Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Amil Zakat Ilegal

6 Januari 2021   11:38 Diperbarui: 6 Januari 2021   11:57 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: via blibli.com)

Menunaikan Zakat merupakan salah satu rukun Islam. Seseorang yang mengaku Muslim kalau tidak menunaikan zakat (dalam keadaan mampu) belum bisa dikatakan sebagai muslim. Persyaratan penunaian zakat merupakan salah satu syarat mutlak dalam agama Islam bagi pemeluknya.

Selain itu zakat merupakan pranata keagamaan untuk tujuan mencapai keadilan dan meningkatkan kesejahteraan umat. Kepatuhan mutlak akan ketentuan penunaian zakat bukan berarti tanpa tujuan. Gerakan masif umat Islam mematuhi aturan menunaikan zakat bisa menciptakan rasa keadilan. Jurang antara kaum kaya dan miskin bisa lebih menyempit. 

Efek rasa kasih dari kaum kaya kepada orang tidak berpunya dengan membagi hartanya merupakan atensi berharga. Kesadaran menunaikan zakat berdampak kepada keharmonisan hubungan kelas ekonomi yang kaku dan dingin  antara yang berpunya dan tidak berpunya. 

Bagi kaum yang tidak berpunya akan menyelesaikan masalah kebutuhan primer yang sulit untuk dipenuhi. Perut lapar bisa menyulut tindakan2 merusak norma2 yang berlaku, bisa memancing tindakan kriminil. Adanya pendistribusian zakat dapat meredam hal tersebut. Secara keseluruhan zakat sebagai pranata dapat berfungsi menciptakan keadilan.

Mengalirnya sebagian harta Muzaki (pemberi zakat) kepada Mustahik (penerima zakat) diharapkan menyelesaikan sebagian masalah kemiskinan dan kelaparan. Zakat apabila dikelola dengan benar oleh amil zakat bisa berdampak mesejahteraan masyarakat.

Potensi zakat menciptakan keadilan dan meningkatkan kesejahteraan tentunya tidak bisa dicapai dengan skala kecil yang bersifat sporadis terpisah2. Perlu suatu aktifitas yang terkoordinir dalam satu bahasa dengan skala besar dan menyeluruh. Pengelolaan zakat yang dilakukan dalam skala kecil sukar untuk mempunyai daya guna mencapai keadilan dan mengentaskan kemiskinan. Hasil pengelolaan zakat dalam skala kecil dan acak pasti sangat tidak memuaskan.

Pendistribusian zakat akan berguna apabila bisa mengumpulkan zakat dalam jumlah besar, sehingga bisa dibuat perencanaan yang berguna untuk mencapai rasa keadilan dan mengentaskan kemiskinan. Pengumpulan zakat dalam skala kecil dan terpisah tidak akan efektif dan sulit untuk membuat perencanaan pendistribusian zakat yang bermanfaat.

Pranata zakat yang merupakan syarat mutlak bagi kaum muslimin belum cukup untuk bisa menuai hasil maksimal zakat. Untuk menjawab hal tersebut dibutuhkan suatu lembaga yang profesional untuk pengelolaan zakat, agar zakat sebagai rukun Islam bermanfaat secara efektif bagi umat manusia.

Undang2 Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat (UU Zakat).

Apakah ada lembaga yang sah secara hukum dalam skala nasional melakukan pengelolaan zakat, agar zakat mempunyai daya guna dan hasil guna. Pasal 6 UU Zakat menjawab hal tersebut ; " Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional".

BAZNAS merupakan lembaga satu2nya yang sah secara hukum melakukan pengelolaan zakat dalam skala besar, skala nasional.

Pengelolaan dimaksud meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Fungsi amil zakat yang sah berdasarkan Undang2 secara nasional dipegang monopoli oleh BAZNAS.

Agar BAZNAS dikelola secara profesional maka lembaga ini diawaki oleh 11orang yang terdiri dari 3 orang unsur pemerintah dan 8 orang unsur masyarakat. 8 orang dari unsur masyarakat terdiri dari unsur ulama, tenaga profesional dan tokoh masyarakat Islam (Pasal 7 UU Zakat). Sedangkan 3 unsur pemerintah diwakili dari Kementrian Agama, Kementrian Keuangan dan Kementrian Dalam Negeri (Pasal 8 (3) Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2014 tentang aturan pelaksaan UU No 23/2011).

Agar BAZNAS berfungsi efektif menjangkau dalam ruang lingkup geografis Indonesia yang luas sebagai negara kepulauan, maka BAZNAS dalam pelaksanaanya hadir di tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota (Pasal 15 UU Zakat).

Amil Zakat Ilegal.

Bagaimana Amil Zakat Perseorangan yang dilakukan oleh Pengurus/Takmir Masjid/Musholla yang dilakukan selama ini baik yang sudah ada sebelum adanya UU Zakat atau setelah adanya UU  dan belum mempunyai izin ? Konsekwensi dari adanya UU Zakat yang menetapkan bahwa BAZNAS lah satu2nya lembaga yang sah dalam pengelolaan zakat, maka kegiatan diluar BAZNAS dan tidak mempunyai izin tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku alias kegiatan illegal.

Secara tegas Pasal 38 UU Zakat melarang setiap orang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian atau pendayagunaan zakat tanpa izin dari pejabat yang berwenang.

Tidak hanya sekedar melarang tapi UU Zakat memberikan sanksi pidana kepada amil zakat yang tidak patuh kepada UU Zakat. Berdasarkan Pasal 41 bagi amil zakat illegal dapat dipidana kurungan maksimal 1 tahun dan/atau denda Rp 50 juta. 

Bahkan berpotensi mendapat hukuman pidana lebih berat yaitu hukuman pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda Rp 500 juta (Pasal 39, 40 UU Zakat). Pidana lebih berat akan dikenakan apabila ternyata pendistribusian zakat kepada mustahik tidak sesuai dengan syariat Islam atau terdapat adanya penggelapan zakat (Pasal 25, 37 UU Zakat).

Amil zakat illegal (tanpa izin) berpotensi terancam dengan kejahatan pidana sebagaimana disebutkan diatas, karena pengawasan dan pelaporan kegiatan pengelolaan zakatnya tidak jelas dan tidak teruji. 

Misalnya amil zakat berizin dalam persyaratannya antara lain harus mempunyai pengawas syariat yang berlisensi dan juga bersedia untuk diaudit syariat dan audit keuangan secara berkala (Pasal 18 UU Zakat jo. PP No 14 tahun 2014) Tidak adanya persyaratan2 demikian akan membuat amil2 zakat yang tidak berizin berpotensi melakukan pelanggaran pidana UU Zakat dan mendapat hukuman maksimal.

Judicial Review UU Zakat Ke Mahkamah Konstitusi.

Pada awal diberlakukannya UU Zakat, banyak tokoh Islam dan Lembaga2 Amil Zakat yang telah ada melakukan protes dan merasa UU Zakat tidak memperlihatkan rasa keadilan.

Pada dasarnya materi protes yang diajukan atas monopoli pengelolaan zakat oleh BAZNAS dan sanksi pidana bagi amil zakat yang tidak berizin. Monopoli oleh BAZNAS pengelolaan zakat seolah2 meragukan Lembaga Amil yang sudah ada yang telah melakukan pengelolaan zakat secara ikhlas dan tulus.

Apalagi ancaman hukuman pidana kurungan bagi amil zakat yang tidak berizin menimbulkan kecurigaan bagi tokoh2 Islam untuk mengkriminalisasi takmir masjid/mushalla, ulama2 yang telah bekerja mengelola zakat sesuai syariat Islam.

Berdasarkan hal2 tersebut akhirnya tokoh2 Islam, Ulama dan Lembaga Amil yang sudah ada mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terhadap UU Zakat yang tidak sesuai dengan Undang2 Dasar 1945. Berdasarkan Putusan MK No 86/PUU-X/2012 tanggal 28 Februari 2013 telah mengkoreksi UU Zakat.

Adapun koreksi yang ditetapkan MK adalah bahwa ketentuan UU Zakat yang berkaitan dengan monopoli BAZNAS dan pidana kurungan bagi amil tidak berijin tidak berlaku dalam wilayah Indonesia di suatu komunitas yang wilayahnya belum terjangkau oleh BAZNAS atau Lembaga Amil yang telah berizin.

Adanya putusan MK yang final dan binding, maka UU Zakat berlaku penuh dan mempunyai kekuatan memaksa bagi setiap orang dengan pengecualian remote area yang tidak terjangkau oleh BAZNAS atau LAZ berizin.

Merespons putusan MK, Kementrian Agama mengeluarkan Peraturan Menag No 5 tahun 2016, khususnya Pasal 3 mengatur bahwa amil zakat yang berada diluar jangkauan BAZNAS atau LAZ berizin wajib melaporkan secara tertulis kepada Kantor Urusan Agama setempat dan wajib melakukan pencatatan serta melakukan pendistribusian sesuai syariat Islam.

Apabila melanggar ketentuan tersebut akan dikenakan sanksi administratip dengan sanksi paling berat menutup kegiatan amil yang melanggar.

Solusi Amil Zakat Tidak Berizin Agar Terhindar Dari Pidana.

Issue monopoli zakat dilakukan BAZNAS tidak sepenuhnya benar, karena berdasarkan Pasal 17 UU Zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ) diluar BAZNAS untuk pengelolaan zakat.

Namun untuk bisa membuat LAZ masyarakat harus mendapat izin dari pihak yang berwenang secara berjenjang. Untuk LAZ skala nasional harus dapat izin Menteri Agama, sedangkan untuk skala Propinsi harus ada izin Dirjend Kemenag, begitu juga untuk skala Kabupaten/Kota harus ada izin Kepala Kantor Wilayah Kemenag Propinsi.

Salah satu syarat izin yang dibutuhkan untuk mendirikan LAZ adalah rekomendasi dari BAZNAS sesuai dengan strata skala LAZ yang akan didirikan (Pemenag No 3 tahun 2020 tentang Tata Cara Permohonan Rekomendasi Izin Pembentukan dan Pembukaan Perwakilan LAZ).

Pada prinsipnya izin pengelolaan zakat akan diberikan kepada LAZ yang mempunyai Badan Hukum, mempunyai pengawas syariat yang berlisensi, mempunyai program yang jelas termasuk data yang akurat dan mempunyai tenaga profesional untuk mengelola keuangan (Pasal 18 UU Zakat jo Pasal 58 (2) PP No 14 tahun 2014).

Apabila ternyata amil yang tidak berizin kesulitan dalam memenuhi persyaratan pembentukan LAZ, masih ada alternatif lain agar kegiatan amil didukung oleh aturan yang sah. Berdasarkan Pasal 1 (9) dan Pasal 16 (1) UU Zakat masyarakat, masjid/musholla dapat mengajukan permohonan ke BAZNAS setempat untuk bertindak sebagai Unit Pengumpul Zakat (UPZ). UPZ merupakan satuan organisasi yang dibentuk BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat.

Selain alternatif diatas, ada lagi solusi bagi masyarakat untuk tetap bisa menjalankan pengelolaan zakat secara legal. Yaitu dengan bekerjasama dengan LAZ yang sudah mempunyai izin untuk bertindak selaku perwakilan didaerahnya. Alternatif sebagai perwakilan dari LAZ yang berizin tetap mempunyai syarat2 yang cukup berat, namun tentunya tidak seberat mengajukan LAZ mandiri.

Bagi amil zakat yang tidak berizin dan berada dalam jangkauan operasional BAZNAS atau LAZ sebaiknya menghentikan kegiatan pengelolaan zakat agar tidak dijerat pasal2 pidana UU Zakat. Agar bisa tetap bisa melanjutkan kegiatan pengelolaan zakat tanpa diancam dengan pidana penjara dan/kurungan harus mengajukan izin pendirian LAZ. Apabila ternyata tidak bisa memenuhi persyaratan LAZ dapat mengajukan sebagai unit BAZNAS dalam pengumpulan zakat (UPZ). Atau dengan cara menjadi perwakilan LAZ yang sudah mempunyai izin di daerahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun