Mohon tunggu...
Gandis Octya Prihartanti
Gandis Octya Prihartanti Mohon Tunggu... Human Resources - A curious human

Manusia yang sedang menumpang hidup.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Broken Youth [Chapter 4: Hold My Hand]

17 Juli 2016   21:12 Diperbarui: 17 Juli 2016   21:19 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Jika kau meninggalkan jejak, maka carilah sesuatu untuk menghapusnya,” ujar Shigeru dengan senyum penuh kemenangan.

***

“Hai, kak, apa kau tidak pergi ke kantor?”

“Kau lihat ‘kan, aku masih membaca majalah,” balas Masato ketus tanpa mengalihkan pandangan dari bacaannya pagi ini tentang ekonomi.

Namie menggigit bibir bagian bawah, menahan emosinya keluar. Ia ingin bertanya lagi kenapa kakak laki-lakinya itu begitu membencinya. Tetapi, sekarang bukanlah waktu yang tepat. Ia takut akan memerkeruh suasana karena pertengkaran yang akan terjadi kalau ia terus menerus mengganggu mood Masato.

“Semoga harimu menyenangkan,” kata Namie, lantas pergi meninggalkan kakaknya yang masih asyik meluruskan kaki serta menidurkan tubuhnya di sofa empuk itu.

Benar-benar hari yang membosankan bagi Namie! Tidak ada aktivitas dan juga teman mengobrol. Ia hanya berjalan ke sana ke mari untuk membunuh waktu sebelum akhirnya nekat menemui Masato di tempat favoritnya, perpustakaan pribadi. Ayah yang ingin diceritakannya tentang kemajuan luka tembaknya sudah keluar rumah pagi-pagi sekali. Kembarannya yang cantik dan baik hati itu masih lemah karena terlalu syok atas tragedi malam itu. Ibu tirinya? Itu tidak mungkin karena perhatiannya masih tertuju penuh untuk merawat Nisae.

Iseng, Namie pun memasuki ruang kerja ayah. Niat awalnya ingin menutup pintunya yang sedikit terbuka. Namun, ia ingin sekalian tahu isi ruangan yang tidak pernah dikunjunginya itu. Pasalnya, ayah lebih memilih keluar ruangan ketika putrinya mengetuk pintu karena ingin berbicara. Apakah memang ada yang disembunyikannya dari Namie?

Ruang kerja bergaya elektik itu cukup luas, dengan penataan furniture yang teratur. Meja dan kursi kerjanya diletakkan menghadap jendela. Mungkin, ini ayah lakukan agar bisa mengalihkan pandangan barang sejenak ke hijaunya pepohonan di depan rumah. Di sisi kanan dan kiri ruangan, terdapat sofa panjang berwarna merah marun serta lemari tempel yang berada persis di sampingnya. Di sana terdapat tumpukan map dengan berbagai warna. Lalu, sisa tembok yang tidak tertutupi apa-apa ditempeli foto-foto berpigura.

Namie tertarik dengan salah satu foto, yang kebetulan ukurannya juga paling besar. Gambar di foto itu adalah ayah yang sedang mencium perut ibu kandungnya yang sudah besar. Namie rasa, anak yang dikandung saat itu adalah ia dan Nisae.

Kenapa tidak ada foto ibu tiriku? Apa dia tidak merasa tersinggung karena ayah seperti belum bisa melupakan istri sebelumnya?Batin Namie begitu menyadari hal itu. Lalu, seingatnya juga, ayah dan ibu barunya itu tidak pernah terlihat mesra di hadapan anak-anaknya. Mereka seakan-akan tidak mempunyai chemistry.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun