"Melihat nenek Martha yang berjalan menjadi Papalele untuk setiap hari, tentunya saya merasa kasihan. Karena diusia yang tua harus berusaha keras ditengah panas untuk mendapatkan upah," tutur Rossa.
Nenek Martha sering bercerita bahwa dirinya merasa kesusahan, capek dan sengsara dengan dunia saat ini. "Untuk mencari nafkah saja sangat sulit, apalagi untuk menghidupi anak dan cucu saya dirumah," ujar nenek Martha.
Hal ini dibenarkan oleh Rossa, "Bagaimana tidak sengsaja? Tubuhnya yang sudah lemah dipaksa olehnya untuk tetap bekerja," ungkap tegas Rossa.
"Ditambah kehadiran Covid-19, saya merasa dirinya semakin sulit untuk menjalani hidup karena saat ini jarang ditemui orang berlalu-lalang didepan toko ibu saya, otomatis dagangannya semakin sulit untuk laku," ujar lanjuttan Rossa.
Kekuatan Dibalik Kebaya yang Digunakan Perempuan Papalele.
Rossa menyatakan, syukurnya saja nenek Martha masih diberi kekuatan dan kesempatan oleh Tuhan untuk bertahan ditengah pandemik.
Rata-rata orang yang terpapar Covid-19 yaitu lansia, tapi Rossa menegaskan syukurnya kalau nenek Martha masih bekerja keras dan berjuang hingga saat ini.
Untuk melindungi diri dari segala penyakit yang ada, nenek Martha menggunakan kebaya tradisional Maluku sebaga pelindungnya.
"Saya percaya bahwa leluhur tidak akan menyakiti turunannya, leluhur akan melindungi, memberkati, memberikan semangat untuk tetap hidup. Maka dari itu, saya selalu menggunakan kebaya karena ada tradisi didalamnya," ujar nenek Martha.
Dengan pernyataan yang disampaikan oleh nenek Martha, ternyata hal tersebut yang membuat perempuan papalele selalu menggunakan kebaya tradisional Maluku.
Perempuan Papalele selalu berjalan ditengah panas dan hujan untuk berjualan dengan menggunakan kebaya tradisional Maluku. Kepercayaan yang dianut oleh mereka merupakan kepercayaan secara turun-temurun.
"Tak heran jika diusia 88 tahun nenek Martha masih bisa berjalan mengelilingi Kota Ambon untuk berjualan mencari pembeli," ujar Rossa.