Mohon tunggu...
Gandis Octya Prihartanti
Gandis Octya Prihartanti Mohon Tunggu... Human Resources - A curious human

Manusia yang sedang menumpang hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Harta Karun Musiman

29 Januari 2016   20:37 Diperbarui: 29 Januari 2016   20:48 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            “Hujan-hujan enaknya tidur,” celoteh Rin. Namun, saat melihat smartphone-nya, ia teringat sesuatu. Ah, lebih tepatnya seseorang. Ia pun mengambil benda canggih itu, dibukanya aplikasi Blackberry Messager. Ia tidak berniat untuk mengirim pesan. Ia hanya menatap display picture seseorang, lama, nyaris tidak berkedip.

            Kali ini, Rin mulai percaya kalau jodoh pasti bertemu. Setelah bertahun-tahun lost contact dengan cinta monyetnya sewaktu SMP, ia didekatkan lagi. Sehari setelah kedatangannya di Bandung, ia tidak sengaja bertemu saudara si pemilik display picture yang masih ia perhatikan itu. Lalu, tanpa diminta, ia memberi pin BBM cinta monyet Rin. Karena merasa tidak enak, ia menerimanya, dan lansung men-invite pin tersebut.

            Ternyata Gio masih mengingat Rin. Ia menerima invite-an gadis lanjang itu. Sayangnya, tidak ada satu pun dari mereka yang berniat menyapa dulu. Gio terlalu bimbang. Sementara Rin terlalu takut sakit hati. Ia yakin kalau cinta monyetnya itu sudah memiliki pasangan. Jadi, bagaimana ini jadinya? Tidak jodoh, tapi, bertemu?

            “Mbah!”

            Rin terkaget. Ia pun keluar kamar. Dadanya terasa naik turun saat akan membukakan pintu. Pasalnya, ia menangkap rasa sakit dari seruan itu.

            Benar saja, begitu ia membuka pintu, didapatinya seorang anak perempuan kurus, berambut pendek, keling, dan berbibir tebal itu basah kuyup. Seorang anak perempuan yang ditinggal mati ayahnya karena kecelakaan. Seorang anak perempuan yang diistimewakan neneknya karena kasihan. Seorang anak perempuan yang kemarin sempat menatapnya.

            “Kamu kenapa?”

            “Aku tibo, mbak. Aku njaluk hansaplas, ndang[5].”

            Rin tidak begitu mengerti bahasa Jawa, tapi, ia cukup paham dengan perkataan Isti barusan. “Kamu duduk sini dulu, ya,” katanya. Ia meletakkan smartphone-nya di meja ruang tamu.

            Karena sudah lima menit Rin tidak menemukan apa yang dicarinya, ia pun berniat membangunkan nenek-kakeknya saja. Memang, kalau kau tidak di rumahmu sendiri, kau akan kesulitan menemukan sesuatu. Sepertinya, masih ada satu di tasku, putus Rin untuk tidak jadi membangunkan si pemilik rumah; karena terlihat sangat lelap.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun