Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Kekerasan Seksual Terhadap Wanita di Tempat Kerja

12 Juni 2023   16:14 Diperbarui: 15 Juni 2023   09:31 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kekerasan seksual di lingkungan kerja (Sumber: shutterstock)

Tentunya kita belum lupa kisah bos mengajak karyawatinya staycation (melakukan perbuatan asusila) di perusahaan kosmetik yang berlokasi Cikarang Jawa Barat yang kemudian beredar di media sosial hingga viral.

Dalam narasi yang beredar, bos tersebut mengancam memecat korban jika tak mau mengikuti keinginannya.

Karyawati AD (24) selaku korban menyebut atasannya itu mengajak staycation lewat pesan WhatsApp. Bahkan lebih jauh si bos tersebut sesuai informasi AD sempat mengirimkan foto hotel yang direncanakan untuk staycation kepadanya.

Peristiwa tersebut bukan kejadian satu-satunya yang pernah terjadi, berdasarkan data Komnas Perempuan, pada tahun 2021, terdapat 389 kasus kekerasan seksual di tempat kerja dengan korban sebanyak 411 korban; tahun 2022 terdapat 324 kasus dengan 384 korban; dan hingga Mei 2023 terdapat 123 kasus dengan 135 korban.

Selain itu, berdasarkan survei International Labour Organisation (ILO) mengenai kekerasan dan pelecehan di dunia kerja pada tahun 2022, sebanyak 70,93% dari total 1.173 responden mengaku pernah mengalami salah satu bentuk kekerasan seksual dan pelecehan seksual di tempat kerja.

Kemudian dari 69,35% korban mengalami lebih dari satu bentuk kekerasan seksual dan pelecehan seksual. Sementara itu, kekerasan seksual dan pelecehan seksual yang paling sering dialami korban adalah yang bersifat psikologis sebanyak 77,40%, disusul kekerasan seksual yang nyata sebanyak 50,48%.

Sampai saat ini, jumlah korban kekerasan seksual di tempat kerja masih didominasi oleh perempuan sebanyak 656 orang (Suara.com Sabtu, 10 Juni 2023 | 10:14 WIB).

Kepmenaker Nomor 88 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja (Kepmenaker 88/2023)

Menjawab permasalahan maraknya kekerasan seksual di tempat kerja seperti narasi yang disampaikan pada awal artikel, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menerbitkan Kepmenaker Nomor 88/2023. 

Kepmenaker 88/2023 diharapkan sebagai panduan bagi pengusaha, pekerja/buruh, instansi pemerintah, dan masyarakat umum dalam melakukan pencegahan dan penanganan seksual di tempat kerja.

Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mengajak semua pihak untuk serius dalam melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja.

Pelecahan seksual tidak dapat ditoleransi. Oleh karenanya, pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja ini sangat membutuhkan pemahaman, perhatian, dan dukungan dari semua pihak," kata Ida Fauziyah melalui Keterangan resminya kepada media Kamis (1/6/2023) saat meluncurkan Kepmenaker 88/2023 tersebut. (Kompas, Minggu 11 Juni 2023).

sumber gambar Photo dan ilustrasi Okezone
sumber gambar Photo dan ilustrasi Okezone
Ida mengatakan, Kepmenaker 88/2023 penting untuk diterbitkan karena jumlah kasus dan korban kekerasan seksual di tempat kerja masih tinggi dan mengkhawatirkan.

Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Seksual di Tempat Kerja Bagi Wanita.

Kekerasan seksual di tempat kerja merupakan masalah serius yang dapat mengganggu perempuan yang bekerja di berbagai industri dan perusahaan-perusahan lain.

Meskipun setiap situasi unik dalam setiap perusahaan, berikut adalah beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab potensial terjadinya kekerasan seksual di tempat kerja bagi perempuan:

1. 
Ketimpangan Kekuasaan yang Otoriter.

Ketimpangan kekuasaan yang sangat otoriter antara pelaku dan korban merupakan faktor yang sering terkait dengan kekerasan seksual di tempat kerja.

Ketika seseorang memiliki kekuasaan yang lebih tinggi atau posisi otoritas, mereka dapat mengeksploitasi posisi tersebut untuk memaksa atau memanipulasi perempuan dalam situasi yang tidak diinginkan.

Seperti kasus yang viral dimana bos mengajak staycation di perusahaan kosmetik di Cikarang pelaku merupakan bos yang berkuasa.

Dengan kekuasaannya, pelaku mengancam untuk tidak memperpanjang kontrak kerja apabila korban tidak mau memenuhi ajakannya untuk staycation.

Agar peristiwa yang serupa tidak terulang, salah satu caranya mengantisipasi kekuasaan yang berlebihan dari para atasan kepada karyawan. 

Dalam Kepmenaker 88/2023 setiap perusahaan diwajibkan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja.

Dengan terbentuknya Satgas tersebut diharapkan kekuasaan otoritas bos atas karyawannya bisa diimbangi dengan lembaga resmi yang juga mempunyai otoritas seperti Satgas.

2. Kultur Perusahaan yang Tidak Mendukung.

Kultur atau budaya perusahaan yang tidak mendukung kesetaraan gender atau tidak memiliki kebijakan yang jelas terkait dengan kekerasan seksual dapat menciptakan lingkungan di mana tindakan semacam itu dapat terjadi tanpa ada konsekuensi yang berarti.

Norma-norma di perusahaan yang terbiasa meremehkan, mendiskriminasi, atau melecehkan perempuan merupakan lahan yang subur untuk terjadinya risiko kekerasan seksual.

Dalam Kepmenaker 88/2023 dijelaskan ada 9 (sembilan) bentuk kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yaitu pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual; dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Adapun, upaya pencegahan dengan merubah budaya perusahaan yang buruk menurut Kepmenaker 88/2023 dapat dilakukan dengan memasukkan kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.

Selain itu menurut aturan Kepmenaker 88/2023 perlu diagendakan secara khusus acara-acara seperti  mengadakan dan melaksanakan edukasi kepada para pihak di tempat kerja tentang materi Kekerasan Seksual sesuai dengan UU TPKS atau norma-norma yang berlaku.

Hal tersebut diharapkan dapat secara perlahan-lahan meningkatkan kesadaran diri masing-masing pihak tentang norma kekerasan seksual.

Selain itu  penyediaan sarana dan prasarana kerja memadai yang tidak menciptakan situasi kekerasan seksual terjadi (misal ruangan yang terang, lapang dan terbuka).

Terakhir, perlu membuat gerakan dan publikasi gerakan anti kekerasan seksual di tempat kerja, misalnya dengan membuat pamflet untuk dibagikan di lingkungan kerja.
 
3. Mekanisme Pelaporan yang Efektif.

Kurangnya mekanisme pelaporan yang aman, rahasia, dan efektif di tempat kerja dapat membuat korban enggan melaporkan tindakan kekerasan seksual.

Ketakutan akan pembalasan atau ketidakpercayaan terhadap sistem dapat menghalangi korban untuk mencari bantuan atau mengambil tindakan hukum.

Oleh karenanya, pencegahan dan penanganan kekerasan seksual ini membutuhkan peran semua pihak.

Dalam Kepmenaker 88/2023 baik korban, keluarga korban, rekan kerja korban, dan pihak terkait dapat melaporkan tindakan kekerasan seksual secara daring dan luring kepada Satgas yang dibentuk di perusahaan, Dinas Ketenagakerjaan setempat, Kemnaker, ataupun Kepolisian.

Sedangkan penanganan dilakukan dengan pendampingan terhadap korban sesuai peraturan perundang-undangan.

Pelindungan dimaksud terkait dengan pemenuhan hak-hak pekerja aman dari kekerasan seksual, serta sanksi yang dijatuhkan oleh perusahaan kepada pelaku sekaligus juga sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan.

Adapun sanksi yang dapat diberikan perusahaan kepada pelaku tindak kekerasan seksual di tempat kerja berdasarkan Kepmenaker 88/2023 dapat berupa surat peringatan; pemindahan atau penugasan ke divisi/bagian/unit kerja lain; mengurangi atau menghapus kewenangannya di perusahaan; pemberhentian sementara (skorsing); dan/atau pemutusan hubungan kerja (PHK).

Secara normatif,  Kepnaker 88/2023 telah memuat aturan memadai untuk melakukan antisipasi atas potensi akan terjadinya kekerasan seksual di tempat kerja bagi wanita.

Apakah nanti dalam pelaksanaannya Kepnaker 88/2023 berhasil menghilangkan atau membuat berkurangnya kekerasan seksual di tempat kerja, waktulah nanti yang akan membuktikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun