[Bekal Menuju 2019] Tentang Jakarta, Pemilu, dan Kedewasaan Politik Kita

Inilah kritik saya atas Jokowi. Keadaan makin absurd ketika Anies maju Pilkada DKI, dan saya tidak tahu harus berkata apa lagi. Dan ketika ia menjadi gubernur DKI, saya pun mengambil kursi untuk duduk dan menonton lebih jauh. Menonton implementasi Oke Oce dan rumah DP 0 rupiah. Terakhir ada perkara tentang masalah pengelolaan sampah di Bekasi, yang membuat saya ingin mengambil popcorn karena saya tahu, tontonannya bakal tambah seru.

Saya rasa Ahok juga keren. Anda yang memang tidak suka Ahok juga tidak boleh menyangkal jika ia telah membawa standar baru atas reformasi birokrasi di Pemda DKI. Saya dulu berharap ia bisa menjadi Mendagri. Karena urusan mendagri adalah urusan birokrasi dan administrasi, dan saya tahu itulah keahlian Ahok. Sebagai Gubernur ia mungkin cocok, tapi memang tidak sempurna dalam hal merangkul manusia. 

Makanya dulu ia ditemani Jokowi. Jokowi berperan sebagai pemimpin manusianya, Ahok sebagai pemimpin birokrasinya. Eh, Jokowi malah nyapres, eh Ahok malah kepeleset lidah yang membuat ia menjadi warga dengan catatan pidana dan membuat ia tidak bisa lagi jadi pejabat publik. Lemes deh aku.

Maka itu, menarik mungkin kalau besok Prabowo menjadi presiden. Agar kita bisa menonton dengan seksama bagaimana sepak terjang orang yang dipilih sebatas karena pendukungnya begitu benci ama Jokowi tanpa paham betul kompetensi Prabowo sebagai pejabat politik.

Portofolio Prabowo sebagai Ketum Gerindra dan Ketua asosiasi pencak silat tentu tidak mencerminkan ia bisa menjadi presiden yang baik. Tapi yaa, kalau mau dicoba, silakan ajaa. Tentu ini bukan sesuatu yang saya harapkan benar-benar terjadi, milih pemimpin kok coba-coba, tapi kalau memang masyarakat butuh pengalaman buruk untuk bisa dewasa dalam politik elektoral, kenapa tidak?

Jadi gimana? Siapa yang akan jadi presiden tahun depan? Yuk kita belajar, mengkaji, melek politik, jauhi hoax, dan mulai tentukan pilihan.

Hamzah Zhafiri Dicky
(Boleh dicopas asal cantumkan nama saya)