Ada juga pendonor yang terdorong karena keyakinan keimanannya demi kemuliaan hidup berdasarkan agama yang dianutnya untuk membantu sesama dengan memberikan organ dan jaringan.
Ada kehendak untuk memastikan bahwa bagian tubuhnya memiliki dampak positif baik sewaktu masih hidup maupun setelah meninggal (berwasiat) dengan memperlihatkan empati terhadap orang-orang yang berjuang dengan penyakit serius atau kelainan bawaan.
Dengan menjadi donor, seseorang dapat memberikan kesempatan hidup yang lebih baik bagi orang lain dan berkontribusi pada upaya mengatasi masalah krisis organ yang ada di banyak negara.
Namun ada juga sebagian masyarakat yang kurang literasi sehingga mendapat pemikiran yang konyol.
Hanya karena diiming-imingi oleh pedagang organ illegal, akhirnya terjebak dengan TPPO, sehingga punya pemikiran bahwa dengan menjual organ tubuhnya adalah cara yang mudah dan gampang untuk memperoleh uang banyak seketika.
Pemikiran tersebut tersemai dengan subur mungkin karena kondisi  kemiskinan dan kesulitan ekonomi yang morat marit dalam kehidupan.
Transplantasi Organ Dan Jaringan Tubuh Berdasarkan Ketentuan.
Permasalahan yang terjadi dilapangan adalah permintaan atas  transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia sangat tinggi sekali, sedangkan ketersediaan organ dan jaringan tubuh manusia sangat minim, sehingga otomatis mendorong terjadinya transplantasi illegal (alias jual beli organ secara melawan hukum).
Penderitaan sakit para resipien kaya yang ada dalam daftar tunggu panjang yang lama merupakan kombinasi yang dilirik oleh penjual organ illegal untuk berbisnis dan menghasilkan uang.
Padahal sesuai dengan Pasal 3 ayat 3  Peraturan Pemerintah  Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2021 tentang Transplantasi Organ Dan Jaringan Tubuh (PP NO 53/2021) organ dan jaringan tubuh manusia tidak boleh diperjual belikan dengan alasan apapun.
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia hanya dibenarkan dilakukan secara suka rela dan untuk tujuan kemanusiaan serta dilarang untuk dikomersialkan.