5. Zhao Yun, setia.
Zhao Yun ahli perang, jenderal yang bisa bersaing dengan Guan Yu dan Zhang Fei dalam hal kekuatan. Dalam hal cerdas, dia tidak sebodoh Zhang Fei, meski tidak secerdas Zhuge Liang.
Salah satu kisah di mana Zhao Yun tampil menonjol, adalah ketika dia menerobos kepungan lawan sambil menggendong anak Liu Bei yang masih bayi. Belasan jenderal lawan dia tebas, puluhan ribu pasukan lawan dia porak porandakan. Semuanya demi memenuhi panggilan tugasnya sebagai salah seorang pengikut Liu Bei.
Apa pun tugas yang diberikan padanya, akan dia laksanakan dengan sebaik-baiknya sesuai amanah yang sudah disampaikan.
Setia pada tugas, setia pada junjungannya.
-----------
Jadi kira-kira itulah yang ingin disampaikan oleh si pengarang (menurut tebakan saya, bisa jadi saya salah tebak juga sih, hahah).
Seorang manusia harus memiliki rasa pengabdian, kesetiaan pada tugas dan tanggung jawab (Zhao Yun), tapi hendaknya dalam melaksanakan kesetiaan itu, tidak boleh lepas dari akal budi (Zhuge Liang). Harus bisa mencerna, menganalisa dan memutuskan secara cerdik dan bijaksana, tidak boleh setia secara membuta.
Boleh setia, boleh cerdas, tapi tidak boleh lupa pada kejujuran dan ketulusan (Zhang Fei). Jangan sampai karena cerdik kemudian jadi penipu, jangan sampai demi mencapai keberhasilan dalam melaksanakan tugas, menggunakan taktik dan muslihat yang tidak jujur dan tidak tulus. Demikian juga dalam menilai diri sendiri, harus ada kejujuran. Ketika salah katakan itu salah, karena di situlah awal dari upaya untuk memperbaiki diri.
Sudah setia, cerdas dan jujur, tapi kebetulan yang diikuti pemimpin yang jahat. Ya tetap saja jadi penjahat. Maka jangan lupa, ada yang lebih penting lagi di atas itu, yaitu kebenaran dan keadilan (Guan Yu). Mungkin situasi seperti itu tidak terbayang bagi kita yang hidup di jaman modern, di mana tidak ada raja, tidak ada tuan dan hamba.
Namun dalam sejarah jaman dulu, situasi seperti itu lebih mudah ditemui.