Mohon tunggu...
Hanan Wiyoko
Hanan Wiyoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Saya menulis maka saya ada

Suka membaca dan menulis, bergiat di literasi digital dan politik, tinggal di Purwokerto, Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menilik Konsep Dasar Tata Kelola Pemilu

5 Februari 2021   06:15 Diperbarui: 5 Februari 2021   06:23 2357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hingga Pemilu 2019 kemarin, Indonesia telah menggelar 12 kali pemilihan umum. Dalam setiap penyelenggaraan, selalu terdapat perbedaan pengaturan yang menjadi penanda tata kelola pemilu. Para pakar berpendapat tata kelola pemilu dan partai politik dinilai jadi pekerjaan rumah yang harus dibenahi untuk mematangkan sistem demokrasi di Indonesia. (Kompas, 7/3/2020)

Pemilu pertama di Indonesia digelar tahun 1955 untuk memilih anggota DPR dan konstituante. Lantaran kondisi politik yang tidak menentu, penyelenggaraan pemilu tidak bisa digelar tepat waktu. Baru kemudian pada kepemimpinan Presiden Soeharto, pemilu digelar mulai 1971 diikuti 10 parpol. 

Kemudian pada tahun 1973 dilakukan penggabungan parpol menjadi tiga, yakni parpol berideologi islam bergabung kedalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP), partai berideiologi nasionalis dan kristen bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan Golongan Karya. Ketiga parpol tersebut menjadi peserta pemilu 1977, 1982, 1987, 1992 hingga 1997). 

Setelah Soeharto lengser, pemilu pertama Orde Reformasi diadakan tahun 1999. Disusul secara rutin hingga saat ini pemilu diadakan setiap lima tahun sekali yakni 2004, 2009, 2014 dan 2019. Sejarah mencatat, rakyat memilih presiden dan wakil presiden secara langsung mulai Pilpres 2004.  juga diadakan pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) secara langsung pada Pemilu 2004. (Biasanya pemilu hanya memilih anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD Kabupaten. Presiden diberi mandat oleh MPR)

Perubahan tata kelola pemilu pada Pemilu 2019 menjadikan pemilu serentak lima jenis pemilihan yang dibarengkan dalam 1 hari, yakni Pilpres, pemilihan DPD dan pemilihan legislatif (DPR RI, DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten). Ini dikenang sebagai pemilu paling rumit dan melelahkan hingga mengakibatkan ratusan penyelenggara pemilu meninggal dunia. Catatan lain, adalah diadakannya pilkada langsung serentak bertahap mulai 2015, 2017, dan 2018. Next adalah Pemilu 2024 yang masih dalam pembahasan terkait perlu tidaknya revisi UU Pemilu dan UU Pilkada. 

Seperti dalam tulisan sebelumnya RUU Dari Tinjauan Tata Kelola Pemilu, membicangkan revisi UU Pemilu merupakan pintu masuk dari perbaikan tata kelola pemilu. Sebelum berbicara lebih panjang, mari kita mengenal konsep, pengertian dan urgensi tata kelola pemilu.

Urgensi Tata Kelola Pemilu

Pemilu menjadi salah satu ciri negara demokrasi : adanya pengakuan kesetaraan suara, kedaulatan di tangan rakyat, memilih pemimpin/wakil rakyat. Namun masih sering dijumpai adanya praktik penyimpangan atau fraud dalam praktek berdemokrasi. Misalnya politik uang, mahar politik, politik dinasti, oligarkhi partai dll. Hal tersebut tentu mencederai esensi demokrasi.

Karena itu diperlukan tata kelola pemilu yang handal. Menurut penulis, secara sederhana hal ikhwal yang mengatur pelaksanaan pemilu bisa disebut tata kelola penyelenggaraan pemilu. Hal yang kompleks (berdampak luas), politis (sarat kepentingan), dan rumit (mengatur hal-hal rigid).Tata kelola pemilu dan partai politik dinilai jadi pekerjaan rumah yang harus dibenahi untuk mematangkan sistem demokrasi di Indonesia.

Pengertian Tata Kelola Pemilu

Di bawah ini ada empat penjelasan dari para pakar di bidang Ilmu Politik dan kepemiluan menjelaskan tentang konsepsi tata kelola pemilu :

1. "Sebuah siklus atas pengelolaan tahapan-tahapan kepemiluan yang melibatkan interaksi antar para pemangku kepentingan di dalam kepemiluan," (Mada Sukmajati dan Aditya Perdana, 2019) "Tata kelola pemilu memiliki empat fokus kajian, yakni proses pembuatan hukum pemilu, proses penyelenggaraan pemilu, badan penyelenggara pemilu, serta sistem penegakan hukum  dan sengketa pemilu," (Ramlan Surbakti, 2016) 

2. "Sebuah siklus atas pengelolaan tahapan-tahapan kepemiluan yang melibatkan interaksi antar para pemangku kepentingan di dalam kepemiluan," (Mada Sukmajati dan Aditya Perdana, 2019) 

3.  "Sebuah siklus yang berakar di dalam desain kebijakan, melalui mekanisme administrasi dan prinsip keadilan internal pemilu, dengan kemungkinan bahwa siklus ini akan berakhir pada sistem regional atas revisi HAM". (Torres dan Diaz, 2015) 

4. "Sebuah kumpulan atas aktivitas-aktivitas yang saling terkait satu sama lain yang melibatkan pembuatan aturan, pelaksanaan aturan, dan ajudikasi aturan,". (Mozaffar dan Schedler (2002) 

Konsep Tata Kelola Pemilu

Tata kelola pemilu merupakan kombinasi dari dua konsep utama, yakni tata kelola (governance) dan pemilihan umum (pemilu). Konsep tata kelola pemilu terdiri dari tiga tingkatan yakni : 1. Rule Making (Pembuatan aturan). 

Hal ini terdiri dari dua hal, yakni : a. Aturan-aturan atas kompetensi b. Aturan-aturan atas tata kelola kepemiluan.Kemudian tingkat kedua adalah Rule Application (Pelaksanaan aturan). Sedangkan tingkat ketiga adalah Rule Adjudication (Penetapan dan perselisihan hasil pemilu). 

Peristiwa kudeta di Myanmar pada 1 Februari 2021 ini merupakan pertanda dari buruknya tata kelola pemilu di negara tersebut. Pihak militer tidak mempercayai hasil pemilu November 2020 namun tidak menempuh adjudikasi, melainkan upaya kudeta dengan menahan tokoh politik dan presiden. 

Siklus Pemilu

Penyelenggaraan Pemilu disebut Torres dan Diaz (2015) sebagai sebuah siklus. Karenanya, tahapan pemilu akan berulang. Lalu ada proses review atau kajian di masing-masing tahapan. Dan, jika tahapan berakhir maka memungkinkan akan ada revisi desain dan lembaga-lembaga kepemiluan sebagai tahap awal. Siklus Pemilu menurut  Catt. et all (2014) terdiri dari 8 tahap.

Tahap siklus pemilu :1. Penetapan kerangka legal 2. Perencanaan dan implementasi 3. Pelatihan dan pendidikan (diklat) 4. Pendaftaran pemilih 5. Kampanye pemilu 6. Pemungutan suara / pelaksanaan pemilu 7. Verifikasi hasil 8. Pasca pemilu.

Melihat dari penjelasan di atas, maka diketahui bahwa proses pemilu merupakan sebuah tahapan/siklus yang berulang. Maka penyelenggaraan pemilu 2019 dan pelaksanaan pilkada serentak 2020 telah menjadi bahan evaluasi guna perbaikan tata kelola pemilu yang akan datang. 

Kelemahan-kelemahan diperbaiki dengan membuat regulasi yang menjadikan gelaran pemilu lebih baik. Tentunya para pembuat regulasi tidak melulu memikirkan nasib kelompok/partai semata, melainkan pendewasaan demokrasi di Indonesia. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun