Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Seberapa Banyak Isteri Dapat Harta, Kalau Bercerai?

24 Agustus 2020   08:51 Diperbarui: 2 September 2020   06:26 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cara membagi sama rata atas Harta Bersama memang tidak mutlak. Jika terjadi perceraian cara pembagian sama rata bisa digugat dengan alasan tertentu, kadang hakim setuju dengan alasan gugatan yang diajukan, sehingga pembagiannya tidak sama rata. Tentunya sangat spekulatif mengandalkan pembagian diserahkan ke tangan hakim. Kalau tidak dikabulkan? Gimana. Akhirnya ketemu jalan buntu.

Kebuntuan ini didobrak oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No 69/PUU-XII/2015 tanggal 27 Oktober 2016 (Putusan MK 69). Keputusan tersebut telah merubah Pasal 29 UU Perkawinan. Perjanjian Perkawinan yang semula hanya bisa dibuat pada saat atau sebelum perkawinan (pre-nuptial agreement) direview menjadi bisa juga dibuat selama masa perkawinan (post-nuptial agreement). 

Dalam kasus kita diatas, pihak wanita bisa bernegosiasi untuk bersepakat dengan pasangannya untuk mengatur Perjanjian Perkawinan yang lebih adil menurutnya tentang kepemilikan harta dalam perkawinan. Status Harta Bersama yang semula kepemilikannya sama rata, bisa dirubah sesuai kesepakatan dan selanjutnya terjadi pemisahan harta antara pasangan.

PERJANJIAN Perkawinan Dalam Masa Perkawinan (Post-nuptial Agreement).

Putusan MK 69 berawal dari gugatan Ike Farida warga negara Indonesia yang menikah dengan Warga Negara Jepang. Akibat perkawinannya tersebut Ike kehilangan hak untuk mempunyai Hak Milik dan Hak Guna Bangunan atas tanah dinegerinya sendiri. Sesuai ketentuan Pasal 21 (1) (3) dan Pasal 36 (1) Undang2 No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok2 Agraria (UU Agraria), hanya Warga Negara Indonesia yang boleh memiliki Hak Milik dan HGB. 

Apabila Ike mau membeli tanah dengan status Hak Milik atau HGB, maka tanah tersebut akan jatuh menjadi Harta Bersama karena waktu menikah atau sebelum menikah Ike tidak membuat Perjanjian Perkawinan. Konsekwensinya menjadi Harta Bersama, tanah Hak Milik atau HGB tersebut dimiliki juga oleh suami Ike separo yang notabene warga negara asing. Sesuai ketentuan UU Agraria orang asing tidak boleh punya tanah dengan status Hak Milik atau HGB.

Dengan adanya putusan MK 69, maka Ike Farida atau orang2 yang senasib dengannya bisa membuat Perjanjian Perkawinan dalam masa perkawinan. Adanya pemisahan harta karena Perjanjian Perkawinan akan membuat Ike bisa membeli tanah di negerinya sendiri dengan status Hak Milik atau HGB.

Sebelumnya juga kita sudah bercerita bahwa dengan adanya putusan MK 69, bukan hanya kasus serupa Ike saja yang mendapat solusi, tapi kasus lain secara tidak sengaja mendapat jalan keluar.  

Para istri yang kawatir agresifitas bisnis suaminya, bisa menempuh jalan ini. Misal ada pasangan yang sudah makmur karena peruntungan bisnisnya sedang menanjak. Namun dasar orang bisnis yang gak pernah puas, sang suami makin agresif dan makin nekad mengejar keuntungan. 

Dalam hati pihak istri kawatir semua harta ini bisa lenyap tiba2 bila bisnis suami ambruk. Memang dari awal istri tidak mau menjaminkan seluruh harta2 mereka sebagai jaminan hutang2 suaminya (Hak Tanggungan, Fiducia dll) tapi sesuai dengan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata harta yang tidak diikat sebagai jaminanpun bisa disita kreditur, bila jaminan yang ada tidak memadai. Persoalan seperti ini bisa diselesaikan dengan Perjanjian Perkawinan. Istri bisa memisahkan harta dengan suami. Pihak suami tidak terhalang untuk tetap berbisnis, pihak istri merasa nyaman tanpa kawatir kalau bisnis suaminya tiba2 anjlok dan merampas kepemilikan hartanya.

Dalam kasus lain bila suami yang menikah kedua kalinya. Perkawinan pertamanya pisah mati dan melahirkan banyak anak. Suami merupakan keluarga besar. Pihak suami kawatir kalau tiba2 meninggal dunia dan harta warisan yang ditinggal tidak memadai untuk istri keduanya, karena banyaknya ahli waris. Sedangkan harta bersama dengan perkawinan keduanya tidaklah banyak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun