Mohon tunggu...
HANNA YOHANA
HANNA YOHANA Mohon Tunggu... profesional -

Kontributor Media di Hongkong & Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kumpulan Puisi

22 Desember 2012   16:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:11 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kidung Serenande

penuh harap kupaksa melangkah

arungi samudra ke ujung dunia

jauh darimu bunda

kutahu itu berat

tapi lebih baik kupergi mengejar mimpi

dari pada kutelan air mata di perigi duka

berulang purnama menjelang

namun tak jua kulihat bahtera menuju petak sawah

yang dulu pernah kita tinggalkan

kusanjung angan dalam rintih rindu

sekedar mengucap takzim padamu bunda

tetap saja tak membuat jarak ini dekat ke pelukanmu

aku ingin kau usap rambutku

dan sebait kidung kau lantunkan hingga mataku terpejam

namun nyanyian bisu mendekap sepi

dan waktu merajam hatiku

menjadi air mata

duhai semesta raya

sebelah hatiku telah pergi

ke tempat asalku dilahirkan

dan separuhnya telah bias ditelan asmara dalam warna pelangi

kurengkuh cinta yang tak tahu kapan bermuara

seperti tebing kadang aku bertahan

menanti badai menerpa

agar semua mata melihatku tak lagi menangis

aku kan tetap tegar menyudahi

sepenggal kisah ini di tepi samudra hidup

Hong Kong, 2010

Perempuan

Perempuan memintal senyum

di putik teratai berduri mawar

kala senyap merengkuh malam

perempuan merundung sendu

bukankah pagi dan memanggil mendung

kala anak-anak adam bercumbu buta

bukankah siang tak mewujud gelap

kala bulir-bulir gerimis menepi ditubuh pakis

perempuan bertanya hari

ditengah embun menari sunyi

malaikat menjawab senja

menggurat langit dijiwa jingga

Hong Kong, 02 Februari 2011

Kado Rinduku Untuk Bunda

Bunda

ditirai pagi kubersandar

pada dinding kesedihan

disenandung alam

kuberbaring pada rajutan kerinduan

bunda

telah jauh jarak antara kutub-kutub tubuh kita

membentang kerinduan

di dalam anak-anak sungai di ujung mata kita

bunda

coba kukumpulkan keindahan dunia untuk ganti hadirmu

coba kupilah yang terbaik

untuk isi kerinduanku

tapi bunda

dunia tak kan mampu menggantikanmu

pilahan yang terbaik tak kan lagi

coba kuisi dalam rinduku

menopang sgala yang ada ditubuh

hati dan luangan

kasih sayangmu

hingga begitu indah lalu

kenapa hanya rindu

yang ananda punya untuk bunda

tidak bunda

rindu ini hadir dalam doa anandamu

agar surga selalu hadir untukmu

Hongkong, 22 Desember 2011

Mencumbu Kenangan Kusam

Kupintal benang kasih dari remah rasa

rajut serat kenangan kusam

sulam kepercayaan dalam koyak

lalu.... bisakah kususun ornamen kehidupan

terpekur diri menengadah

menatap langit dan menadah

Tuhan, segenap jiwa aku berpasrah

sifat hati yang benci iri hapuslah

ornamen usang bertambal sulam

lusuh menancap dalam warna kelam

menapaki jejak langkah di tanah muram

terlihat jelas, jiwa-jiwa nestapa hiasi temaram

ranah ini telah musnah

tak lagi ada sisa peta yang terbaca

hangus, lebur terkubur

segala terendam terurug lumpur

nafasku nafas mereka

berebut oksigen diantara belerang

isi kepala sibuk meraba

menyeruak kepul memburu terang

Hongkong, 26 Oktober 2011

Roman Picisan

Menjelang hadirmu

aku adalah keluasan jagad raya

isi dunia adalah darah yang mengaliri jantungku

mendekap nadimu adalah keniscayaan

yang mendekatkan segala jarak di ujung dunia

meluruhkan cinta di hatimu

aku merasa alam begitu hangat dan enggan kaki tuk melangkah

dulu telaga ini sunyi

dan hembus angin menjadi nyanyian jiwa di kala resah

seucap kata menjadi matahari yang menerangi cakrawala hati

dulu bukit ini begitu dingin

hadirmu menghangatkan huma ditengah padang ilalang

sentuhan cintamu menjadi tungku

yang memijar dilelah hariku

Kaulah keindahan yang utuh

ditengah perjalananku

mahligai cinta penuh warna

dari nirwana di tengah huma

ambillah hatiku duhai cinta

Kaulah kenyataan hidup yang terindah dari angan kelamku

Hongkong,13 November 2012

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun