa Pengosongan Melalui PengadilanÂ
Upaya hukum terakhir untuk menguasai dan menikmati hak yang kita miliki, setelah mengalami pengalaman hukum yang melelahkan adalah melakukan upaya paksa pengosongan.
Upaya hukum tersebut akan dilakukan melalui Pengadilan agar sah apabila pihak yang kalah tidak mau menyerahkan secara suka rela.
Upaya pengosongan yang sedang trending di media saat ini adalah upaya paksa pengosongan rumah anak proklamator Guruh Soekarnoputra di daerah Jakarta Selatan.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan mengeksekusi rumah Guruh Soekarnoputra di Jalan Sriwijaya III Nomor 1, Kebayoran Baru, Jaksel.
Upaya paksa pengosongan oleh Pengadilan dilakukan sebagai buntut Guruh kalah dalam gugatan perdata melawan Susy Angkawijaya.
Namun ternyata Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) batal mengeksekusi rumah Guruh Soekarnoputra di Jakarta dengan alasan kondisi di rumah Guruh tidak kondusif.
Djuyamto sebagai pejabat humas PN Jaksel mengatakan situasi yang tidak kondusif ditandai dengan adanya sejumlah massa yang berjaga di rumah Guruh.
Sementara itu, kata Djuyamto, belum terlihat aparat keamanan berjaga. Biasanya dalam upaya pengosongan yang dilakukan Pengadilan akan dikawal sejak dari RT, RW, kelurahan, Polisi, bahkan Tentara. (detiknews, Kamis, 03 Agustus 2023 13:26 WIB)
Jadi untuk mendapatkan hak kita secara utuh setelah menempuh upaya hukum melalui Pengadilan yang panjang ternyata tidak mudah.
Apabila obyek sengketa masih dikuasai oleh pihak lawan maka pihak yang berhak akan menemui kendala menikmati keadilan.
Sehingga untuk  menyelesaikan kendala harus dilakukan upaya hukum dengan melakukan Eksekusi secara sah melalui Pengadilan.
Upaya Eksekusi melalui Pengadilanpun tidak berjalan mulus begitu saja, pihak tereksekusi biasanya akan melakukan perlawanan diluar hukum, seperti menghadang dengan massa atau preman agar Pengadilan menunda, membatalkan Eksekusi.Biasanya pihak yang kalah (tereksekusi) selain mengerahkan massa juga akan menyampaikan dalil-dalil hukum untuk menarik simpatik publik kepada media.
Padahal dalil-dalil yang disebutkan tersebut sudah basi dan pasti tidak mangkus secara hukum. Buktinya dalil-dalil tersebut tidak dijadikan bahan pertimbangan di tiga tingkat Pengadilan sehingga kalah berperkara.
Khusus untuk perkara Guruh Soekarnoputra sangat disayangkan kalau seandainya seperti dalam berita Detiknews di atas, beliau menggunakan cara-cara diluar hukum untuk menghadapi Eksekusi Pengadilan yang sah.
Sebagai seorang putra Proklamator yang sangat kita hormati dan kagumi seharusnya Guruh tidak menggunakan cara-cara diluar hukum, karena bisa merusak citra Bung Karno dan keluarga.
Apalagi saat ini Megawati Soekarnoputri sebagai pemegang estafet Bung Karno di Bidang Politik secara tidak sengaja bisa saja terkena imbas (terbawa-bawa) kalau Guruh salah langkah dalam menyikapi masalah hukum.
Ingat bahwa orang tidak akan tersandung dengan batu besar, biasanya kerikil-lah yang membuat orang jatuh. Masalah Eksekusi Pengadilan rumah Guruh  hanya merupakan masalah kecil bagi keluarga Bung Karno, namun apabila salah langkah bisa menjadi runyam akibatnya.
Sebaiknya, apapun permasalahan hukum yang menimpa Guruh, seharusnya menempuh jalur hukum agar kehormatan diri dan keluarganya tetap terjaga.
Kalau Guruh merasa ada mafia yang mengerjainya, harusnya Guruh membuat laporan Polisi dengan membawa bukti-bukti yang ada.
Menuduh melalui media tanpa bukti bukanlah langkah yang elegan dan berpotensi bertabrakan dengan hukum seperti penghinaan dan pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Melihat situasi dan kondisi saat ini, Polisi, Jaksa atau Hakim atau Instansi mana yang berani mempermainkan keluarga Bung Karno secara tidak adil.
Rakyat mencintai Bung Karno dan keluarganya, hal tersebut dapat dilihat kenyataan elektabilitas partai Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan yang tinggi.
Megawati Soekarnoputri merupakan pemimpin karismatik yang berkuasa sebagai pemimpin PDI Perjuangan, dimana salah satu petugas partainya Joko Widodo merupakan Presiden Republik Indonesia.
Segala situasi dan kondisi sangat menguntungkan dan kondusif apabila Guruh menempuh jalur hukum dibandingkan menempuh jalur non hukum.
Namun apabila salah langkah, apalagi kalau menempuh jalur non hukum seperti menggunakan preman dan lain-lain, segala keuntungan tersebut bisa sirna dan berbalik menjadi petaka.
Dalam dunia yang dikuasai media sosial seperti sekarang, dimana informasi dapat tersebar dengan cepat secara masif, situasi bisa tidak terkendali.
Seandainya preman-preman yang menjaga dan menghalangi Pengadilan untuk mengeksekusi rumah Guruh dengan segala pamfletnya merupakan simpatisan keluarga Bung Karno dan dilakukan diluar pengetahuan Guruh, sebaiknya aksi tersebut segera dihentikan karena aksi itu bukan merupakan bantuan, tapi menjerumuskan.
Aksi melawan Pengadilan yang melakukan eksekusi secara sah merupakan aksi premanisme dan merupakan perbuatan melawan hukum sehingga berpotensi akan meruntuhkan kredibilitas keluarga Bung Karno.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H