Seharusnya suatu UU yang berlaku secara sah di masyarakat bisa menjadi alat untuk mendidik masyarakat lebih beradab dan lebih maju. Seharusnya suatu UU dapat mencerahkan masyarakat untuk berdisiplin menciptakan keteraturan yang mengandung keadilan. Apalagi UU Lalu lintas telah diberikan waktu berlaku selama 12 tahun yang relatif cukup untuk menjadi "alat perubahan". Kalau melihat situasi saat ini perubahan ke arah yang lebih maju, lebih baik nampaknya jauh panggang dari api.
Pelanggaran penggunaan seat belt, tidak menggunakan izin mengemudi, penerobosan lampu merah, perlengkapan kendaraan, tidak menggunakan helm, melawan arus searah dan masih banyak lagi yang lain merupakan konsumsi kita sehari yang disuguhkan di jalan raya. Perilaku2 dan tindakan menyimpang ini nampaknya tidak cenderung menurun dari waktu ke waktu, malah makin menjadi2, walaupun Polri telah melakukan operasi segala macam.
Nampaknya perlu dicermati penegakan hukumnya oleh Polri di tengah masyarakat. Penegakan hukum yang tebang pilih dan ada rasa takut petugas di lapangan berhadapan dengan kekuasaan lain dan mengabaikan ketentuan yang berlaku dalam UU Lalu Lintas merupakan alasan dominan yang membuat UU Lalu Lintas terasa rasis dan mandul.
Akibatnya bukannya masyarakat tertib berlalulintas malah dengan seenaknya melanggar ketentuan2 yang diatur dalam UU Lalu Lintas. Malah lebih jauh menciptakan rasial dan kearoganan orang dan kelompok tertentu sehingga mendorong mereka melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap pengguna jalan lain yang nota bene tidak bersalah sama sekali.
BERBAGI
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI