Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Mandegnya Penegakan Hukum Perdagangan Orang

11 Juni 2023   11:48 Diperbarui: 14 Juni 2023   07:04 1022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar (Foto: Inilah.com/Agus Priatna)

Petugas menunjukkan dua pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jalan Jenderal Soedirman, Jakarta, Jumat (9/6/2023).

Mandegnya Penegakan Hukum Perdagangan Orang

oleh Handra Deddy Hasan

Beberapa bulan terakhir kita dipapari dengan gegap gempita penegakan hukum terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di media massa baik online maupun offline.

Gegap gempita jagat penegakan hukum perdagangan orang dipicu pertama kali dari orang nomor satu di Indonesia, yaitu sesuai arahan Presiden Jokowi. 

Jadi kebijakannya berasal dari top to bottom, sebelumnya hampir tidak pernah ada pemberitaan yang masif dan gegap gempita tentang permasalahan perdagangan orang, padahal masalahnya sudah mencapai level gawat darurat.

Menurut Ketua Badan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengungkapkan, dalam satu tahun, ada 1.900 jenazah Warga Negara Indonesia (WNI) yang dipulangkan kembali ke Indonesia (Kompas.com 30/5/2023).

Mereka sebelumnya merupakan korban TPPO yang kemudian dipekerjakan secara ilegal di luar negeri.

Merespons perintah Presiden Jokowi, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo langsung secara resmi membuat Satuan Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (Satgas TPPO).

Semua, kemudian bergerak serentak  dalam irama dirigen yang disampaikan Presiden.

Bulan Mei 2023 Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan telah menyerahkan nama-nama terduga pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ke Bareskrim Polri untuk segera ditangkap.

Terakhir awal bulan Juni 2023 terjadi penggerebekan sebuah rumah mewah di Lampung yang dijadikan tempat penampungan 24 orang korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang diduga milik anggota Polri.

Kasus tersebut kini tengah didalami Propam Polda Lampung.

Apakah semua kehebohan ini hanya sekedar pencitraan penegakan hukum dan akan bersifat temporer, karena ada dugaan bahwa mandegnya penegakan hukum TPPO di Indonesia oleh faktor yang sistemik dan justru melibatkan orang dalam (aparat hukum).

Sumber gambar (Foto: Inilah.com/Agus Priatna)
Sumber gambar (Foto: Inilah.com/Agus Priatna)

Beberapa Hambatan Penegakan Hukum Perdagangan Orang.

Sebagaimana kita ketahui bahwa Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan tindak pidana khusus yang mempunyai karakteristik unik. 

TPPO juga sangat berhubungan erat dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang melarat, kurang pendidikan dan setengah putus asa.

Oleh karena itu pemberantasan dan penegakan hukum terhadap TPPO tidak semudah membalik telapak tangan. 

Ada beberapa hambatan unik dan sangat mendasar yang membuat kegagalan memberantas tindak pidana perdagangan orang.

Penegakan TPPO merupakan isu serius yang mengkhawatirkan di Indonesia bahkan juga bagi banyak negara di seluruh dunia.

Meskipun ada upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan organisasi internasional untuk melawan TPPO, masih ada beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan dalam penegakan hukumnya.

Berikut adalah beberapa faktor yang dapat berkontribusi terhadap kegagalan TPPO :

1. Kurangnya Kesadaran dan Pemahaman tentang TPPO

Banyak masyarakat dan bahkan aparat penegak hukum belum sepenuhnya menyadari dan memahami isu TPPO.

Banyak yang memandang bahwa perdagangan manusia hanyalah sebagai masalah masyarakat mencari kerja dengan kemampuan dan skill terbatas. 

Padahal berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO) perbuatan perdagangan orang mengandung adanya unsur proses perekrutan, cara memindahkan korban dan eksploitasi terhadap korban. Dengan dipenuhinya ketiga unsur maka bisa dikategorikan sebagai perdagangan orang, jadi tidak sekedar masalah orang mencari kerja.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UU TPPO yang dimaksud dengan perdagangan orang adalah ;

"Tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi".

Kekurangan pahaman terhadap TPPO juga menjadikan salah satu penyebab rendahnya laporan dan penanganan kasus-kasusnya.

Selain itu hal yang membuat rendahnya laporan tentang TPPO menurut Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto Suwarno karena masyarakat korban enggan melapor. 

Keengganan masyarakat karena dalam proses tindak pidana juga melibatkan sanak family sendiri. Dalam suatu keluarga besar yang miskin pelaku menggunakan sanak famili sebagai tenaga perekrut dengan imbalan uang ataupun dengan jeratan utang (Kompas, Minggu 11 Juni 2023)

2. Kurangnya Sumber Daya baik Secara Kuantitas maupun Kualitas

Penegakan hukum yang efektif membutuhkan sumber daya yang memadai, termasuk personel, pelatihan, dan dana. 

Banyak negara, terutama yang sedang berkembang seperti Indonesia, tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk mengatasi tantangan yang kompleks ini.

Dari jumlah personil aparat yang ada dan terasa kurang di lapangan menjadi lebih parah karena sebagian dari mereka tidak memahami secara utuh tentang TPPO.

3. Masih Maraknya Aksi Suap pada Aparat

Korupsi di kalangan aparat penegak hukum dapat menjadi hambatan serius dalam penegakan hukum perdagangan manusia. 

Para pelaku perdagangan manusia dapat memanfaatkan sistem yang korup untuk menghindari hukuman dan melanjutkan praktik kejahatan mereka. 

Banyak kasus-kasus TPPO berhenti di tempat tanpa ada penjelasan pasti penyebab dihentikannya secara hukum. Masyarakat jadi menduga-duga bahwa berhentinya penyidikan kasus-kasus tersebut karena aparat telah disuap oleh pelaku atau tersangka.

4. Kerumitan dan Kompleksitas Kasus

Kasus TPPO sering kali melibatkan jaringan kejahatan yang rumit dan internasional. Mengumpulkan bukti yang cukup untuk memulai penyelidikan dan membangun kasus yang kuat bisa sangat sulit dan memakan waktu.

Hal ini juga membuat korban tidak sabar untuk diperiksa bolak balik menghabiskan waktu dan tenaga. Korban rata-rata adalah golongan ekonomi lemah. Bolak-balik ke kantor Polisi membutuhkan biaya yang memberatkan, apalagi waktu terbuang, padahal bagi mereka tanpa bekerja berarti tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.

5. Perlunya Perlindungan Saksi dan Korban

Salah satu aspek penting dalam penegakan hukum TPPO adalah perlindungan terhadap saksi dan korban. Korban sering kali takut untuk bersaksi karena ancaman dan intimidasi yang mereka terima. Ketidakmampuan untuk melindungi mereka dengan aman dapat menghambat proses hukum.

Kadang-kadang dalam proses pembuatan Berita Acara Pemeriksaaan (BAP) di Kepolisian para korban ketakutan karena diintimidasi dan justru diperlakukan seperti tersangka, padahal mereka adalah saksi korban. 

Hal ini akan lebih diperparah apabila ketika pemeriksaan mereka tidak didampingi Pengacara. Sementara pendampingan Pengacara dalam pembuatan BAP bagi mereka sesuatu hal yang mewah tidak terjangkau secara ekonomi. Satu-satunya alternatif menggunakan tenaga Pengacara adalah penggunaan Pengacara gratis, namun mereka rata-rata tidak mempunyai pengetahuan dan akses untuk alternatif tersebut.

6. Kerja Sama Internasional yang Kurang Intensif

Perdagangan manusia adalah masalah global yang membutuhkan kerjasama internasional yang kuat. Kurangnya koordinasi dan kerjasama antara negara-negara dalam memerangi perdagangan manusia dapat membuat penegakan hukum menjadi kurang efektif.

Contohnya keberhasilan sebanyak 26 warga negara Indonesia (WNI) korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar yang telah dipulangkan ke Indonesia pada akhir Mei 2023 merupakan kerjasama Internasional dengan pemerintah Myanmar. Tanpa kerjasama Internasional sudah bisa dipastikan korban TPPO Myanmar akan gagal dipulangkan ke Indonesia.

Kasus ini mencuat karena viralnya video WNI yang jadi korban TPPO di Myanmar yang dieksploitasi bekerja sebagai operator judi daring dan penipu daring (online scammer) di daerah sengketa di Myanmar.

Akibat video viral tersebut Pemerintah memberikan atensi yang serius dan melakukan kerjasama diplomatik dengan Pemerintah Myanmar sehingga berhasil memulangkan mereka dengan selamat ke tanah air.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun