Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Kalau Berbeda Antara Label Harga dengan Harga Dikasir, Harga Mana yang Harus Dibayar?

19 Mei 2023   15:19 Diperbarui: 20 Mei 2023   05:44 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Isumber gambar Ilustrasi photo Oretzz

Berdirinya Indomaret pada tahun 1988 menandai awal munculnya konsep mini market di Indonesia.

Sejak itu, mini market semacam Indomaret telah berkembang pesat dan menjadi pilihan populer bagi konsumen yang mencari kebutuhan sehari-hari dengan cara yang lebih praktis dan cepat.

Dengan adanya mini market di Indonesia, beberapa tradisi atau kebiasaan yang sebelumnya ada dalam sistem belanja masyarakat mengalami perubahan atau bahkan hilang.

Sebelum mini market hadir, masyarakat golongan ekonomi yang mampu cenderung membeli barang dalam jumlah besar untuk persediaan jangka panjang (rumah juga berfungsi sebagai gudang). Mereka biasanya pergi ke pasar atau toko grosir untuk membeli bahan makanan atau kebutuhan rumah tangga dalam jumlah yang lebih besar dan menyimpannya di gudang (rumah). 

Isumber gambar Ilustrasi photo Oretzz
Isumber gambar Ilustrasi photo Oretzz

Dengan hadirnya mini market yang menyediakan kemasan kecil atau individual, pola pembelian dalam jumlah besar ini nampaknya mulai berkurang. Apalagi mini market berlokasi sangat dekat dengan tempat tinggal, sehingga ada kesan bahwa gudang makanan rumah diserahkan kepada mini market sepenuhnya.

Sebelum adanya mini market, pasar tradisional merupakan tempat utama bagi masyarakat untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Di pasar tradisional, masyarakat bisa berinteraksi langsung dengan pedagang, memilih barang, dan menawar harga.

Interaksi pedagang dengan konsumen menawar harga tidak akan kita temui dalam bertransaksi di mini market, diganti dengan istilah-istilah baru seperti data strip, price tag, label price (label harga), promotional price dan regular price.

Istilah-istilah tersebut yang digunakan untuk menggantikan proses tawar menawar yang kita kenal di pasar tradisional yang digunakan dalam industri ritel untuk menandai harga produk yang dijual di toko.

Data strip atau price tag adalah sejenis papan atau label kecil yang menunjukkan harga suatu produk. Data strip biasanya ditempatkan di atas atau di depan rak produk yang sesuai sehingga pelanggan dapat melihat harga produk tersebut dengan jelas.

Label price atau label harga adalah jenis tanda harga yang biasanya terbuat dari kertas atau plastik, dan menampilkan informasi harga serta kode produk. Label harga biasanya lebih besar dari price tag dan ditempatkan di produk yang lebih besar seperti peralatan elektronik atau furniture.

Promotional Price adalah harga khusus yang ditawarkan dalam jangka waktu terbatas untuk mempromosikan produk atau acara tertentu. Harga promosi dapat lebih rendah dari harga jual biasa (regular price) atau termasuk dalam paket penawaran khusus.

Berbelanja Jadi Tidak Nyaman Karena Kesulitan Membaca Price Tag

Walaupun berbelanja di mini market nyaman, diservice dengan penyejuk ruangan, bebas memilih produk yang disusun rapi secara sistematis, dan lain-lain, namun konsumen kadang-kadang merasa kesal dengan harga yang tercantum dalam data strip atau price tag yang menunjukkan harga produk. 

Kadang-kadang price tag tidak menunjukkan harga, hanya ada bar code komputer, sehingga kalau ingin tahu harga harus bawa produk ke kasir untuk  dibaca dengan reader agar tau berapa harganya. Atau price tag membingungkan, karena biasanya produk sejenis dijejer bersama-sama dengan berbagai merk. 

Memang terasa menyenangkan bahwa kita disuguhi informasi harga berbagai produk sejenis dengan berbagai merk untuk diperbandingkan, tapi kita kadang-kadang tidak diberi informasi untuk merk apa dengan harga tersebut. 

Ketika kita memutuskan membeli barang yang harganya paling murah, kita kesulitan merk apa dari produk tersebut dengan harga yang kita pilih. Akhirnya lagi-lagi kita harus repot pergi ke kasir untuk memastikan harga dan barang kita pilih.

Pengalaman yang paling mengesalkan adalah apabila kita merasa tertipu yaitu ketika harga yang tercantum pada price tag ternyata lebih murah daripada harga kasir. Artinya kita membayar harus membayar lebih mahal dari harga price tag yang kita lihat semula pada waktu membayar di kasir kemudian dengan alasan bahwa harga price tag belum di update, karena masa promotional price nya sudah berakhir.

Memang kadang-kadang perbedaannya harga tidak signifikan tapi perasaan tertipu, dilecehkan membuat konsumen mengalami berbelanja tidak nyaman. 

Kejadian pengalaman berbelanja di mini market tidak menyenangkan karena membayar harga lebih mahal dari price tag yang tercantum sempat heboh di media sosial TikTok pertengahan bulan Mei 2023.

Bagaimana Aturan Hukumnya Apabila Harga Price Tag Beda Dengan Harga Di Kasir?

Aturan yang mengatur tentang pencantuman harga barang di mini market mengacu kepada Permendag No. 35/M-DAG/PER/7/2013 Tahun 2013 tentang Pencantuman Harga Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan.

Pada dasarnya setiap pelaku usaha yang memperdagangkan barang secara eceran dan/atau jasa kepada konsumen seperti bisnis mini market wajib mencantumkan harga barang atau tarif jasa secara jelas, mudah dibaca dan mudah dilihat. Namun, kewajiban ini tidak berlaku bagi pelaku usaha mikro seperti bakul jamu atau pedagang tradisional.

Harga barang tersebut harus dilekatkan/ditempelkan pada barang atau kemasan, disertakan, dan/atau ditempatkan dekat dengan barang serta dilengkapi jumlah satuan atau jumlah tertentu.

Jika barang yang diperdagangkan dikenakan pajak dan/atau biaya-biaya lainnya, pencantuman harga harus memuat informasi harga barang sudah termasuk atau belum termasuk pajak dan/atau biaya-biaya lainnya.

Dengan demikian, harga barang di rak yang ditempatkan dekat dengan barang harus dicantumkan secara jelas, mudah dibaca dan mudah dilihat oleh konsumen, termasuk informasi apakah harga barang sudah termasuk atau belum termasuk pajak dan/atau biaya lainnya.

Harga yang dicantumkan harus dalam rupiah, dengan menggunakan mata uang dan nominal rupiah yang berlaku. Jika harga barang memuat pecahan nominal rupiah yang tidak beredar, pelaku usaha dapat membulatkan harga barang dengan memperhatikan nominal rupiah yang beredar. Pembulatan tersebut diinformasikan kepada konsumen pada saat transaksi pembayaran.

Sebagaimana kita ketahui sesuai dengan ketentuan, setiap transaksi yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) wajib menggunakan Rupiah. Setiap pihak (penduduk dan non-penduduk) yang melakukan transaksi di Wilayah NKRI, baik orang perseorangan maupun korporasi, sehingga mini market wajib mencantumkan harganya dalam rupiah, tidak boleh menggunakan mata uang asing.

Jika pelaku usaha tidak mencantumkan harga barang secara jelas, mudah dibaca dan mudah dilihat atau tidak menetapkan harga barang dengan rupiah, ia dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha di bidang perdagangan oleh pejabat yang berwenang.

Pencabutan izin usaha di bidang perdagangan tersebut dilakukan setelah pelaku usaha diberi peringatan secara tertulis sebanyak tiga kali dalam tenggang waktu masing-masing peringatan paling lama satu bulan.

Kemudian, bagaimana jika harga barang tidak sesuai dengan yang ada di rak (price tag) dan di kasir? Jika harga barang di rak dengan harga barang di kasir berbeda, maka harga yang dikenakan pada konsumen saat pembayaran adalah merujuk pada Pasal 7 ayat (2) Permendag 35/2013 yaitu:

Dalam hal terdapat perbedaan antara Harga Barang atau Tarif Jasa yang dicantumkan dengan Harga atau Tarif yang dikenakan pada saat pembayaran yang berlaku adalah Harga atau Tarif yang terendah.

Hal ini mengingat bahwa pelaku usaha yang memperdagangkan barang secara eceran dan/atau jasa bertanggung jawab atas kebenaran harga barang dan/atau tarif jasa yang dicantumkan.

Di sisi lain, dalam Pasal 10  Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diatur bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai harga barang dan/atau jasa.

Pelanggaran terhadap larangan menawarkan atau membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan tentang harga barang tersebut, pelaku usaha diancam dipidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar berdasarkan Pasal 10 juncto Pasal 62 ayat 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun