“Bukankah semua orang suka Yogurt?” jawab Rin dengan enteng. Padahal, sebelumya ia browsing minuman apa saja yang baik diminum setelah olahraga.
Namie mengangguk-angguk, lalu terduduk di dekat Rin. Ia asik menegak minumannya sambil memandangi langit tanpa berniat membuka perbincangan.
Sementara itu, Rin sedang berpikir bagaimana caranya mengajak Namie keluar. Ia kira gadis itu tidak membawa kendaraan sendiri, atau kalau pun bawa, kendaraan itu kecepatannya sama dengan miliknya. Lagi pula, dengan jarak kira-kira sepuluh kilometer, kenapa Namie membawa sepeda? Rumah Namie tadi sangat besar dan mewah, setidaknya ia yakin bahwa gadis itu sebenarnya punya motor, mobil, bahkan supir yang siap mengantar majikannnya ke mana-mana.
“Rin, apa ada yang bisa aku bantu?” tanya Namie sesaat setelah membuang botol kosong itu ke tempat sampah di dekatnya. “Rin,” ulangnya karena teman duduknya itu hanya terdiam. Terlihat sekali ia sedang memikirkan sesuatu.
Rin terkesiap, lalu menatap Namie serius. “Apa kau ada kegiatan lagi setelah ini? Aku ingin mengajakmu keluar.” Apa yang dipikirkannya tidak membuahkan hasil, dan yang keluar hanyalah pertanyaan spontan.
“Tidak, aku free setelah ini. Hm, lalu…” Namie menggantung kalimatnya. Sengaja menyuruh Rin untuk menemukan solusi bagaimana mereka pergi bersama, sementara ia membawa sepeda, dan Rin membawa motor. Ia yakin motor merah di dekat Rin adalah milik teman sekelasnya itu.
“Oh, ya, aku mengerti maksudmu,” Rin mengangguk angguk dengan wajah kikuk. “Kita lewat jalan alternatif saja agar ini aman dilakukan.”
***
“Arigatou gozaimasu[6].” Namie membuka perbincangan dengan mengucapkan terimakasih.
“Kau pasti sangat menikmatinya, bukan?”
Namie tidak menjawab, ia hanya mengangguk dan tersenyum simpul. Kemudian, ia memberi pertanyaan juga pada Rin. “Bagaimana kau bisa punya ide untuk mengajakku ke sana?”