Mohon tunggu...
Hana KhofifahUmniyah
Hana KhofifahUmniyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

L-1485

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Ujung Perjuangan

10 November 2023   17:48 Diperbarui: 10 November 2023   18:08 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dentuman bom, tarikan pelatuk pistol, hingga jerit tangis tua dan muda adalah musik yang setiap harinya bermain di telinga masyarakat Gaza. Jika elang membawa pesan kematian, maka dataran Gaza akan berubah menjadi lautan elang. Bukan hanya alasan kepercayaan, namun ini perkara kemanusiaan. Pengorbanan dan rasa ikhlas adalah pelajaran dari seluruhnya.

Di atas bentala kesengsaraan Aleena tumbuh bersama ibunya, Afya. Seperti makna dari nama cantiknya, Aleena menjadi gadis cantik nan lemah lembut. Aleena bagi ibunya bagaikan embun sejuk yang setia menyirami kegersangan kondisi saat ini. Gadis dengan mata sendu dan pipi merona itu bagaikan harapan masa depan bagi Afya. Aleena adalah satu-satunya alasan bagi Afya untuk segera meninggalkan tempat penghabisan menuju masa depan yang lebih damai.

"Ibu, apa hari ini sekolah masih tutup?" tanya Aleena. 

Saat ia tatap luar lewat ventilasi rumahnya masih terlihat kacau seperti beberapa waktu lalu.

"Iya sayang. Sabar ya. Kita harus rajin-rajin berdoa, semoga Aleen bisa cepat masuk sekolah" Afya salurkan rasa sayang kepada anak tunggalnya itu dengan mengusap-usap pucuk kepala Aleena. Andai Afya bisa memilih meninggalkan tempat ini, tempat yang merenggut semua orang terkasihnya, ia akan segera membawa cintanya itu pergi jauh.

Afya tatap sendu putri kecilnya itu. Aleen harus besar tanpa sosok seorang ayah. Firdaus adalah seorang jurnalis. Ia mendapatkan usia senjanya saat harus bertugas dan meninggalkan Afya dengan putri di kandungannya. Afya hampir putus asa ketika mendapatkan kabar gugurnya Firdaus. Namun, kehadiran Aleen menjadi motivasi untuk hidup kedepannya. Afya selalu menceritakan sehebat apa ayah Aleen dalam menyuarakan hak kemanusiaan.

"Ayah Firdaus itu orang yang hebat. Dulu ia seorang jurnalis sayang. Dia membantu orang-orang yang lemah dan tidak berani menyampaikan rasa sakitnya. Dia membantu meringankan rasa tidak enak disini" jelas Afya sembari menyentuh dada Aleen. Setiap malam Afya pasti menceritakan kehebatan sang suami. Aleen harus tau bahwa ayahnya adalah orang yang sangat hebat.

"Ayah keren, Ibu. Nanti Aleen pengen jadi jurnalis seperti ayah" gadis kecil itu selalu menyampaikan keinginannya untuk seperti ayahnya.

"Aleen udah hebat, Sayang. Aleen udah jadi anak baik, cantik dan pintar. Nanti waktu Aleen sudah tumbuh besar, Aleen harus sekolah di sana." Sembari menunjukkan poster Leiden University.

"Kenapa harus disana ibu? Kenapa Aleen tidak sekolah di sini saja? Nanti Aleen jauh dari ibu" ia tekuk bibir itu ke bawah.

"Kan ibu selalu ada disini" Afya tunjuk posisi jantung Aleen. Jika boleh berkata jujur, ia sungguh ingin segera mengirim Aleen keluar dari tempat ini. Bahkan Afya tidak tahu kapan nafasnya berakhir. Entah Aleena sudah dewasa kah atau mungkin bisa besok. Ia hanya berdoa, saat dirinya nanti tiada Aleen sudah keluar dari tempat ini dan hidup secara aman.

Kematian memang sudah digariskan dalam hidup manusia. Namun, bagaimana dengan kematian karena kejahatan kemanusiaan? Perang yang selalu berulang, korban yang tidak berkurang, dan trauma yang terus bersarang. Dalam setiap tangis dan doa makhluk bentala, pasti terselipkan kebungkaman suara teriakan pembebasan. Teriakan hidup berdamai, teriakan pertanggungjawaban nyawa terkasinya, teriakan rasa lelah dan keputusasaan. Suara tembak terus beradu, senjata nuklir bergemuruh, jerit tangis tergugu dan tawa sumbang tanpa tertuju.

Siang ini Afya merasakan kembali bagaimana dunianya hancur seketika. Ia harus mendengarkan kabar bahwa semestanya harus dilarikan di rumah sakit terdekat. Hari kelam itu dimulai saat Afya harus keluar demi mencari keperluan pokok mereka. Ia dengan terpaksa meninggalkan Aleena sendiri di rumah dengan harapan putrinya lebih aman. Namun ternyata Aleen justru keluar rumah untuk mencari ibunya. Tepat saat itu serangan dari udara terjadi. Aleen menjadi salah satu korbannya.

"Bagaimana kondisi putri saya dokter?" Afya hanya bisa menangis menyaksikan bidadari kecilnya terbaring lemah diranjang rumah sakit. Tubuh kecil itu dipenuhi luka, goresan dan perban.

"Ibu yang tenang ya. Putrinya pasti bangun dan kembali ke kondisi semula" ucap dokter.

"Tolong ya, Dok. Tolong sembuhkan putri saya" pengharapan satu-satunya yang dimiliki Afya ada di Aleen. Nyawa Aleena bahkan jauh lebih penting dari nyawanya sendiri.

"Kita sama-sama berdoa dan berusaha ya, Bu." Kini Afya berada di ruang perawatan bersama korban-korban lain. Ia usap pelan jemari kecil putrinya yang kini tidak sehalus tadi pagi. Jari kecil itu penuh dengan goresan sana-sini.

"Sayangnya ibu, bangun yuk sayang. Setelah ini kita pergi jauuh dari sini yaa. Kita jalan-jalan seperti yang Aleen mau. Nanti Aleen sekolah biar jadi jurnalis seperti ayah" hanya satu permintaan Afya saat ini, Aleen bangun dari tidurnya. Jiwanya sudah ia titipkan pada Aleen sejak kepergiaan sang suami. Bagaimana jika Aleen pergi dulu? Bagaimana Afya menjalankan hidupnya? Haruskah dia menyusul dua orang terkasihnya? Rasanya ia tidak dibiarkan untuk bahagia. Setelah masa kecilnya harus tinggal bersama sang tante karena ayah dan ibunya yang lebih dulu pergi, saat menemukan bahagianya bersama Firdaus pun harus direnggut lagi, apakah Aleen juga akan ikut pergi?

Di tengah lamunannya Afya....

"Permisi, Bu. Benar dengan orang tua Aleena Firdaus?" tanya seorang suster.

"Iya saya ibunya" jawab Afya.

"Apakah ibu membawa perlengkapan Aleena? Maaf sekali rumah sakit kami kekurangan baju dan peralatan pribadi lain. Apakah tempat tinggal ibu dekat?" Ucap suster dengan wajah yang nampak lelah itu.

"Oh iya. Saya bisa mengambilnya" lanjut Afya "Tapi tolong jaga putri saya ya sus? Tolong diawasi selama saya tinggal"

"Baik, Ibu. Kami sebisa mungkin akan menjaga pasien"

Setelah mendapat jawaban dari suster tersebut Afya segera pergi munuju rumahnya untuk mengambil perlengkapan pribadi milik Aleena. Afya berjalan tergesa. Sungguh jika tidak terdesar ia tidak akan meninggalkan Aleen. Pasti ia memilih untuk menemani sang putri. Ia berlari menuju rumahnya. Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, kondisi kota ini tampak lebih kacau dari hari sebelumnya. Ia tabrak orang-orang yang berlalu-lalang, sama-sama tergesa dan kacau. Pikiran Afya hanya cepat sampai rumah dan kembali ke Aleena.

Sesampainya di rumah ia segera kemas segala keperluannya dan Aleen untuk beberapa hari. Karena ia tidak akan pulang untuk beberapa hari sampai Aleena sembuh dan diperbolehkan pulang.Sungguh dalam setiap langkah dan nafasnya kali ini, hanya doa atas kesembuhan Aleena yang mampu diucapkannya. Hanya kesembuhan Aleena harapannya. Ia segera langkahkan kakinya keluar rumah dan segera menuju rumah sakit tempat Aleena di rawat.

Di jalan keadaan sudah lebih kacau lagi dibandingkan keberangkatanya tadi. Entah serangan dimana lagi. Sungguh perjalanan Afya sangat sulit karena ia terus bertabrakan dengan manusia-manusia yang sama-sama berantakannya. Sampai pada titik tujunya, kenyataan pahit lagi-lagi harus ia telan. Tempat dimana putrinya di rawat tadi, sekarang diselimuti kobaran api. Tempat semestanya tidur tadi, hancur bersama cahaya merah di depan sana. Dimana ia harus menuntut kesembuhan putrinya, bahkan dokter yang berjanji akan menyembuhkan putrinya saja ikut hilang beserta janjinya.

Afya hanya berani menatap bagaimana pelan-pelan bangunan beserta semua isinya di dalam sana hangus menjadi debu. Debu abu-abu yang ikut terbang bersama angin. Debu abu-abu yang meninggi melangit bersama ribuan air mata dan tangis. Aleenanya sudah di sana, senyum di atas awan tanpa ketakutan. 

"Aleena pergi ikut ayahnya? Ibu sendiri lagi?" Afya hanya dapat menatap nanar kekacaan di depannya. Kondisi semakin kacau, bom disana sini, tembakan mulai tidak terhitung, dan manusia semakin banyak berguguran. Afya baru menyadari, Aleena memang lebih baik pergi dari tempat ini secepatnya. Bukan ke negara lain agar aman, tapi ke tempat yang jelas memberi keamanaan dan kebahagiaan bagi malaikat kecilnya. "Ibu titik jiwa ibu ke Aleen ya disana. Sampaikan sayang ibu ke ayah".  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun