2. Kultur Perusahaan yang Tidak Mendukung.
Kultur atau budaya perusahaan yang tidak mendukung kesetaraan gender atau tidak memiliki kebijakan yang jelas terkait dengan kekerasan seksual dapat menciptakan lingkungan di mana tindakan semacam itu dapat terjadi tanpa ada konsekuensi yang berarti.
Norma-norma di perusahaan yang terbiasa meremehkan, mendiskriminasi, atau melecehkan perempuan merupakan lahan yang subur untuk terjadinya risiko kekerasan seksual.
Dalam Kepmenaker 88/2023 dijelaskan ada 9 (sembilan) bentuk kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yaitu pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual; dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
Adapun, upaya pencegahan dengan merubah budaya perusahaan yang buruk menurut Kepmenaker 88/2023 dapat dilakukan dengan memasukkan kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.
Selain itu menurut aturan Kepmenaker 88/2023 perlu diagendakan secara khusus acara-acara seperti  mengadakan dan melaksanakan edukasi kepada para pihak di tempat kerja tentang materi Kekerasan Seksual sesuai dengan UU TPKS atau norma-norma yang berlaku.
Hal tersebut diharapkan dapat secara perlahan-lahan meningkatkan kesadaran diri masing-masing pihak tentang norma kekerasan seksual.
Selain itu  penyediaan sarana dan prasarana kerja memadai yang tidak menciptakan situasi kekerasan seksual terjadi (misal ruangan yang terang, lapang dan terbuka).
Terakhir, perlu membuat gerakan dan publikasi gerakan anti kekerasan seksual di tempat kerja, misalnya dengan membuat pamflet untuk dibagikan di lingkungan kerja.
Â
3. Mekanisme Pelaporan yang Efektif.
Kurangnya mekanisme pelaporan yang aman, rahasia, dan efektif di tempat kerja dapat membuat korban enggan melaporkan tindakan kekerasan seksual.
Ketakutan akan pembalasan atau ketidakpercayaan terhadap sistem dapat menghalangi korban untuk mencari bantuan atau mengambil tindakan hukum.