Mohon tunggu...
Handi Aditya
Handi Aditya Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja teks komersil. Suka menulis, walau aslinya mengetik.

Tertarik pada sains, psikologi dan sepak bola. Sesekali menulis puisi.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ekuilibrium Baru Serie A

19 Juli 2022   21:35 Diperbarui: 19 Juli 2022   21:45 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perayaan Scudetto AC Milan musim lalu | Sumber: kompas.com

Peta persaingan juara memang belum berubah, masih berkutat pada tim-tim tradisional seperti Milan, Inter dan Juventus.  Namun peta kekuatan klub, sudah sangat jauh berbeda saat ini. Tidak ada lagi ketimpangan yang jomplang, khususnya antara Juventus dan tim selain Juventus seperti di musim-musim sebelumnya.

Semua klub di Italia kini bisa saling mengalahkan, sekaligus bermimpi menjadi pemenang kejuaraan. Keseimbangan kompetisi sudah bukan lagi ilusi, apalagi imajinasi. Titik ekuilibriumnya menebal. Bahkan kian terlihat jelas, ketika Paulo Dybala tertangkap kamera tengah menjalani tes kesehatan untuk AS Roma.

Keputusan Dybala tentu bisa dipertanyakan, mengapa ia harus memilih Roma sementara ada banyak klub mapan lain yang menunggunya?

Jawabannya bisa beragam. Namun yang paling masuk akal, Dybala tentu mempertimbangkan klub yang mempunyai proyek olahraga yang jelas, serta memiliki kesinambungan keuangan yang mampu menopang ambisi-ambisinya.

Roma tentu bukan satu-satunya klub yang memiliki prasyarat itu. Di Italia kini hampir seluruh klub telah memiliki kedewasaan manajerial yang baik. Meski tak seluruhnya punya latar belakang keuangan yang hebat, namun arah kebijakan klub sudah mulai rapih dan tertata.

Musim depan, Roma tampak akan menjadi penantang serius untuk mengejar gelar juara. Begitu pun Inter, Milan dan Napoli, tampak sudah berbenah untuk mengarungi kompetisi yang panjang.

Paradoks Juventus.

Pertanyaan besar kini mengarah pada tindak-tanduk Juventus. Seberapa mampu kah mereka menciptakan paradoks kompetisi yang pernah berhasil mereka rancang sebelumnya?

Sebuah anomali di mana ketika Juve berhasil menciptakan keseimbangan di dalam tubuh mereka, namun memberi dampak ketidakseimbangan serempak terhadap seluruh pesaingnya.

Tentu saja tak mudah menemukan titik keseimbangan itu. Setidaknya butuh waktu beberapa musim untuk merangkai ulang kerangka demi kerangka, yang mampu menopang Juventus sebagai suatu keseimbangan yang utuh.

Juventus perlu setidaknya belajar kepada para rivalnya, Inter dan Milan. Utamanya dalam memandang sepak bola tak sekadar persoalan menang dan kalah, ataupun cuma untung dan rugi. Melainkan juga soal ketersinambungan demokrasi talenta. Pada konteks ini, Milan adalah contoh terbaik.

Juve perlu berkaca kembali pada dirinya di masa lalu, ketika mereka masih piawai menemukan bakat-bakat muda potensial, kemudian menggemblengnya menjadi pemain-pemain kelas dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun