Alternatif rute yang jauh adalah mulai dari depan gedung menuju ke arah sebaliknya yaitu ke arah Tanjung Priok.
Agar bisa menjalani rute pendek yang diinginkan, terpaksa harus  menyeberang terlebih dahulu lewat jembatan penyeberangan menuju halte di seberang jalan.
Setelah sampai di halte seberang jalan, tanpa menunggu terlalu lama kemudian datang bus Trans Jakarta warna oranye mendekati. Ternyata bus nya kosong, penulis satu-satunya penumpang pagi itu dan mulai menaiki bus kira-kira jam 8.30 WIB.
Ketika mau naik dan berusaha untuk men-tap kartu elektronik, si petugas menjawabnya dengan senyum dan berkata, silakan cari tempat duduk Pak. Penulis menurut dan akhirnya duduk di tempat duduk yang strategis untuk melihat pemandangan dan menikmati Jakarta tanpa harus men-tap kartu elektronik sebagaimana seharusnya.
Perjalanan Gratis  Wisata Dimulai
Bus terasa nyaman, adem dan wangi karena menggunakan pendingin ruangan (air condition) dan mungkin juga menggunakan wewangian ruangan.Â
Persis diatas didepan tempat duduk yang penulis tempati ada televisi menayangkan iklan sekaligus memberikan informasi kepada penumpang tentang posisi bus sedang berada di halte mana.
Setelah beberapa saat mobil bergerak, langsung terperangkap kemacetan Jakarta. Memang pada jam-jam begini seperti biasa masyarakat Jakarta sedang bergegas menuju tempat kerja secara serentak.
Bus bergerak sedikit demi sedikit mengarungi kemacetan menuju halte Cawang UKI. Bus Trans Jakarta yang penulis tumpangi tidak berjalan di tempat khusus busway, tapi di jalan raya biasa bersama-sama dengan pengguna jalan lainnya, tapi penulis sangat menikmati, karena niatnya memang ingin melihat-lihat dan menikmati perjalanan, makin pelan malah makin bagus.
Bus Trans Jakarta yang penulis naiki bukanlah Bus TransJakarta Reguler. Kalau Bus Trans Jakarta Reguler setiap penumpang akan dikenai biaya antara Rp 2.000,- (dua ribu rupiah) dan Rp 3.500 (tiga ribu lima ratus rupiah) tergantung pagi atau siang, malam.
Halte yang digunakanpun bukan halte bus TransJakarta pada umumnya yang biasanya terletak di tengah-tengah jalan dan harus menggunakan kartu elektronik untuk mengaksesnya, tapi haltenya dipinggir jalan, terbuka dan tidak steril dari orang-orang yang tidak berkepentingan.Â
Begitu juga konstruksi bus untuk akses masuk penumpang lebih rendah dibandingkan dengan Trans Jakarta Reguler yang lebih tinggi, disesuaikan dengan tinggi halte.