Mohon tunggu...
Hanom Bashari
Hanom Bashari Mohon Tunggu... Freelancer - wallacean traveler

Peminat dan penikmat perjalanan, alam, dan ceritanya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berpergian dengan Kruk, Apakah Memungkinkan di Indonesia? - bagian pertama

21 Januari 2025   19:54 Diperbarui: 21 Januari 2025   20:11 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pengguna kruk (sumber: www.galerimedika.com)

Mohon maaf saya harus katakan. Hampir semua masjid yang pernah saya kunjungi, seingat saya, kurang ramah terhadap kepada para penyandang disabilitas. Mungkin kita (termasuk saya pada awalnya) berpikir, "baik, kamu difabel, cukup sholat di rumah saja". Tapi apakah begitu? Bagaimana yang ingin ke masjid mandiri, apakah harus selalu digendong oleh keluarganya? Saya teringat ketika saya biasa menggendong anak saya ketika sholat Id di masjid.

Hal yang sering tidak kita sadari juga dalam fasilitas di masjid adalah, tempat wudhu. Jelas, hampir semua tidak dirancang untuk pengguna disabilitas. Ini tidak saja di masjid, namun sebagian besar di mushola-mushola baik di hotel, gedung perkantoran, bahkan bandara.

Ketika dua bulanan pasca operasi, kemampuan kaki kanan saya untuk menopang berat badan, dikatakan oleh dokter baru mencapai 50-75 persen. Artinya, saya sudah bisa berdiri dengan dua kaki tanpa bantuan kruk, tapi belum boleh menopang hanya satu kaki kanan (bagian kaki yang cedera) saja, seperti saat berjalan atau kegiatan apa pun.

Untuk berwudhu saya sudah bisa berdiri bertopang dengan dua kaki saya. Namun masalah terjadi ketika saya harus mencuci kaki kiri saya, karena saya tidak bisa bertopang dengan kaki kanan saya. Di rumah saya bisa sambil duduk, tapi di tempat wudhu umum, tentu tidak bisa. Memang ada beberapa masjid yang menyediakan tempat duduk saat berwudhu, ini mungkin sangat membantu.

Hal ini biasa diperparah dengan undakan atau pembatas air mengalir yang sering dibuat sedikit di depan batas jatuhan air keran. Setahu saya, banyak juga masjid yang tidak ada bangunan pembatas air seperti ini. Namun, pembatas atau undakan ini, sungguh merepotkan kami para disabilitas pengguna kruk. Bagaimana kami membasuh satu kaki kami?

Sewaktu gips dan perban masih membalut kaki, memang saya tidak membasuh kaki yang cedera tersebut secara langsung, hanya mengusap sebagai syarat. Ketika gips dan perban sudah dibuka, kaki yang cedera bisa saya basuh, tapi hanya mengusapkan air beberapa kali ke area wajib basuh, justru di kaki yang sehat. Jika ada bantuan selang atau gayung, tentu lebih mudah.

Jika membicarakan tempat ibadah, khususnya mushola di hotel atau tempat umum lain, percayalah, ini masih jauh dari layak untuk para disabilitas. Lokasi sering kali berada di ujung parkiran, plus akses-akses yang sulit, termasuk tangga-tangga tadi.

Akses basah dari tempat wudhu ke ruang masjid juga menjadi hal yang berbahaya bagi para pengguna kruk seperti saya. Lantai licin rentan membuat terpeleset kaki-kaki kruk.

Saran saya, mungkin ada baiknya masjid-masjid mulai memperhatikan, bagaimana memfasilitasi para penyandang disabilitas ini dapat juga beribadah mudah di masjid. Tempat wudhu yang lebih ramah atau dibuatkan khusus untuk para difabel mungkin perlu dipikirkan. Tidak hanya masjid, tapi mushola-mushola umum di hotel, bandara, dan area lain.

Ilustrasi pengguna kruk (sumber: www.galerimedika.com)
Ilustrasi pengguna kruk (sumber: www.galerimedika.com)

Taksi dan ojek online

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun