Hewan, termasuk anjing, dianggap sebagai properti atau benda menurut hukum, dan tidak memiliki status hukum seperti manusia. Oleh karena itu, tidak mungkin untuk secara resmi "menikahkan" dua anjing atau hewan peliharaan lainnya dari perspektif hukum.
Dalam Pasal 1 UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan menyebutkan secara tegas bahwa:
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Mahaesa.
Pria dan wanita dalam Pasal ini jelas manusia maksudnya, bukan anjing (jantan dan betina).
Jangankan anjing sebagai hewan, sesama manusiapun kalau berjenis kelamin yang sama tidak bisa dikatakan melakukan pernikahan.
Pernikahan antara Pria dan pria atau wanita dan sesama wanita tidak diperbolehkan.
Selain itu, anjing juga tidak bisa membentuk keluarga berdasarkan Ketuhanan yang Mahaesa. Anjing bukanlah makhluk yang bisa menganut agama tertentu, sebagaimana manusia yang mempunyai kepercayaan. (Sebagai catatan Royal Wedding anjing Jojo dan Luna diberkati Pendeta).
Jika seseorang menyelenggarakan acara "resepsi perkawinan anjing" atau acara serupa, itu biasanya hanyalah acara hiburan atau upaya untuk mengabadikan hubungan antara dua hewan peliharaan yang dicintai oleh pemilik mereka.
Ini tidak memiliki dampak hukum dan tidak memberikan hak atau kewajiban khusus kepada hewan peliharaan tersebut.
Meskipun ada orang yang mungkin menyelenggarakan acara semacam itu sebagai perayaan lucu atau untuk menghibur diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya, perlu diperhatikan agar prosesi tersebut tidak menimbulkan pelanggaran hukum.
Berdasarkan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) prosesi royal wedding Anjing Jojo dan Luna berpotensi menghina suku Jawa.