“Kau tadi memancingku untuk menceritakan tentangnya, dan kau akan menghapus air mataku, kan?Kemudian kau beranggapan bahwa kau telah perhatian padaku.”
Jong Woon langsung menutup bukunya kemudian menoleh ke arah So Hwan.“Karena aku tak tahu lagi bagaimana caranya.”
Tanpa kedipan, mata mereka bertemu.Kekesalan hadir pada diri Yesung—sementara So Hwan merasa bersalah.Sekejam itu ‘kah dia?
“Baiklah So, aku pergi dulu. Kalau ada apa-apa bilang saja ke aku.Dengan begitu, perhatianku akan benar, kan?”Tak perlu jeda yang lama, Yesung menyembar tasnya kemudian pergi begitu saja.So Hwan tak kuasa menahannya.Ia hanya bisa melihat bahu lelaki itu menjauh.
***
You cannot protect yourself from sadness without protecting yourself from happiness—Jonathan Safran Foer.
Why do people have to be this lonely? What’s the point of it all? Millions of people in this world, all of them yearning, looking to others to satisfy them, yet isolating themselves. Why? Was the earth put here just to nourish human loneliness?—Haruki Murakami.
“Hai, kenapa kau ada di sini?” Buku tebal dengan cover berwarna biru kehijauan itu terjatuh. Sang pembaca terperanjat dari duduknya.Ia tampak gugup saat seorang lelaki yang memasang wajah penuh senyum berada tepat di hadapannya.
“Bukumu terjatuh.”Setelah mengambil benda yang jatuh tepat di dekat kaki kanannya, lelaki itu memberikannya pada seorang gadis yang sedang mengusap-usap tengkuk.
“Tidak, bukankah itu bukumu?”So Hwan mengklarifikasi seraya menyentuh buku itu dengan telapak tangan.Kemudian, lelaki berambut hitam itu mengalihkan tangan gemetar dari tangannya kemudian menaruh buku itu di genggaman tangan gadis berkuncir kuda itu.Ia tak dapat berkata apa-apa setelahnya. Menatap Jong Woon dengan tatapan malu-malu.
“Buku itu sengaja aku tinggalkan agar kau baca. Kau membacanya sampai selesai, kan? Seminggu sejak pertemuan kita di perpustakaan, dan kau baru mengembalikannya padaku? Bahkan kau rela menunggu di depan fakultasku?”Jong Woon tertawa geli di akhir kalimatnya.