Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Jangan Sampai Jual Ginjal untuk Beli Tiket Konser

31 Juli 2023   07:15 Diperbarui: 31 Juli 2023   17:25 1019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangan Sampai Jual Ginjal Untuk Beli Ticket Konser.

Oleh Handra Deddy Hasan

Ketika menulis artikel ini, penulis teringat akan film seri Netflix "Marked Heart" . Film seri sebanyak 2 session dengan 24 episode dibuat dengan latar belakang penjualan illegal organ manusia. Film yang telah ditonton oleh masyarakat dari 68 negara di dunia, dikemas dengan apik dengan unsur-unsur drama, cinta dan kekuasaan. Di Film Marked Heart digambarkan, penjualan organ tubuh manusia illegal dikuasai oleh tokoh jahat yang juga merupakan lingkaran dalam dari Presiden yang berkuasa.

Ternyata penjualan organ manusia secara illegal tidak hanya terjadi dalam cerita film.

Baru-baru ini, Tim gabungan Polda Metro Jaya membongkar sindikat Internasional Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melakukan penjualan organ ginjal manusia secara illegal ke Kamboja.

Total ada 12 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dan akan dikenakan pasal-pasal dalam Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO).

Ironisnya, mayoritas tersangka yang tertangkap oleh aparat Kepolisian adalah mantan pendonor.

Sementara para korban datang dari berbagai kalangan profesi yang mengaku tergiur menjual ginjalnya karena himpitan ekonomi pasca-pandemi COVID-19.

Kelakar di media sosial jual ginjal untuk beli ticket konser  K pop yang terkenal mahal ternyata ada dalam kenyataannya dan bukan hanya sekedar lelucon kosong.

Hal ini bisa terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat, sehingga punya pikiran bahwa cara mudah untuk mendapatkan uang banyak seketika adalah dengan menjual organ tubuhnya sendiri.

Atau juga bisa terjadi karena beberapa masyarakat tertipu dan terpengaruh dengan janji palsu atau penawaran yang menyesatkan, seperti penawaran uang yang banyak atau pengobatan gratis dari komplotan pelaku TPPO.

Kasus ini awalnya terbongkar di Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Di lokasi polisi mengamankan sejumlah orang yang ditampung dan akan dibawa ke Kamboja (TPPO) untuk transplantasi ginjal (eksploitasi penjualan organ manusia).

Salah satu kemeriahan konser K Pop (Photo dan ilustrasi DISWAY.id)
Salah satu kemeriahan konser K Pop (Photo dan ilustrasi DISWAY.id)

Tujuan Masyarakat Melakukan Transplantasi Organ Dan Jaringan Tubuh.

Tentunya beragam tujuan orang bersedia melakukan transplantasi organ dan jaringan tubuhnya kepada orang lain. Sebagai ilustrasi, dapat penulis uraikan sebagaimana dibawah ini; 

Penulis mempunyai teman yang menderita sakit diabetes parah sehingga ginjalnya sudah tidak lagi berfungsi. Untuk tetap bisa melanjutkan hidup, dia melakukan cuci darah (hemodialisa atau hemodialisis) yang sangat melelahkan 2 kali seminggu. Pada suatu ketika, karena rasa kasihan dibarengi rasa cinta dari istrinya dilakukan operasi transplantasi organ ginjal istrinya (pendonor) agar suaminya sebagai resipien bisa sembuh.

Dalam peristiwa lain, teman Penulis yang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) karena sakitnya menjadi resipien transplantasi hati. Pendonor organ hati yang dibutuhkannya adalah anak laki-lakinya sendiri.

Orang menjadi pendonor organ dan jaringan tubuhnya karena ada beberapa alasan kemanusiaan, rasa cinta dan etika yang mendorong mereka untuk melakukannya.

Sehingga dalam praktiknya terdapat beberapa golongan pendonor, baik pendonor yang berasal dari keluarga terdekat, baik sedarah atau tidak maupun pendonor orang yang tidak dikenal sama sekali.

Motivasi yang paling umum bagi seseorang menjadi pendonor adalah membantu menyelamatkan atau meningkatkan kualitas hidup orang terdekat atau orang terkasih yang membutuhkan transplantasi organ atau jaringan.

Selain itu ada sebagian masyarakat menjadi pendonor dengan tujuan untuk membangun solidaritas sosial dan saling membantu dalam masyarakat.
Seperti memberikan kontribusi positif bagi ilmu pengetahuan medis dan penelitian dalam bidang transplantasi.

Ada juga pendonor yang terdorong karena keyakinan keimanannya demi kemuliaan hidup berdasarkan agama yang dianutnya untuk membantu sesama dengan memberikan organ dan jaringan.

Ada kehendak untuk memastikan bahwa bagian tubuhnya memiliki dampak positif baik sewaktu masih hidup maupun setelah meninggal (berwasiat) dengan memperlihatkan empati terhadap orang-orang yang berjuang dengan penyakit serius atau kelainan bawaan.

Dengan menjadi donor, seseorang dapat memberikan kesempatan hidup yang lebih baik bagi orang lain dan berkontribusi pada upaya mengatasi masalah krisis organ yang ada di banyak negara.

Namun ada juga sebagian masyarakat yang kurang literasi sehingga mendapat pemikiran yang konyol.

Hanya karena diiming-imingi oleh pedagang organ illegal, akhirnya terjebak dengan TPPO, sehingga punya pemikiran bahwa dengan menjual organ tubuhnya adalah cara yang mudah dan gampang untuk memperoleh uang banyak seketika.

Pemikiran tersebut tersemai dengan subur mungkin karena kondisi  kemiskinan dan kesulitan ekonomi yang morat marit dalam kehidupan.

Transplantasi Organ Dan Jaringan Tubuh Berdasarkan Ketentuan.

Permasalahan yang terjadi dilapangan adalah permintaan atas  transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia sangat tinggi sekali, sedangkan ketersediaan organ dan jaringan tubuh manusia sangat minim, sehingga otomatis mendorong terjadinya transplantasi illegal (alias jual beli organ secara melawan hukum).

Penderitaan sakit para resipien kaya yang ada dalam daftar tunggu panjang yang lama merupakan kombinasi yang dilirik oleh penjual organ illegal untuk berbisnis dan menghasilkan uang.

Padahal sesuai dengan Pasal 3 ayat 3  Peraturan Pemerintah  Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2021 tentang Transplantasi Organ Dan Jaringan Tubuh (PP NO 53/2021) organ dan jaringan tubuh manusia tidak boleh diperjual belikan dengan alasan apapun.

Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia hanya dibenarkan dilakukan secara suka rela dan untuk tujuan kemanusiaan serta dilarang untuk dikomersialkan.

Seharusnya masyarakat paham bahwa para pebisnis illegal organ manusia, hanya memikirkan pundi-pundi uang haram yang akan diperolehnya, tanpa pernah memikirkan keselamatan pendonor dan resipien. Sehingga apapun alasannya harus dihindarkan mengkomersialkan organ dan jaringan tubuh.

Sebaliknya transplantasi yang sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam PP Nomor 53/2021  bertujuan untuk menjamin keamanan, keselamatan, kesukarelaan, kemanfaatan, dan keadilan dalam pelayanan Transplantasi Organ dan Jaringan tubuh bagi Pendonor maupun Resipien.

Agar tujuan itu tercapai PP Nomor 53/2021 mengatur dengan norma-norma yang harus dipatuhi,  mulai dari persyaratan Rumah Sakit penyelenggara transplantasi, persyaratan administrasi dan yang lebih penting persyaratan medis pendonor dan resipien dijabarkan dengan rinci.

Persyaratan medis yang dimaksud termasuk memastikan kelayakan pendonor dari segi kesehatan, kecocokan organ secara medis antara para pihak dan yang lebih penting lagi adalah keselamatan jiwa pendonor dan resipien ketika operasi transplantasi dilakukan.

Ketika pendonor berurusan dengan bisnis illegal organ dan jaringan tubuh manusia, tentunya tidak akan masuk lingkup ketentuan PP Nomor 53/2021, sehingga berpotensi akan bermasalah dan kehilangan nyawa dengan tanpa perlindungan hukum sama sekali.

Sebaliknya apabila masyarakat melakukan transplantasi organ dan jaringan secara legal berdasarkan PP Nomor 53/2021, maka hak-hak kewajiban baik bagi pendonor maupun resipien dijamin dan dilindungi oleh Undang-Undang.

Salah satu hak dari resipien berdasarkan Pasal 25 ayat 1a PP Nomor 53/2021 adalah berhak mengetahui identitas Pendonor.

Ketika membicarakan hak resipien mengetahui pendonor, penulis kembali teringat dengan film serial Marked Heart yang penulis kisahkan dalam awal tulisan.

Terjadinya cinta terlarang resipien (mempunyai suami) dengan seseorang, dikarenakan hati hasil transplantasi berasal dari istrinya yang dibunuh.

Cinta terlarang tersebut awalnya tidak diketahui karena dirahasiakannya identitas pendonor sehubungan transplantasi organ berasal dari pembunuhan.

Apakah memang organ hati yang telah berpindah kepada tubuh orang lain, membuat rasa cinta yang dipunyai tubuh yang lama (pendonor) juga ikut berpindah ke tubuh yang baru (resipien). Wallaualam,  namanya juga film yang sebagian besarnya imaginasi.

Namun kenyataan yang harus dipahami oleh masyarakat adalah bahwa praktik transplantasi organ dan jaringan illegal, walau diimingi dengan uang yang banyak adalah tidak aman dan bisa membahayakan nyawa sendiri.

Seburuk-buruknya keadaan kesulitan ekonomi yang diderita tentunya tidak layak mempertukarkan nyawa sendiri dengan uang sebanyak apapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun