Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mulainya Beredar Uang Palsu, Apakah untuk Money Politics Pemilu?

21 Mei 2023   21:22 Diperbarui: 21 Mei 2023   21:22 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Sumber gambar Didik Suhartono/ANTARA

Mulainya Beredar Uang Palsu, Apakah Untuk Money Politics Pemilu?

oleh Handra Deddy Hasan

Pembuatan dan/atau mengedarkan  uang palsu merupakan  tindak pidana yang melanggar aturan pidana dalam suatu negara. Di Indonesia membuat dan atau mengedarkan uang palsu termasuk tindak pidana kejahatan yang diatur pada pasal 244, 245 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Jadi selain meniru, membuat uang palsu merupakan tindak pidana yang bisa dihukum, membelanjakannya atau mengedarkannya di masyarakat juga merupakan tindak kriminal yang bisa dikenakan sanksi penjara maksimal 15 (lima belas) tahun.

Dalam pasal 36 ayat (3) Undang-Undang No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang disebutkan bahwa

"Setiap orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,- (lima puluh miliar rupiah)."

Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya mengungkap kasus peredaran mata uang asing palsu senilai 392.200 dollar Amerika Serikat atau senilai Rp 5,85 miliar. Polisi saat ini masih menyelidiki kasus asal pembuatan uang palsu tersebut.

Pada penungkapan kasus pertama tanggal 28 April 2023, Polisi menyita 30 lak atau 2.822 lembar uang pecahan 100 dollar AS dan pada pengungkapan kedua tanggal 9 Mei 2023 Polisi lagi-lagi menyita 10 lak atau 1.000 lembar uang pecahan 100 dollar US, sehingga total jumlahnya 392.200 dollar US. (Kompas, Sabtu 20 Mei 2023).

Memang belum ada informasi yang mendukung klaim bahwa di Indonesia terjadi money politics dengan menggunakan uang palsu secara luas (masif). Namun menggunakan uang palsu untuk money politics merupakan keuntungan berganda bagi pelaku. Selain digunakan untuk membeli suara untuk keuntungan pribadinya secara curang, juga memperoleh imbalan lebih murah karena menggunakan uang palsu.

Money politics adalah merupakan praktik penggunaan uang secara tidak sah atau tidak etis dalam proses politik, seperti pemilihan umum, untuk mempengaruhi pemilih atau calon pemilih. Biasanya, ini melibatkan penyuapan atau pembelian suara.

Money politics termasuk tindakan yang dilarang dalam proses pemilihan umum yang demokratis dan fair, sehingga dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Apabila seorang kontestan dalam pemilihan umum terbukti menggunakan praktik money politics selain akan dijerat dengan pidana juga mempunyai konsekwensi akan didiskualifikasi oleh Lembaga Pemilihan sebagai kontestan. Dengan didiskualifikasi otomatis pelaku money politics akan tersingkir dari peserta pemilihan umum.

Meskipun dalam beberapa kasus mungkin terjadi praktik korupsi atau penyalahgunaan keuangan dalam konteks politik di Indonesia, termasuk dalam pemilihan umum, tidak ada bukti konkret atau laporan yang menunjukkan adanya penggunaan uang palsu dalam skala yang signifikan dalam praktik money politics di negara ini.

Walaupun dalam kenyataannya belum pernah terbukti modus menggunakan uang palsu dalam money politics secara masif bukan berarti tidak pernah terjadi. Penggunaan uang dalam money politics sangat efisien bagi kejahatan pemilihan umum. Selain mendapatkan suara ilegal dengan membeli suara juga mendapatkannya dengan harga murah, karena nilai uang palsu pasti dibawah nilai harga uang asli. Pihak yang menjual suarapun biasanya karena kurangnya pengetahuan tentang uang, biasanya telat menyadari bahwa uang yang diterimanya dalam transaksi jual beli suara adalah palsu.

Keuntungan lain bagi pelaku praktik money politics adalah ketika pihak penjual suara menyadari bahwa yang diterimanya uang palsu, biasanya tidak akan melaporkan bahwa dia menerima uang palsu. Penjual suara atau penerima suap cenderung diam karena transaksi penjualan suaranya merupakan transaksi yang dilarang dalam pemilu, apalagi bisa-bisa dituduh sebagai pihak yang mengedarkan uang palsu.

Dengan skenario demikian, praktik jual beli suara (money politics) menggunakan uang palsu dalam pemilihan umum merupakan lingkaran setan yang tertutup rapat dan sukar terendus oleh aparat keamanan. Makanya walaupun dalam skala kecil pernah ada money politics menggunakan uang palsu di Indonesia namun secara masif masih berupa dugaan sementara (berupa hipotesa).

Kondisi-kondisi Yang Membuat Maraknya Pembuatan Uang Palsu

Secara teoritis ada beberapa kondisi yang memicu adanya pembuatan dan pengedaran uang palsu di suatu negara. Selain yang dijelaskan diatas bahwa modus money politics menggunakan uang palsu dalam pembelian suara pemilihan umum, ada beberapa kondisi tertentu lainnya yang dapat meningkatkan kasus pemalsuan uang.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya antara lain:

1. Krisis ekonomi:

Saat terjadi krisis ekonomi, seperti resesi atau inflasi yang tinggi, orang mungkin mengalami kesulitan keuangan. Angka pengangguran yang tinggi, sedangkan kebutuhan sehari-hari tidak bisa menunggu untuk dipenuhi. Dalam situasi ini, beberapa orang mungkin tergoda untuk memalsukan uang sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan mereka secara cepat.

2. Ketidakstabilan politik:

Ketidakstabilan politik dalam suatu negara atau wilayah dapat menciptakan ketidakpastian dan kekhawatiran terkait keuangan. Ditambah dalam ketidak stabilan politik membuat aparat keamanan juga kurang kosentrasi dengan tugas intelejen berkaitan dengan tindak pidana ekonomi seperti pembuat dan pengedaran uang palsu. Kondisi seperti ini dapat menyebabkan meningkatnya kasus pemalsuan uang karena orang mencari cara dan melihat kesempatan luas untuk melindungi diri mereka sendiri secara finansial dengan mencetak uang palsu.

3. Kemajuan teknologi:

Perkembangan teknologi juga dapat mempengaruhi tingkat pemalsuan uang. Ketika teknologi semakin canggih, pemalsu uang dapat menggunakan peralatan dan teknik yang lebih mutakhir untuk membuat uang palsu yang sulit dideteksi. Ini dapat menyebabkan peningkatan dalam kasus pemalsuan uang. Teknologi cetak mencetak saat ini betul-betul canggih, kalau tidak hati-hati betul sukar membedakan hasil cetakan uang palsu dan yang asli.

4. Kurangnya kesadaran dan pendidikan:

Tingkat pemalsuan uang juga dapat dipengaruhi oleh kurangnya kesadaran dan pendidikan masyarakat tentang cara mendeteksi uang palsu. Jika orang tidak terlalu memperhatikan atau tidak mengetahui tanda-tanda uang palsu, mereka mungkin lebih rentan terhadap penipuan yang melibatkan uang palsu.

Konsekwensi Uang Palsu.

Uang palsu bukan hanya dapat merugikan secara individual, tetapi bisa juga mempengaruhi skala yang lebih besar. Karena dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan inflasi, karena banyaknya masyarakat yang mengira uang palsu tersebut adalah uang asli yang lambat laun akan mengacaukan ekonomi.

Adanya dan beredarnya uang palsu memiliki dampak negatif yang signifikan bagi perekonomian negara.

Uang palsu dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap mata uang yang sah. Jika masyarakat kehilangan kepercayaan pada mata uang, hal ini dapat menyebabkan ketidakstabilan dalam sistem keuangan, yang berdampak negatif pada perekonomian secara keseluruhan. Investor mungkin juga enggan menanamkan modalnya jika mereka merasa mata uang negara tersebut tidak dapat dipercaya.

Pemerintahpun tidak kalah repot. Beredarnya uang palsu dapat menyebabkan kerugian langsung bagi pemerintah. Pemerintah harus mengeluarkan sumber daya tambahan untuk mengidentifikasi, menangkap, dan mengadili para pelaku yang terlibat dalam produksi dan penyebaran uang palsu. Selain itu, pemerintah juga dapat kehilangan pendapatan dari pajak jika transaksi yang dilakukan dengan uang palsu tidak terekam secara akurat.

Bahkan uang palsu juga secara tidak langsung juga berdampak negatif pada perdagangan internasional. Jika uang palsu beredar di negara tersebut, perdagangan internasional juga dapat terpengaruh. Negara lain mungkin menjadi waspada dan enggan menerima mata uang yang dapat dipalsukan. Hal ini dapat menyebabkan gangguan dalam aliran perdagangan dan berdampak negatif pada hubungan ekonomi dengan negara-negara lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun